Langkah Pertama

Sekarang aku mulai memperhatikannya dari kejauhan, ternyata untuk mengambil langkah pertama tidak segampang itu, bagaimana cara aku mendekatinya? Bagaimana cara aku membuka obrolan dengannya? Aku tahu selama ini hanya diriku yang mengingat dirinya. Maka dari itu aku harus menanggunyna sendiri.

Hampir satu minggu ini aku mengikuti secara diam diam kesehariannya, seperti mengobrol dengan siapa, masuk ekskul apa, apa yang di belinya, baju yang dipakainya, dan aku menyadari gadis yang selalu ada didekatnya adalah saudara kembarnya, ya karena mereka sangat mirip dari segi rupa. Aku penasaran bagimana wajah orang tuanya. Benar saja dia menjadi cowok yang populer di kalangan cewe toh dia memang ganteng, keren dan pintar.

Bel pulang sekolah berbunyi, pelajaran hari ini selesai, sejenak aku meregangkan otot-otot yang kaku, seharian belajar membuatku lelah, menguap sebentar,

"Huahh, lelahnya.." keluhku, pelajaran olahraga tadi menguras tenagaku.

Frill berlari kearahku sembari menenteng tasnya, seolah terburu buru. " Akane, aku duluan ya, ada kegiatan club hari ini..bye.." sahutnya seraya berlari ke arah pintu.

Aku hanya mengangguk kecil, menatap kelakuannya, karena hari ini jadwalku kosong, aku memutuskan untuk langsung pulang, menikmati udara musim semi.

...----------------...

Mataku membulat tatkala melihat sosok itu di depanku, punggungnya yang tegap, rambutnya yang tertiup angin, aku ingin meraihnya, dan sebuah ganci berwajah cewek imut terjatuh dari tasnya. Namun si pemilik tidak menyadarinya. Eh? Apa dia suka idol? pikirku.

Aku mengambil barang itu, memperhatikannya sebentar, mungkin ini kesempatan ku untuk mengobrol dengannya? Apa ini cara tuhan memberikan aku petunjuk untuk aku mengambil langkah pertama.

Setelah meyakinkan diri aku berusaha memanggilnya." Ano.....tunggu".

Sosok itu menghentikan langkah kakinya lantas berbalik menghadapku, keningnya mengernyit heran, seakan menunggu penjelasan ku.

Tahu aku di tatapnya mendadak aku grogi, jantungku berdebar kencang, mulutku mendadak bisu. Takut menunggu lantas aku menyodorkan tanganku memperlihatkan ganci itu, "Ini.... Tadi terjatuh." jelasku agar tak salah paham.

Matanya beralih menatap benda itu, terbelalak sebentar," Ah, terima kasih aku tak menyadarinya."

Dia mengambil bendaa itu, suaranya yang lembut serta senyuman manis yang menghiasi wajahnya membuatku semakin salah tingkah.

Jujur aku jadi tak berani menatapnya, tiba-tiba tangannya terulur menyentuh rambutku membuat ku kaget. Sadar bahwa aku terkejut ia menjelaskan." Ada kelopak bunga sakura dirambutmu" sembari mengacungkan selembar kelopak itu."Sekali lagi terima kasih."tambahnya ia lantas membungkukan badan setelah itu berbalik kembali melenggang pergi.

Disi lain aku masih terpaku atas perlakuannya, mematung menatap kepergiannya. Apakah dia orang yang selembut itu? Ah wajahku memanas lagi.

...----------------...

"Tadaima..."

Hening, tidak biasanya rumahku sepi, maksudku mama selalu dirumah tapi hari ini tak ada sahutan yang menjawabku. Merasa heran aku memeriksa setiap ruang dirumahku, namun tak ada siapapun.

"Mama kemana yah?" tanyaku pada diri sendiri.

Tak lama setelah itu, ponselku berdering seakan menjawab pertanyaanku, panggilan itu dari mama, bergegas aku mengangkatnya.

"Moshi moshi..." sapaku.

" Aka-chan kamu sudah pulang?" tanyanya dengan nada panik, suaranya agak bergetar.

"Sudah, mama dimana? Tumben rumah kosong." tanyaku sembari menaiki anak tangga menuju lantai dua

"Papa.. Penyakit papa kambuh lagi..." Isak si penelpon.

Langkaku terhenti mendengar itu." Apa?Kenapa mama baru memberitahu aku sekarang."

"Nanti mama jelaskan, tolong segera kesini."

"Iya."

Sambungan telepon itu akhirnya terputus.

Tanpa berlama-lama aku langsung kembali ke luar rumah, ya ampun kenapa ini terjadi, kemarin papa masih baik baik saja, ya walaupun punya riwayat penyakit komplikasi.

...----------------...

Bau rumah sakit langsung menyeruak hidungku, orang orang sibuk dengan kegiatannya masing-masing, Suara speaker yang memanggil antrian, ada orang yang menangis, katanya di tempat ini manusia akan berdoa dengan tulus dari lubuk hati akan harapan dan keajaiban dari tuhan.

Aku berlari menuju ruangan yang di beritahu mama, nafasku terengah engah, saat aku buka pintu itu, sosok pria paruh baya sedang terkapar, di sampingnya seorang wanita menangis menggenggam tangan pria itu.

"Mama..." aku berhambur memeluk mama, seketika dadaku serasa di tekan dalam situasi ini, mataku berkaca-kaca.

Mama memelukku erat. "Akane mama harus bagaimana? Papa belum sadarkan diri dari tadi." Lirihnya di sela isakan.

Aku hanya menggigit bibir bawah, melihat sosok itu yang dilengkapi peralatan rumah sakit, infus, selang oksigen, layar monitor yang memperlihatkan jantungnya yang lemah. Aku tidak tahan melihat semua itu. " Semuanya akan baik-baik saja mah, aku yakin." hanya itu yang bisa aku katakan untuk menyemangati mama.

3o menit berlalu setelah pemeriksaan dokter, papa menunjukkan tanda-tanda akan sadar, matanya yang lemah mulai terbuka, menyadari posisinya yang sekarang sedang gawat darurat ia mulai membuka suara. Ia berusah menggenggam tangaku.

"Ada yang harus papa katakan." ucapnya tertatih tatih.

Aku menatapnya nanar dan mengguk kecil.

.

.

"Di jodohkan?" aku mengernyit heran mengulangi ucapannya.

Dari situ Mama menjelaskan semuanya. Mendengar semua itu hidupku serasa akan berakhir, entah senang atau sedih.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!