Kesadaran

Beberapa minggu berlalu sejak kak aidil mulai sadar, saat pertama kali sadar dia begitu marah kepada ibu, dia marah seketika saat memandang wajah ibu. Dia marah tanpa tau apa penyebabnya. Sepertinya ingatannya terkunci dimasa lalu saat kami semua masih kecil. Kak aidil tidak tahu bahwa ibu telah banyak berubah, kak aidil bahkan tidak mengetahui tentang kematian ayah.

Saat kembali sadar kak aidil langsung mengusir ibu dari rumah, dia mencaci maki ibu dengan sumpah serapah yang begitu kejam. Kami yang menyaksikannya tak bisa menyalahkan kak aidil sepenuhnya karena memang kamipun tahu bagaimana penderitaannya ketika dulu dia ditelantarkan hingga dia tega menyakiti wanita yang begitu baik dan mengalami gangguan jiwa.

Kami semua tak ada yang bisa menghentikan kemarahan kak aidil saat itu, kami memberikan ruang untuk kak aidil melampiaskan semua amarahnya yang terpendam, ibu bahkan hanya diam dan rela mengalah. Ibu akhirnya memutuskan pergi dari rumah bersama zidan, untungnya disaat seperti itu ibu mertuaku segera menghentikannya dan memintanya untuk tinggal di rumahnya sampai keadaan kak aidil kembali baik. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi kepada ibuku jika sampai dia hidup terlunta-lunta diluar sana, bagi ibu apa yang dialaminya saat ini dianggap sebagai karma untuknya dan dia bilang dia telah menerimanya dengan ikhlas.

Setelah pertengkaran itu akhirnya aku, kak aini dan kak aidil hidup bertiga dirumah peninggalan ayah. Kami hidup seolah semuanya baik-baik saja seperti dulu. Aku dan kak aini berusaha bersikap wajar meskipun sebenarnya kami merasa canggung. Kami belum memberitahu kak aidil tentang kondisi kami saat ini, tentang pernikahan kami dan juga tentang kematian ayah. Kami terus menerus menduga duga tentang bagaimana reaksi kak aidil saat mengetahui semuanya.

Suatu malam saat kami bertiga sedang makan malam tiba-tiba kak aidil bertanya.

"Dimana ayah? kenapa dia tidak penampakan wajahnya dihadapanku? Apakah akhirnya ayah sadar dan meninggalkan nenek lampir itu?" tanya kak aidil sambil memasukkan makanan kedalam mulutnya.

Mendengar pertanyaan kak aidil aku dan kak aini seketika terdiam, kami tidak tahu harus menjawabnya bagaimana hingga suasana pun menjadi hening.

"Kenapa kalian diam? Kenapa tidak menjawab? kalian tegang sekali, katakan saja cepat" lanjut kak aidil mendesak.

Hingga beberapa menit berlalu aku dan kak aini masih diam tanpa berkata apapun.

"Hei.... kalian ini kenapa? Mau menyembunyikan sesuatu dariku? Ayolah ceritakan kepada kakak kalian ini" kakak kembali bertanya tak sabar.

"Kak ayah telah lama meninggal" jawab kak aini.

Uhukkkkkk.. Kak aidil tersedak sampai makanannya tersembur dari mulutnya. Dia kemudian diam dan menatap kami dengan wajah terkejut.

"Apa? meninggal? ayah? kapan? Kenapa? Apakah wanita gila itu yang telah membuat ayah mati? benar-benar wanita sialan! dia benar-benar telah merusak keluarga kita!"

Kak aidil menjadi begitu emosi saat mengetahui tentang ayah.

"Kak sabarlah.. Kami akan menjelaskan semuanya. Apa saja yang terjadi selama kakak tidak ada dirumah ini. Tapi sebaiknya kita habiskan dulu makan malam ini. Besok aku dan kak aini sudah mengambil cuti, kita akan menghabiskan waktu bersama-sama sepanjang hari, kami akan menceritakan segala sesuatunya dengan jujur kepada kakak" jelasku berusaha menenangkan.

"Tapi bagaimana mungkin ayah... aina, aini cepat ceritakan apa yang terjadi!" tegas kakak kepada kami.

"Ayah meninggal karena kita berdua kak, ayah sakit karena memikirkan kita berdua yang pergi dari rumah dan tak pernah kembali, aku bahkan tidak mengetahui kematiannya, aku juga mengetahuinya dari aina dan ibu, aku juga seperti kakak, sangat terkejut dan menyesal" jawab kak aini sambil meneteskan air mata.

"Apa? tidak mungkin kita telah membunuh ayah! kita pergi karena wanita gila itu! dialah yang bersalah!" teriak kak aidil.

"Kita semua tahu kak, kita semua tahu bahwa ibu tiri kita jahat saat itu. Semua orang juga tahu, tak ada yang menyalahkan kita. Itu sebabnya kita harus berbicara lebih banyak agar kakak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kita nikmati saja dulu kebersamaan kita malam ini, aku senang kakak kembali kepada kami seperti ini. Kita berbicara dan bersenda gurau seperti saat kita kecil dulu, aku bahagia" aku kembali berusaha menenangkan kakak.

Kemudian kak aidil menunduk seperti menahan tangis dan dia pun berhenti berbicara.

"Aku sudah kenyang, kalian lanjutkanlah. Aku akan kembali ke kamarku" ucap kak aidil sambil berlalu pergi menuju kamarnya.

Aku dan kak aini hanya diam memandangi punggungnya yang kini telah menghilang dari pandangan kami. Kami berdua sama-sama kebingungan dari mana kami harus bercerita dan bagaimana menjelaskan kepada kakak tentang ibu, karena sepertinya kebencian yang kakak rasakan sudah begitu besar sehingga kami tak tahu apa mungkin kak aidil akan maafkan ibu.

***

"Jadi kapan kalian akan bercerita?"

Pagi itu saat hendak sarapan kak aidil kembali menagih janji kami untuk menceritakan semuanya.

"Ya ampun kak, kau sungguh tidak sabaran" ucapku sedikit kesal.

"Tentu saja, ayahku meninggal bagaimana bisa aku bersabar" jawabnya semakin kesal.

"Baiklah kami berjanji setelah sarapan kami akan mulai bercerita" jawab kak aini menengahi.

"Ini makanlah, aku sudah memasak makanan yang spesial untuk kalian berdua, adik dan kakakku yang kubanggakan" ucap kak aini sambil tersenyum.

Pagi ini kami menikmati sarapan ini dengan hati yang tak karuan, Kami merasa bingung dan juga takut akan reaksi kak aidil ketika mendengar semuanya.

Setengah jam berlalu dan kami pun selesai dengan sarapan kami, kami bertiga mulai membereskan kembali dapur yang telah kami pakai, lalu kami bertiga berjalan menuju ruang tamu dan bersiap untuk cerita panjang tentang perjalanan hidup kami masing-masing.

"Baiklah Jadi siapa dulu yang akan bercerita?" tanya kak aidil saat kami duduk bersama diruang keluarga.

"Aku!" aku mendahului.

"Baiklah silakan"

"Apa kalian tahu ketika kalian pergi meninggalkanku dan tidak pernah kembali aku begitu menderita. Aku jadi tak punya siapapun untuk bersandar, aku hidup sendiri dengan sikap ibu yang masih begitu jahat, tapi aku cukup hebat karena aku berhasil melalui semuanya sampai aku tumbuh dewasa" aku memulai cerita panjang ini.

"Sejak kalian berdua pergi ayah mulai sering sakit-sakitan, awalnya ayah tidak begitu peduli karena ayah pikir memang itu kemauan kalian, tapi aku mengamuk dan akhirnya mengatakan semuanya kepada ayah, aku bercerita tentang bagaimana kita diperlakukan oleh ibu saat kita masih kecil, aku juga menceritakan kenapa kalian berdua sampai pergi dan tak kembali, setelah hari itu akhirnya ayah sadar, perlahan semua keburukan ibu mulai terbongkar"

"ayah mulai menyesali keputusannya meninggalkan kita. Dia mulai menyesali kepergian kalian. Sejak saat itu dia selalu pulang dan pergi bekerja dari rumah, dan kapanpun dia memiliki waktu luang dia akan mempergunakan waktunya tersebut untuk mencari keberadaan kalian. Ayah menjadi sering marah kepada ibu, hingga puncaknya ayah mengusir dia karena setelah sekian lama kalian tak juga ditemukan. Namun entah kenapa aku merasa iba karena memang terlihat jelas kalau ibu rahmi begitu mencintai ayah. Kemudian aku mencoba membujuk ayah agar ayah tidak mengusir ibu rahmi dari rumah"

"Apa kau tidak salah? Kenapa kau tidak membiarkan dia pergi saja?" tanya kak aidil kesal.

"Kalau saja kalian melihat ibu rahmi yang menangis dan bersujud kepada ayah saat itu aku yakin kalian juga akan melakukan hal yang sama. Sejak saat itu ibu rahmi berjanji kepada ayah dia akan berusaha mencari kalian dan akan memperlakukanku dengan lebih baik dan janji itu benar-benar dia tepati. Perlahan ia mulai memperlakukanku dengan baik"

"Yang kukagumi adalah cinta ibu rahmi untuk ayah yang begitu tulus, saat ayah sakit dia benar-benar telaten mengurusi ayah hingga ayah kembali sembuh. Dia bahkan rela menggantikan posisi ayah sebagai tulang punggung, dia rela menghabiskan seluruh tabungannya untuk mengerahkan polisi untuk mencari kalian berdua namun hasilnya nihil, kalian sama sekali tak ditemukan"

"Bertahun-tahun ayah mencari kalian hingga suatu saat tubuhnya tak lagi kuat menahan beban pikirannya"

"Oh ya, kakak masih ingat dengan ryan? dia mencarikanku pekerjaan setelah aku lulus sekolah. Aku bekerja di sebuah toko baju yang pemiliknya begitu ramah dan memperlakukan ku dengan sangat baik. Disuatu sore saat selesai bekerja ibu rahmi menelponku, dia menangis ditelepon dan memintaku segera pulang. Aku yang panik kemudian menghubungi ryan dan meminta tolong padanya untuk mengantarku pulang. Saat pulang ke rumah aku melihat kondisi ayah tengah tergeletak dilantai rumah ini, dia tak sadarkan diri sedangkan ibu menangis dan menjerit histeris disampingnya"

"Apa kau yakin bahwa apa yang terjadi pada ayah bukan karena wanita itu?" tanya kak aidil.

"Aku yakin itu bukan ulahnya" jawabku singkat.

"Saat itu ryan mengantarku pulang dan bergegas menelpon ambulans, kami membawa ayah ke rumah sakit namun sayang nyawa ayah tak tertolong. Ayah meninggal setelah tindakan yang cukup lama di rumah sakit. Ibu menjerit histeris memanggil-manggil nama ayah, dia bahkan pingsan berkali-kali"

"Setelah kepergian ayah kehidupanku menjadi lebih berat. Ibu kembali jahat padaku, dia menyalahkanku atau semua yang terjadi kepada ayah, dia bilang karena aku terlalu banyak mengadu ayah menjadi seperti itu. Puncaknya disuatu sore ibu mengusirku dari rumah, dia bahkan berkata bahwa aku tak berhak membawa apapun yang ada dirumah ini, kami bertengkar hebat dan aku pun memutuskan untuk pergi dari rumah ini"

"Saat hendak pergi aku masuk kekamar dan membanting pintu dengan sangat keras. Aku mengemasi pakaianku dan segera berbalik untuk pergi, namun saat aku membuka pintu kamarku aku melihat ibu tergeletak di lantai tak sadarkan diri. Aku panik saat itu, aku berlari keluar mencari bantuan dan beruntungnya saat itu begitu banyak orang diluar dan mereka pun membantuku membawa ibu ke rumah sakit"

"Setelah tiba di rumah sakit dokter pun melakukan pemeriksaan dan hasilnya begitu mengejutkan. Ibu telah hamil, ibu hamil setelah tiga bulan kepergian ayah. Aku begitu syok mendengarnya, aku bingung apa yang harus kulakukan saat itu. Pada akhirnya aku mengurungkan niatku untuk pergi meninggalkannya, karena jika aku pergi aku tidak tahu apalagi yang akan terjadi kepada ibu. Meski aku membencinya tapi rasanya aku sudah trauma dengan kehilangan sehingga aku memutuskan untuk tetap disampingnya menemani masa-masa sulitnya"

"Beberapa bulan kemudian zidan lahir dan wajahnya benar-benar mirip dengan ayah, dan aku merasa ayah kembali hadir diantara kami. Aku akhirnya membantu menghidupi ibu dan juga zidan. Setelah kelahiran zidan perlahan sikap ibu mulai membaik padaku, ibu bahkan menggenggam tanganku dan meminta maaf atas semua kesalahannya dimasa lalu. Ibu benar-benar berubah, ibu memperlakukanku seolah aku adalah putrinya sendiri, dia bahkan berhenti menggunakan uang pemberianku dan memutuskan untuk mendapatkan uang dari hasil kerja kerasnya sendiri"

"Sementara keadaan di rumah mulai membaik aku malah terlibat masalah dengan pemilik toko pakaian tempatku bekerja, aku marah dan merasa ditipu karena ternyata pemilik toko pakaian itu adalah orangtua ryan. Ibu ryan berusaha mendekatiku karena aku beberapa kali menolak ajakannya untuk makan malam. Aku juga beberapa kali menolak ryan saat dia melamarku. Saat itu ibulah yang menenangkan dan menjernihkan pikiranku hingga akhirnya aku pun membuka hatiku untuk ryan dan kamipun menikah"

"Apa? kau sudah menikah? lalu di mana dia? Kenapa kau tidak tinggal dengan suamimu?" tanya kak aidil begitu kaget.

"Aku ingin menghabiskan waktuku dengan kakak dulu, lagi pula kakak belum mengetahuinya jadi sekalian saja aku ceritakan. Apa kakak tahu? sepertinya tuhan menempaku untuk membuatku mampu sampai dititik ini, titik dimana puncak kebahagiaan menghampiriku. Aku diperlakukan seperti ratu oleh suamiku dan oleh ibu mertuaku, aku juga sekarang memiliki Ibu yang begitu mencintaiku, dan tentu saja kehadiran kalian berdua begitu melengkapi segalanya" ucapku sambil tersenyum haru.

"Aina aku bangga dan turut berbahagia untuk semua pencapaianmu, kau memang adikku yang paling kuat, kau berhak mendapatkan semua itu" ucap kak aidil sambil membelai rambutku.

"Terima kasih kak, itulah sepenggal kisahku, sekarang waktunya kak aini bercerita" lanjutku sambil menatap kak aini.

"Baiklah..."

Kak aini menghela nafas panjang dan kemudian mulai berbicara.

"Kak saat kita berpisah aku menangis terus di stasiun, aku mencarimu kemana-mana hingga akhirnya aku menyerah untuk mencarimu, aku putus asa dan memutuskan untuk kembali ke rumah ibu, saat datang aku melihat ibu dan aini menjadi begitu dekat, aku terkejut dan sedikit merasa iri. Aku berpikir apa mungkin ibu juga akan bersikap seperti itu kepadaku yang nakal ini? tapi tanpa kuduga ibu justru meminta maaf padaku sambil menangis. kami berbaikan dan kemudian aku juga bertemu dengan seorang pria yang begitu baik dan dihormati didesa ini dan kami pun menikah, nanti aku akan mengenalkannya padamu. Sekian ceritaku hehe"

Aku tau kak aini adalah tipe orang yang tidak mau menangis dihadapan siapapun, sehingga dia tak mau bercerita panjang lebar mengenai kehidupannya.

"Apa-apaan ini, kalian berdua sudah menikah rupanya!" ucap kak aidil sewot.

"Kak kau masih ingat dengan sari?" tanyaku melanjutkan pembicaraan.

Mendengar pertanyaanku tiba-tiba kak aidil meringis kesakitan sambil memegang kepalanya.

"Wanita itu, dia wanita yang baik dan aku telah melukainya. Aku tidak tahu dimana dia sekarang" jawab kak aidil dengan pandangan mata yang kosong sambil terus memegangi kepalanya.

"Apa kau ingat apa yang terjadi padamu beberapa tahun terakhir?" tanyaku lagi.

"Yang terjadi padaku? Memangnya apa?"

"Apa kau tidak sadar kenapa kau bisa ada di sini saat ini?"

"Ah kau benar, bagaimana bisa..."

"Kami semua menemukanmu ditengah jalan, dan kau telah menjadi gila" ucap kak aini memotong pertanyaan kak aidil.

"Apa?! jangan bercanda kau!" kak aidil marah mendengar perkataan kak aini. Mereka saling bertatapan dengan wajah yang begitu tegang.

"Semua orang tahu kak, kau benar-benar kehilangan akal sehatmu. kejiwaanmu terguncang dan itu semua karena dendam sari. Dia mencari jalan pintas untuk membuatmu hancur seperti kau yang telah menghancurkan hidupnya" lanjut kak aini masih dengan tatapan tegang dan menyakitkan.

Kak aidil termenung mendengar ucapan ak aini, ia seperti berpikir dan beberapa menit kemudian wajahnya berubah menjadi tatapan penyesalan yang amat dalam. Dia seolah telah mengingat segala sesuatunya dengan sempurna.

"Bagaimana kalian tahu tentang sari? dimana dia sekarang? aku ingin meminta maaf kepadanya" ucap kak aidil tergesa-gesa, air mata mulai menggenang dipelupuk matanya.

"sari telah meninggal, karena itulah kau sembuh. Dia menukarkan jiwanya untuk membuatmu menderita, tapi dia jugalah yang pada akhirnya memberikan kesembuhan kepadamu" lanjut kak aini kini dengan tatapan datar seperti kelelahan dengan memori buruknya.

"Apa? apa-apaan ini? Kenapa banyak orang meninggalkanku? Aaakkhhhh!!!" kak aidil berteriak sambil memegangi kepalanya, dia menunduk dan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.

"Itulah dunia kak, dunia terkadang begitu kejam namun terkadang dunia ini juga seperti hamparan bunga yang indah. Siap atau tidak kita semua akan bergantian mengalaminya. Bersyukurlah untuk semua yang ada sekarang, kau telah kembali sehat dan berkumpul dengan kami. Aku dan aina sudah hidup bahagia, kami hidup dengan damai dengan keluarga baru kami,begitu pula dengan ibu" ucap kak aini mencoba menenangkan kakak.

"Satu hal yang harus kau ketahui, ibu lah yang merawatmu selama ini. Dia yang terus mendampingimu selama kau gila, dia melakukan berbagai cara untuk menyembuhkanmu, dia merawatmu begitu baik dan begitu telaten. Dia selalu mengutamakanmu melebihi dirinya sendiri, bahkan melebihi anak kandungnya sendiri. Dia sudah cukup menghukum dirinya sendiri atas kesalahannya dimasa lalu. Maafkanlah dia, percayalah pada kami, dia bukanlah ibu rahmi yang dulu, ia begitu menyesal, dia menyayangimu kak, tolong maafkan ibu untuk kami" lanjut kak aini, kini dengan tangis yang tak bisa dibendung lagi.

"Mengapa dunia ini begitu tak adil? tidak bisakah aku hidup lebih lama dengan orang-orang yang aku cintai? Kenapa Tuhan harus mengambil mereka semua secepat ini? Mengapa sari pergi begitu cepat? bahkan sebelum aku meminta maaf kepadanya" tangis kak aidil semakin pecah. Dia terus berbicara sambil bersujud dilantai.

Suasana pun menjadi hening, kami bertiga menangis menyesali masa lalu kami begitu kelam, penyesalan yang tak dapat kami hapuskan, dan waktu yang tak dapat kami putar kembali.

"Kak ayo kita luapkan kesedihan kita hari ini dan berjanjilah esok hari kita akan hidup bahagia bersama selamanya. Kau harus menemukan tambatan hatimu seperti kami. Menangislah kak, kau memang pria tapi kau juga memiliki hati, tidak perlu menahan tangismu, menangislah.. menangis sampai hatimu kembali tenang dan menjadi kuat. Kita hadapi semua kenyataan ini bersama-sama, kita sudah melewati banyak hal sulit, maka kali ini pun kita pasti akan melaluinya dengan baik, kami percaya padamu"

Akhirnya hari itu kami bersama-sama meluapkan kesedihan kami, kami berjanji kepada diri kami masing-masing bahwa setelah ini tak akan ada lagi kepedihan ataupun penderitaan. Kami akan hidup bahagia selamanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!