TAKDIR

"Hai.."

Siang itu ditengah teriknya matahari seseorang membuyarkan lamunanku, aku menoleh dan melihat seorang pria dengan baju putih polos dan celana jeans biru menyapa dan menghampiriku, tubuhnya tinggi, kulitnya putih bersih, matanya coklat dan rambutnya berantakan namun terlihat memukau bagiku, dia tersenyum begitu lembut kepadaku.

"Hai, kau datang lagi? Memangnya kau tidak sibuk?" Tanyaku pada pria itu.

"Tidak, lagipula sesibuk apapun aku tetap ingin menemuimu hehe"

Mendengar jawabannya aku hanya tersenyum kecil, pria itu adalah ryan yang kini menjadi teman dekatku. Setelah beberapa kali penolakan dia tetap datang padaku, dia tetap menemuiku dan menemaniku di saat-saat terburukku. Lama-lama tentu saja aku luluh, wanita mana yang tidak luluh jika terus menerus diperlakukan begitu manis oleh seorang pria bukan?

Lagi pula kalau dipikir ulang sebenarnya memang dia tidak bersalah, yang bersalah itu rahmi, kenapa dia begitu jahat? dan memang sebenarnya aku tak pantas menyalahkan ryan, dia hanya berusaha bersikap baik saat itu.

siang itu aku tengah duduk dan melamun sendiri di gubuk pesawahan di tempat aku dan temanku biasa mencari kedamaian. Aku mengingat masa lalu, aku mengingat kedua sahabatku, mereka berdua kini pindah kekota untuk melanjutkan pendidikan mereka, meski kehidupan perekonomian kami sama namun mereka masih memiliki orang tua yang lengkap sehingga masih ada orang yang memperjuangkan mereka. Sedangkan aku, yang bisa kulakukan hanyalah berharap pada nasib baik saja.

"Jadi bagaimana rencanamu selanjutnya?" tanya ryan padaku. Aku hanya terdiam tak menjawab.

Aku memang sering bercerita padanya bahwa aku tidak mungkin melanjutkan kuliah karena kondisi ayahku dan juga ibu tiriku. Aku bercerita padanya bahwa kemungkinan besar aku akan mencari pekerjaan untuk menghidupi ayahku dan ibu tiriku.

Awalnya ryan menawarkan bantuan padaku, dia menawarkan bantuan untuk biayaku berkuliah, tapi tentu saja aku tolak, itu bukan tanggung jawabnya. Aku tidak mau memanfaatkan kebaikannya dan aku yakin ayah juga akan merasa sangat malu dan kehilangan harga dirinya, begitu pula dengan aku. Mulai saat ini aku harus bisa bertahan hidup dengan kemampuanku sendiri. Apapun yang terjadi aku tak bisa bergantung kepada orang lain, terutama ryan.

Ryan Selalu berusaha membujukku, dia bilang jika aku mau aku bisa membayarnya di masa depan, tapi tetap saja berat bagiku untuk menerima tawarannya, aku tidak tau apa yang akan terjadi padaku dimasa depan, tak ada yang menjamin hidupku akan menjadi lebih baik. Aku hanya meminta bantuannya untuk mencarikanku pekerjaan, karena aku yakin dengan luasnya pengetahuannya akan sangat mudah baginya mencari info lowongan pekerjaan. Setidaknya bagiku dia adalah pria yang cerdas dan berwawasan luas, tidak seperti aku yang tidak pernah bergaul.

Ryan kini telah berkuliah, dia seorang mahasiswa di perguruan tinggi yang cukup terkenal di kota, masa depannya pasti sangat cerah, tidak seperti aku. Itulah sebabnya aku merasa tidak pantas bersanding dengannya.

Aku terpaksa harus bekerja selain karena perekonomian kami yang paspasan, juga karena sekarang ayah sudah sering sakit-sakitan, aku tidak mungkin membebaninya lebih banyak lagi.

"Aku punya beberapa kenalan pemilik toko, apa kau tidak keberatan bekerja ditoko?" tanya ryan padaku.

"Ya tentu saja, kenapa tidak?!" jawabku antusias.

"Aku bisa menghubungi mereka sekarang, dan kalau kau mau kau bisa bekerja besok" lanjutnya lagi.

"Sungguh? Secepat itu?" tanyaku tak percaya.

"Tentu saja, aku sudah menghubungi mereka sebelumnya, karena entah kenapa aku sangat yakin kau akan menolak tawaranku untuk berkuliah" ucap ryan melirikku dengan tatapan kecewa.

"apa kau tidak mau memikirkan kembali tawaranku? kau itu siswa pintar, sayang sekali jika tidak melanjutkan kuliah" lanjutnya.

"Tidak, terima kasih ryan, ayahku membutuhkan uang untuk pengobatan, siapa lagi yang akan menanggung biayanya kalau bukan aku" jelasku padanya.

"Bagaimana dengan ibu tirimu? Bukankah dia sangat baik pada ayahmu?"

"Itu benar, tapi dia tidak memiliki pekerjaan, dia juga sudah cukup tua, akan sulit mencari pekerjaan di usianya saat ini"

"Kau memang berhati malaikat" ucap ryan tiba-tiba sambil menatapku begitu lembut. Aku tidak pernah tahan dengan tatapannya yang seperti ini, rasanya aku ingin menghambur kedalam pelukannya.

"Kalau begitu aku akan mendukung apapun keputusanmu, kuharap sebagai teman kau terbuka padaku. Jika ada yang bisa kubantu aku pasti akan membantumu, ingatlah itu! jangan sungkan kepadaku, oke?" senyumnya begitu lembut seolah membelaiku, rasanya hatiku hangat.

"Baiklah, terima kasih" aku menatapnya dan tersenyum bahagia.

"Kalau begitu aku akan menghubungi mereka sekarang, tunggu sebentar ya" katanya sambil bergegas mengeluarkan handphonenya dan menjauh dariku.

Yang kudengar ryan menghubungi beberapa rekannya, dia berbicara cukup panjang ditelepon, aku hanya menunggunya dan berharap ada kabar baik untukku. Setelah beberapa menit ryan kembali menghampiriku.

"Ini bagus sekali untukmu aina, kebetulan sekali toko kenalanku sedang membutuhkan pegawai wanita, toko itu baru saja buka, pemiliknya kenalan ibuku, lokasinya ada di perbatasan, apa kau bersedia?" ryan berkata dengan senyum yang lebar.

"Tentu saja aku mau, terimakasih, kapan aku harus mengirim lamaran?"

"Tidak perlu mengirim lamaran, kalau kau mau kau bisa mulai bekerja besok pagi"

"Tapi apa tidak apa-apa? pasti masih banyak pelamar lain yang membutuhkannya sama sepertiku"

"Tapi kau pelamar pertama, jadi tentu saja kau yang diterima, aku percaya dengan kualitas dirimu, jadi percaya dirilah!" tegasnya sambil mengacungkan jempolnya padaku.

"Terima kasih banyak ryan, aku benar-benar tidak tahu harus berkata apa, aku tidak tahu bagaimana aku harus berterima kasih. Sebenarnya aku sangat malu karena terus-menerus merepotkanmu, tapi aku juga tidak tahu siapa lagi yang harus kumintai tolong" ucapku terharu. Suaraku pelan, aku berusaha menahan tangis bahagiaku

"Hei, bukankah sudah kukatakan jangan sungkan kepadaku? apalagi melihat kondisi ayahmu saat ini, beliau sering sekali sakit-sakitan, kau tidak boleh terus-menerus memendam masalahmu sendiri, kau harus tetap sehat dan waras, kau harus kuat, dan untuk menjadi kuat tentu kamu membutuhkan seorang teman yang bisa mendukung, dan aku siap untuk menjadi pendukungmu, kau mengerti?" jelas ryan seolah ingin memelukku.

"Terima kasih banyak" ucapku lagi.

Aku terharu, air mataku rasanya ingin segera kutumpahkan, tapi aku malu kalau lagi-lagi harus menangis di hadapan ryan, sangat terlihat kalau aku ini wanita yang lemah dan cengeng, aku takut lama-lama ryan akan mulai bosan dengan sikapku dan meninggalkanku sama seperti kedua kakakku.

"aina, karena lokasinya cukup jauh tentu kau akan membutuhkan seseorang untuk mengantar dan menjemputmu, aku akan menjemputmu saat pagi dan kau harus menungguku untuk pulang saat sore hari" lagi-lagi ryan menawarkan bantuan padaku.

"Ah itu tidak perlu ryan, aku bisa menaiki angkutan umum" sanggahku.

"Aina...."

"Ryan!!! aku mohon, aku tahu kau sangat sibuk, kau juga pasti sangat lelah, nanti jika memang aku membutuhkan bantuanmu aku pasti akan bicara padamu" aku memotong pembicaraannya.

"Tapi lokasinya cukup jauh, aku benar-benar ingin membantumu, aku tidak merasa capek atau keberatan atau kesulitan sama sekali, sungguh.. aku justru senang bisa bersamamu setiap saat hehehe" dia berusaha meyakinkanku sambil sedikit menggodaku.

"Tidak, terima kasih! benar-benar terima kasih dari lubuk hatiku yang paling dalam, aku bahagia mendengar niat baikmu, tapi lihatlah, aku pasti akan menjadi wanita kuat dan mandiri sampai kau tak punya waktu lagi untuk mengkhawatirkanku"

"Baiklah.." ucap ryan menghela nafas panjang.

"tapi ingat kalau kau kesulitan dalam hal apapun, tolong katakan padaku, jangan memendam semuanya sendirian"

"Baiklah sahabatku yang cerewet" ledekku sambil tertawa.

Setelah perbincangan yang cukup lama akhirnya kami pun pulang, namun sebelum pulang ryan bilang dia ingin menjenguk ayah, kami menyempatkan pergi ke sebuah minimarket, ryan bilang dia malu kalau harus datang tanpa membawa apapun, tentu saja sebelumnya sudah kucegah, tapi ryan bilang aku tak berhak mencegah, karena dia membeli makanan-makanan itu bukan untukku, tapi untuk ayahku. Dia memang sangat baik dan keras kepala.

Sejak beberapa bulan terakhir memang kondisi ayahku tidak begitu baik, beliau sering sakit-sakitan, dan saat ini sakitnya sudah cukup parah. Sudah seminggu beliau berbaring dan tidak bekerja.

Sore itu ryan berbincang-bincang cukup lama dengan ayah. Tak terasa malam telah tiba, Ryanpun pamit pulang. Ryan berpesan kepada ayah agar beliau menjaga kesehatannya, ryan terus-menerus menggoda ayah kalau kalau suatu saat nanti aku menjadi pengantin dan ayah mengantarku kepada calon suamiku. Itu membuat ayah tertawa dan kembali menggoda ryan.

Ayah sangat senang dengan kehadiran Ryan, dia seperti bertemu dengan kak aidil, wajah haru terpancar di wajahnya, terlihat kerinduan yang begitu dalam dalam setiap tatapannya, ayah tentu sangat rindu bercengkrama dengan anak-anaknya, yang membuat kondisinya semakin lama semakin buruk.

Sebelum ryan pulang kami menceritakan terlebih dahulu tentang rencanaku, aku berkata pada ayah bahwa mulai besok aku akan bekerja, aku juga bercerita kalau ryan lah yang membantuku dalam mencari pekerjaan ini, mendengar itu ayah sontak menangis, ayah berkata bahwa ia merasa bersalah dan merasa tidak berguna hidup di dunia ini, ayah merasa sedih melihat anak gadisnya yang seharusnya berjuang menggapai cita-citanya kini harus berjuang mencari nafkah, aku terenyuh melihatnya. Aku sedih dan ingin menangis, tapi kalau aku ikut menangis, siapa lagi yang akan menguatkan ayah?.

***

Keesokan paginya untuk pertama kalinya aku pergi cukup jauh dari rumah. Rumahku berada di sebuah pedesaan sedangkan ryan tinggal di pusat kota dan lokasi toko yang akan kutuju berada di perbatasan. Karena Ini pertama kalinya aku pergi aku tidak menolak tawaran ryan untuk mengantarku.

Setelah 45 menit perjalanan, akhirnya kamipun sampai di sebuah toko pakaian yang cukup besar, aku yang datang dengan pakaian seadanya ini merasa minder dan takut kalau-kalau aku tidak bisa melakukan pekerjaan ini dengan baik, aku takut mengecewakan orang lain dan juga ryan. Aku sangat ingin kembali pulang. Aku ragu untuk masuk ke dalamnya. Apakah orang-orang di dalam akan sangat ramah padaku? Mengingat aku hanyalah seorang gadis desa yang miskin.

Aku berdiri mematung dan memikirkan banyak hal, mengkhawatirkan banyak hal yang tak perlu, sepertinya ryan sadar akan hal itu, dia kemudian menggenggam tanganku, dia meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja, kemudian kamipun masuk.

Didalam aku bertemu dengan seorang wanita paruh baya, dia mengenalkan dirinya padaku, dia adalah pemilik toko ini, namanya ibu rahayu. Akupun mengenalkan diriku padanya dengan sangat canggung dan kaku. Belum ada satu karyawan pun di toko itu, dan memang terlihat bahwa tokoh itu baru saja dibangun, aku sedikit lega karena aku tidak perlu berinteraksi dengan begitu banyak orang di awal-awal kehadiranku.

Bu rahayu begitu ramah padaku, dia menjelaskan segala sesuatunya dengan baik. Dia berbicara seperti seorang teman sehingga aku tidak merasa canggung saat mengobrol dengannya. Kemudian dia membawaku ke suatu ruangan, menjelaskan tentang barang-barang yang berada di dalam gudang dan juga barang apa saja yang harus kupajang, tidak lupa juga tentang penggunaan kasir dan pemasangan harga. Bu rahayu bilang kalau aku akan memiliki dua orang asisten untuk membantuku dan aku berhak menempatkan mereka di mana saja sesuai kehendakku. Aku tentu merasa heran, aku hanyalah anak baru, aku tidak memiliki pengalaman, tapi kenapa bu rahayu begitu saja mempercayakan semuanya padaku.

Melihat wajah bingungku bu rahayu segera menjelaskan.

"Ryan adalah anak yang baik, dia juga sangat jujur, ibu yakin jika ryan sudah merekomendasikanmu tentu kualitasmu juga sama baiknya dengan dia, ibu sangat percaya, jadi mulai sekarang bekerjalah dengan baik, jangan terlalu tegang dan jika ada sesuatu yang ingin kau tanyakan jangan sungkan untuk bertanya padaku ya! Anggaplah aku ini temanmu"

Mendengar penjelasan itu aku sangat terharu, aku benar-benar bersyukur memiliki ryan, aku ingin berterima kasih meski entah dengan cara apa. Rasanya hidupku kini begitu mudah, semua beban di pundakku rasanya menghilang begitu saja.

"Oh iya, bagaimana dengan gaji? kau tidak mau menanyakan itu?" tanya bu rahayu padaku.

"Tidak bu, berapapun gajinya aku tak keberatan, terima kasih banyak telah memberiku kesempatan, aku akan bekerja sebaik mungkin"

Lalu kami bertiga tersenyum dan menikmati teh yang bu rahayu sajikan kepada kami, kukihat baik-baik sekelilingku. Toko pakaian itu memiliki sebuah ruangan semacam ruang tunggu, tersedia juga beberapa minuman dan snack yang diberikan secara gratis. Sementara bangunannya seperti sebuah kubus dengan kaca memenuhi sebagian besar dindingnya. Luarnya memiliki tembok berwarna hitam sedangkan bagian dalamnya putih bersih, begitu pula dengan ruang tunggu, meja dan segala aksesorisnya, semuanya terlihat putih bersih. Pakaian-pakaian cantik terpampang di beberapa sudut ruangan, dengan model patung yang terlihat menawan.

Beberapa bunga hias juga ada disana, begitu wangi dan indah. Seperti pakaian-pakaian yang kulihat berjajar rapi di tempat ini.

***

5 bulan berlalu sejak pertama kali aku datang ke toko baju ini. Aku bekerja pulang pergi menggunakan angkutan umum, dan seperti biasanya ryan terus-menerus menawariku dengan berbagai bantuannya, dan kali ini dia justru menawariku untuk membelikan sepeda motor untuk kupakai setiap hari. Aku benar-benar capek menolak semua tawaran itu, aku hanya mendelikkan mata dan memajukan bibirku pertanda aku tidak suka.

Aku sudah sudah cukup senang dan begitu puas dengan gaji yang kuterima, bagaimana tidak, bu rahayu memberiku gaji yang cukup besar, dia bilang itu karena aku merupakan supervisor ditoko itu, memang lucu mendengarnya, tapi mungkin dunia memang sedang berpihak padaku. Selain itu bu rahayu juga memberiku beberapa helai pakaian yang begitu indah, katanya itu sebagai sampel dan harus kupakai setiap kali aku bekerja agar tamu-tamu kami melihat dan semakin semangat untuk membeli produk kami. Menurut bu rahayu wajahku seperti model, tapi tentu saja aku sadar bagaimana mungkin gadis miskin sepertiku terlihat seperti model, itu mungkin hanya pujian saja agar aku bekerja dengan baik.

Selama bekerja aku benar-benar menghabiskan seluruh pendapatanku untuk kebutuhan rumah dan juga untuk pengobatan ayah, entah kenapa meski kini akulah yang jadi tulang punggung, tak sedikitpun rahmi merasa luluh atau bahkan sekedar mengucapkan terima kasih padaku, dia masih tetap rahmi yang dulu, rahmi yang selalu membenciku. Ia tetap bersikap dingin padaku meski aku memberinya uang, entah apa sebenarnya yang dia inginkan, entah mungkin dia tidak puas dengan penghasilanku atau mungkin memang dia begitu membenci kehadiranku.

Dirumah itu kini aku dan ayahku yang memiliki penghasilan, meski sering sakit-sakitan beliau tetap bekerja saat sehat, aku sudah mencoba meminta ayah mengundurkan diri saja tapi tentu saja ayah menolak. Setelah semua kesalahan yang dia lakukan dimasa lalu dia tidak mau lagi membuat anaknya terbebani dan hidup menderita. Meski aku meyakinkannya bahwa aku melakukannya dengan ikhlas dan sukarela, ayah tetap dengan pendiriannya.

Aku dan rahmi bahkan sudah beberapa kali membujuk agar ayah tinggal saja di mess bersama rahmi, agar tidak menempuh perjalanan yang begitu jauh setiap hari, karena itu hanya membuat kondisi ayah semakin memburuk setiap harinya. Tapi ayah terus-menerus berkata bahwa dia tidak ingin meninggalkanku sedetikpun. Aku paham perasaan bersalahnya sebesar apa, meski aku memohon dan meminta agar ayah tetap baik-baik saja, pada akhirnya ayah tetap dengan jawabannya, tidak ingin merepotkanku dan meninggalkanku sendiri. Aku dan rahmi yang sudah kehabisan akal untuk membujuk ayah hanya bisa memperhatikan setiap gerak-gerik ayah, kami hanya bisa menyajikan suasana rumah yang hangat dan juga makanan yang layak dan sehat untuk ayah, untuk sekedar membantu ayah menjaga staminanya.

Disuatu sore saat aku hendak pulang bekerja rahmi menelponku, dia menangis dan memintaku untuk segera pulang, saat aku bertanya padanya apa yang telah terjadi, rahmi tak menjawab, dia hanya menangis, aku yang panik segera menelpon ryan, aku memintanya untuk segera datang dan mengantarku pulang, aku takut sesuatu yang buruk akan terjadi jika aku terlambat.

Tanpa menunggu lama ryan sampai di tempat kerjaku, dia membawa sepeda motor, katanya agar kami bisa bergegas dan tidak terjebak dalam kemacetan. Aku yang sedari tadi ingin menangis segera menghambur kepelukannya, aku terus-menerus meracau dan memohon agar ryan segera mengantarku pulang.

***

"AYAH" teriakku sambil menghambur menghampiri ayah yang tergeletak.

"Apa yang terjadi kepada ayah?"

Rahmi hanya menangis terisak, sedangkan ayah terlentang di ruang tamu tak sadarkan diri, sementara ryan segera menelpon ambulans.

Sambil menunggu ambulans aku yang panik mencoba mendatangi tetanggaku satu persatu, aku mendatangi tetangga yang memiliki mobil, aku berharap agar mereka dapat membantu kami, tapi sayangnya mereka semua sedang tidak ada di rumah, aku benar-benar panik dan histeris melihat keadaan ayah.

Ryan yang melihatku tersungkur ditanah segera meraih tanganku, menuntunku untuk berdiri dan membawaku kembali pulang, mau tak mau kami harus sabar menunggu ambulans datang.

Sambil menunggu akhirnya rahmi bercerita sambil terisak.

"Ayahmu terjatuh saat pergi ke kamar mandi, ayahmu bilang bahwa kepalanya sangat pusing tadi pagi, ibu sudah mencoba menahannya agar tidak pergi bekerja tapi ayahmu tidak mau mendengarkan. Lalu saat pulang tadi wajahnya terlihat pucat, aku menyuruhnya segera beristirahat tapi dia bilang dia perlu ke kamar mandi dulu, aku ingin mengantarnya, aku sudah menggandeng tangannya tapi ayahmu bilang ini hanya ke toilet, pergi kerja saja aku mampu, begitu katanya"

Aku menangis semakin menjadi-jadi, aku memeluk tubuh ayah dan memanggil namanya namun tak ada respon sama sekali, aku semakin takut membayangkan jika seandainya ayah juga pergi meninggalkanku sama seperti ibu dan kedua kakakku.

Tak lama kemudian ambulans datang, mereka mencoba memberi pertolongan pertama kepada ayahku dan syukurnya ayahku masih hidup, kemudian mereka segera memasukkan ayahku ke dalam mobil diikuti dengan ibuku yang masih menangis dan memanggil-manggil nama ayah.

Aku mengikuti mereka dari belakang menggunakan motor bersama dengan ryan, sepanjang perjalanan aku tak henti-hentinya menangis sambil memeluk ryan dengan erat, aku sangat takut.. aku benar-benar takut.

Tak butuh lama akhirnya kami sampai di sebuah rumah sakit, ayahku segera diturunkan dan dilarikan ke UGD, dokter dan suster yang ada di ruangan itu segera menghampiri ayah dan mulai mengecek kondisi ayah, dokter berkata bahwa ayahku memerlukan penanganan secepatnya.

"Lakukan tindakan apapun, aku mohon! Tolong selamatkan Ayahku! apapun itu aku akan menyetujuinya! Tolong selamatkan Ayahku!" aku menangis sambil berlutut dihadapan dokter.

Beberapa menit kemudian ayahku dibawa ke sebuah ruangan sedanhkan kami menunggu di luar ruangan itu. Begitu juga dengan ibu yang saat itu mengenakan pakaian tidur lusuh, dia bahkan lupa memakai alas kakinya, aku benar-benar iba melihat ibu, aku dan ibu sama histerisnya saat itu, ryan terus memelukku dan mencoba menenangkanku.

Setengah jampun berlalu, kemudian dokter dan para perawat keluar dari ruangan itu, aku segera berhambur menghampiri mereka dan mencecar mereka dengan berbagai macam pertanyaan.

"Bagaimana ayahku? apa kondisinya sudah baik-baik saja? Dimana ayah sekarang? bolehkah kami masuk untuk melihatnya?"

Namun entah kenapa saat itu dokter dan suster hanya tertunduk, mereka tidak menjawab pertanyaanku satupun, dan ibu sepertinya menyadari apa yang telah terjadi kepada ayah. Ibu menjerit dan menerobos masuk ke dalam ruangan diikuti olehku dan ryan, nafasku rasanya sesak, dadaku panas, hatiku terasa sakit dan tubuhku mendingin. Pikiranku kacau tak tentu arah, kemudian aku melihat ayah telah terbaring diselimuti oleh kain putih dengan rahmi yang menjerit tersungkur di lantai rumah sakit memanggil-manggil nama ayah.

Selama beberapa saat aku hanya bisa diam mematung, rasanya ini seperti mimpi, aku tak percaya dan aku tak mau mempercayai pemandangan yang saat ini sedang kusaksikan. Ayahku yang terbujur kaku diselimuti oleh kain putih diatas ranjang rumah sakit, dan ibuku yang tersungkur menjerit memanggil nama ayah. Tenggorokanku rasanya tercekat, aku tidak bisa menangis, apalagi berteriak. Tanganku gemetar dan kakiku rasanya kehilangan keseimbangan, akupun terjatuh dan pingsan.

Saat terbangun aku sudah ada di ranjang rumah sakit, aku berharap semua ini hanyalah mimpi, aku bergegas bangkit dan bertanya kepada ryan di mana ayahku, ryan langsung memelukku dengan erat sampaikemudian seorang suster menghampiriku, dia memintaku untuk bersabar dan ikhlas menerima semua takdirku, dia lalu menuntunku menuju sebuah ruangan yang bertuliskan KAMAR JENAZAH. Saat itulah aku tersadar bahwa kini ayahku telah tiada, ayah telah pergi menemui ibuku di surga sana, kini hanya tersisa aku seorang diri didunia yang fana ini.

***

Sepeninggal ayahku rumah kami terasa sangat dingin, aku bahkan sangat iba melihat rahmi yang terus-menerus duduk termenung selama berminggu-minggu, dia tidak pernah mau makan, sudah beberapa kali dia jatuh sakit. Dimalam hari aku melihatnya menangis memanggil-manggil nama ayah, bahkan ketika dia tertidur dia terus mengigau memanggil nama ayah, hatiku teriris melihatnya, meski jahat kepada kami anak-anak ayah, namun hatinya begitu tulus mencintai ayah, yang lebih buruknya lagi aku tidak tahu bagaimana aku harus menghiburnya karena aku pun kini telah hancur sehancur-hancurnya. Baru saja sebentar ketemui kebahagiaan, kini tuhan memberiku rasa sakit yang berlipat-lipat ganda. Tak ada akhir bahagia untukku.

Aku mulai bertanya-tanya jika memang tuhan tidak mengizinkanku hidup dengan baik, mengapa aku harus dilahirkan ke dunia ini? Mengapa nasibku dan kedua kakakku begitu buruk dan tragis? Kenapa kami tak bisa merasakan indahnya hidup bahagia seperti orang lain? seperti anak-anak seusia kami?

Selama ini aku percaya bahwa buah kesabaran adalah kebahagiaan, aku selalu bersabar sejak aku kecil hingga dewasa, namun nyatanya kebahagiaan tak kunjung menjumpaiku. Aku lelah, aku menyerah untuk mencari dan menggapai kebahagiaan. Apa itu bahagia?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!