Kembali

1 tahun telah berlalu sejak aku resmi dipersunting oleh ryan, selama 1 tahun ini pula rasanya bunga-bunga indah tak berhenti bertaburan dalam hidupku. Kini aku memiliki seorang ibu yang kudambakan, aku memiliki seorang adik yang tampan yang sangat mirip dengan mendiang ayah, aku memiliki suami yang begitu menghargaiku sebagai seorang wanita, suami yang tampan, suami yang telah mapan, juga mertua yang begitu mencintaiku. Rasanya tak ada satupun kekurangan dalam hidupku kini.

Bisnis suamiku berjalan dengan sangat baik, berkat ketekunan dan kejujurannya selama ini, tak sulit baginya untuk dipercaya oleh banyak pihak. Sementara aku masih dengan kesibukanku mengurusi toko pakaian yang kini telah menjadi sebuah butik dengan ragam budaya indonesia yang kukenalkan kepada para pelangganku. Aku sendiri kini memiliki 12 orang karyawan yang membantuku mengelola butik itu.

Kedua mertuaku sangat memanjakanku, mama selalu membuat hidangan lezat untuk dikirimkan kepada kami setiap hari, padahal dengan penghasilan kami saat ini tentu kami mampu membeli apapun yang kami inginkan. Tak lupa juga dengan ibu, meski dengan segala keterbatasannya ibu tak pernah mau menerima uang dariku, beliau lebih memilih untuk berdagang dirumah peninggalan ayah. seminggu sekali ibu selalu berkunjung, dan terkadang aku datang dan menginap beberapa hari dirumah kami. Kehidupan kami semua sangat stabil dan selalu berjalan sesuai harapan. Sampai suatu malam ibu mengabari bahwa aini telah pulang.

Saat itu mertuaku sedang berkunjung dan berencana menginap, kami sedang bercengkrama diruang tamu, tiba-tiba handphoneku berdering, aku melihat nama ibu dilayar handphoneku..

"halo bu"

"halo aina, kau sedang apa? Apa kau senggang?" sahut suara disebrang sana dengan nada seperti ingin mengabarkan sesuatu.

"ya bu, aku sedang senggang, ada apa bu?" jawabku.

"aina, besok pagi datanglah kemari, aini telah pulang" ucap ibu dengan nada kebingungan.

"apa?? kedua kakakku pulang bu? Sungguh? Dimana mereka? Aku ingin mendengar suara mereka, cepat bu" aku berbicara dengan sangat antusias.

"tapi aina, bisakah kita berbicara besok pagi saja saat kau kemari?" lanjut ibu semakin kebingungan, entah apa yang sebenarnya beliau sembunyikan.

"tidak perlu besok bu, aku akan datang sekarang juga, tapi aku ingin mendengar suara mereka bu, aku mohon cepatlah"

"AINAAA, KAU INI CEREWET SEKALI, tak usah datang sekarang! ini sudah malam, lebih baik kau cepat tidur sana, kita bertemu besok pagi" ucap seseorang diujung telepon, suaranya begitu asing, namun mendengarnya menyebut namaku aku tau bahwa itu kak aini. Aku berdiri dari sofa dan berteriak kegirangan.

"kakak, sungguh ini kau? Kak aku mohon jangan pergi lagi, tunggu aku, aku akan segera datang, kalau saat datang aku tak melihatmu aku bersumpah aku akan mati saja" ucapku menahan tangis dan langsung menutup teleponnya.

"ryan, kedua kakakku telah kembali, bolehkan aku bertemu mereka sekarang juga? Aku mohon" ucapku sambil terus berdiri diruang tamu itu. Mama dan papa yang kebingungan hanya diam tak banyak bertanya.

"tentu saja sayang, ayo berangkat"

Aku bergegas kedalam kamar untuk mengambil tas dan segera berlari keluar kamar dan menuntun ryan untuk segera pergi. Ryan memberi kode kepada mama dan papa agar mengikuti kami. Kamipun segera meluncur menuju rumah ibu untuk bertemu kedua kakakku.

***

"APA?? KAK AIDIL HILANG?" aku memekik dan hampir terjatuh.

Malam itu saat sampai aku segera berlari menghambur kedalam pelukan kak aini, kami saling memeluk dan menangis. Aku berkali-kali menatap wajah kak aini yang kini telah dewasa. Aku mengusap wajahnya untuk memastikan bahwa ini bukanlah mimpi. Kupandangi wajahnya, kutelusuri ujung rambut sampai ujung kakinya, kudapati wajahnya begitu kurus dan kulitnya menghitam, pakaian yang dikenakan olehnya benar-benar lusuh dan terdapat banyak tambalan disetiap sisinya, dipadukan dengan celana jeans pria yang cukup besar, sementara sabuk yang dikenakannya sudah retak dan berkarat. sungguh semuanya tak layak untuk dipakai. Aku sangat miris melihat penampilan kak aini, aku menangis sejadi-jadinya, aku meminta maaf karena tak bisa menjadi adik yang lebih berguna.

"kau masih saja cengeng, kenapa kau menangis seperti itu? Aku kan sudah ada disisimu, apa kau tak senang aku datang?" ucap kak aini menggoda sambil mencubit pipiku yang basah.

Aku tak menghiraukan pertanyaannya, aku hanya memeluknya dengan sangat erat, aku tak mau kehilanganmu lagi.

setelah puas menangis dalam pelukan kak aini, tiba-tiba aku tersadar.

"kak, dimana kak aidil? apa dia didalam? Dia tidak menyambutku? Sungguh keterlaluan" aku bergegas masuk kedalam rumah, aku memanggil nama kak aidil dan menyapukan pandanganku kesetiap sudut rumah.

"ibu, dimana kak aidil? Apa dia sedang mandi?"

Mendengar pertanyaanku itu ibu dan kak aini hanya terdiam tak menjawab, wajah mereka menyiratkan bahwa sesuatu yang buruk telah terjadi.

"ada apa bu? Kak?" tanyaku sambil memandangi mereka satu per satu.

"ceritanya panjang, duduklah dulu aina"

Aku segera mendudukkan badanku dengan terpaksa, aku merajuk pada mereka, aku kesal entah kepada siapa, aku sudah muak dengan skenario semacam ini, karena jika mereka memintaku duduk tenang itu artinya sesuatu yang buruk telah terjadi.

Aku duduk didampingi oleh ryan, dia mengelus punggungku dan menggenggam tanganku, kak aini yang melihat sikap ryan tersebut tersenyum begitu tulus, senyum yang menyiratkan bahwa dia berbahagia atas kami. Sementara ibu dan yang lainnya segera duduk bersiap membicarakan sesuatu.

Kami semua duduk dengan kaku diruangan itu. Aku, ryan, kak aini, ibu, mama dan bahkan papa, tak ada yang memulai pembicaraan satupun. Suasana menjadi sangat hening dan aku mulai merasakan panas didadaku, dimana kak aidil? Apa yang telah terjadi padanya?

"aina" panggil kak aini memecah keheningan. Aku hanya menoleh dan mendengarkan.

"7 tahun yang lalu aku dan kak aidil bertengkar dengan teman kami sesama gelandangan. Pertengkaran itu disebabkan karena aku dan kakak diberi perhatian lebih oleh warga sekitar tempat kami sering beristirahat, kakak sering membantu warga-warga yang sedang kesusahan sehingga banyak orang mengenal kami, namun sayangnya kebaikan itu dibenci oleh teman-teman kami, kami beberapa kali diusir dan dipukuli, padahal saat mendapatkan sesuatu dari warga kami juga tak pernah memakannya sendiri, kami selalu berbagi, tapi entah kenapa mereka begitu ingin menyingkirkan kami" kak aini bercerita sambil tercekat karena terus menerus menahan tangisnya.

"suatu malam segerombolan pengamen menyerang kami, kami yang panik dan tak tahu harus kemana kami pulang akhirnya berlari kemanapun kami mampu, tiba-tiba sebuah kereta melintas, kamipun berlari mengejar kereta itu sampai ke stasiun, tanpa berpikir panjang kami menaiki kereta itu" lanjut kak aini bercerita.

"kami terus berdampingan selama didalam kereta, kami berusaha menghindari petugas penagih tiket dan kami berhasil. Kami berencana ikut kereta itu sampai tujuan akhir lalu kembali pulang menemuimu, namun saat kereta itu sampai disuatu stasiun entah dimana, tiba-tiba orang-orang berkumpul dan berdesakan berebut untuk turun terlebih dahulu, semakin kereta berhenti kerumunan semakin padat dan aku terpisah dari kakak"

"Saat kerumunan mulai sepi aku berlari dari satu gerbong ke gerbong lainnya untuk mencari kakak, tapi tak kutemukan dia, aku berpikir karena kami sudah berencana menaiki kereta sampai tujuan akhir, maka kami pasti akan bertemu distasiun terakhir, sehingga aku dengan tenangnya duduk dikereta sambil berharap kakak datang"

"5 jam berlalu, aku tak menyangka perjalanan itu begitu panjang. Kereta sampai ditujuan akhir setelah 10jam diperjalanan, aku menahan lapar saat itu karena tak memiliki uang sepeserpun, aku ingin mencari kembali kakak tapi aku takut dipergoki oleh petugas sehingga aku hanya diam dan duduk. Lagi-lagi aku mengira bahwa kakak juga mengira hal yang sama sehingga kakak tak datang menemuiku."

"saat sampai di stasiun terakhir akupun turun, aku menyapukan pandanganku kesemua orang yang keluar dari pintu kereta, namun sampai suasana sepi aku tak juga menemukan kakak, aku pergi ke petugas stasiun dan meminta mereka mencari kakak untukku, namun hingga 4 jam menunggu kami tak juga menemukan kakak. Aku menangis meraung-raung kepada petugas, petugas menanyaiku, siapa namaku, siapa nama kakak dan juga dimana alamat kami, mereka bilang mereka akan mengantarku sampai kerumah dan meminta bantuan polisi untuk mencari kakakku"

"saat itu bodohnya aku, aku pergi ke antah berantah, aku kabur dari pengawan petugas karena aku yakin aku bisa menemukan kakak dengan usahaku sendiri. Aku terlunta lunta dikota yang tak kukenal. Aku berjalan keseluruh penjuru berharap menemukan kakak. Aku bertekad bahwa aku tak akan pernah kembali sampai aku menemukan kakak, hingga tak terasa aku sudah sebesar ini" lanjut kakakku dengan senyum kecil yang berarti.

mendengar penuturannya aku menangis, air mataku semakin membanjiri pipiku, pakaianku teramat basah karena terus menerus ditetesi oleh air mata. Namun yang tak kusangka adalah ibu, dia menangis meraung sambil bersujud dikaki kakak. Aku tak berusaha menghentikan, begitu juga dengan kakak, kami sama-sama menyadari pahitnya kehidupan kami hingga mengalami hal buruk bertubi-tubi.

Ibu tak hentinya meminta maaf kepada kakak, ibu bahkan rela melakukan apapun agar kakak memaafkannya. Sementara mama dan papa hanya terdiam dan meneteskan air mata. Mereka juga tak tau apa yang harus dilakukan saat itu.

Setelah beberapa saat kakak meraih bahu ibu dan meminta ibu untuk bangkit.

"aku tau kau telah berubah, aku melihat aina yang begitu cantik saat ini, aku melihat wajahmu yang begitu teduh saat menyambut kepulanganku, aku juga mendengar aina terus menerus memanggilmu ibu, kau telah menjadi ibu yang sesungguhnya bagi aina, itu sudah cukup bagiku. Yang telah berlalu biarlah berlalu, kita lupakan segala sakitnya" ucap kakaku sambil memegang kedua bahu ibu yang bergetar karena tangisnya.

Kakak berbicara begitu tegas, kebijaksanaan terpancar dari wajahnya, rambut pendek sebahunya semakin mempertegas kemandiriannya.

"aku berharap kau juga bersedia menjadi anakku, kuharap aku bisa menebus segala dosaku padamu dulu aini, aku mohon tinggallah disini bersamaku, semua yang ada disini adalah milikmu" ucap ibu sambil menangis dan membelai wajah kak aini.

"ibu, aku juga lelah sendirian, aku ingin datang dan mengadu padamu setiap saat, aku juga ingin tinggal dirumah yang hangat ini, aku janji aku akan mencari pekerjaan, tolong izinkan aku untuk kembali" akhirnya tangis kakakku pecah, ibu dan kakak berpelukan dan mereka saling memaafkan.

sejak saat itu kakak tinggal bersama ibu, dan sama seperti ibu, kakak juga tak berkenan menerima semua bantuanku. Yang kakak terima hanyalah pakaian-pakaian bekasku, itupun dengan tegasnya berkata bahwa kakak akan menggantinya suatu saat nanti.

Dengan bantuan ryan, kakak akhirnya bekerja sebagai asisten rumah tangga di salah seorang kenalan mama. kakak bekerja begitu giat, pengalaman hidupnya tampaknya telah mematangkan kedewasaannya.

Ditengah kehidupan kami semua yang begitu rukun, hati kami masih terganjal, masing-masing dari kami berdoa untuk kepulangan kak aidil. Masing-masing dari kami tanpa diketahui oleh orang lain, menangis mengharapkan segala kebaikan menyertai kak aidil. Sebagaimana kebaikan menyertai kami.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!