Walau hari telah menggelap, Lucy tak ada niatan untuk kembali beranjak. Walau angin malam telah berhembus, ia malah tidak merasa kedinginan. Waktu telah mengalir begitu saja, namun ia sedari tadi hanya diam, murung dan melamun di bawah pohon tua, tempat Lucy dan Putra Mahkota menghabiskan hari-hari kecilnya disana.
Derapan langkah yang terdengar dari jarak jauh membuat dirinya tersadar bahwa ada seseorang yang tengah mendekat, gadis itu tertarik untuk melirik ke arah sumber suara itu, ia berpikir apakah Putra Mahkota datang berkunjung kepadanya? Namun ternyata yang menghampirinya saat ini ialah Sir Emillo.
“Anda kemari karena disuruh Flona ya.” Lirihnya tanpa bertenaga.
“Kenapa anda seperti kecewa begitu.” herannya melihat Nona yang satu ini tidak begitu energik.
“Apa aku terlihat seperti itu?”
“Haah..”
Dan jawaban Pria itu cukup membingungkan.
“Tidak.”
‘Dia kenapa?’ batinnya bingung.
“Angin malam tidak baik untuk tubuh Nona, sebaiknya anda segera kembali.” pinta pemuda itu bernada tegas. Namun Lucy hanya menatap malas, “Tidak mau.” Tuturnya sembari membenamkan kepalanya di atas lutut.
Tidak ada keinginan untuk memaksa, pemuda itu memilih duduk berjarak disamping Lucy, hal itu cukup membuat Lucy terkejut.
‘Ngomong-ngomong, interaksi kami di dunia ini sangat sedikit ya, apa kedepannya dia akan tetap menyukai Lucy ya?’ lirihnya merasa penasaran.
Gadis itu terkekeh sembari menopang dagunya, ia hanya fokus memandangi wajah Pria yang ada disampingnya ini. “Aku hanya berharap kamu mendaatkan seseorang yang dapat membalas perasaan mu.” Lirihnya teramat pelan.
“Nona?” sahutnya dengan raut wajah bingung.
“Y-ya?!” paniknya ketika tanpa sadar ia mengatakan perkataannya lewat mulut.
“Sir apa saya boleh menanyakan sesuatu?” Tanya gadis itu tiba-tiba. Ia berpikir sejanak, tak lama kemudian pemuda itu mengangguk mengiyakannya.
“Apa Sir tidak merindukan rumah?” tanyanya tiba-tiba.
Deg..
Entah kenapa suasanaya berubah menjadi canggung. Ia rupanya telah menanyakan hal yang terlalu sensitive. Gadis itu pun kelihatan panik.
‘Bagaimana kalau dia jadi benci aku?!’
“Ah anu.. begini.. saya juga sebenarnya rindu rumah..” lanjut gadis itu diiringi senyuman yang terpaksa.
“Rumor beredar, Nona tidak memiliki hubungan harmonis dengan keluarga anda.” tanya pemuda itu bernada aneh.
“Diluar memang kelihatan begitu..” lirihnya sembari menunduk.
“…..”
“Saya merasa saya tidak memiliki rumah, ada pun saya tidak akan merindukannya. Ayah kandung saya berharap saya mati di medan perang, karna saya yang hanyalah anak dari pelayan merupakan aib bagi keluarga. Saya hanya beruntung bertemu dengan Yang Mulia, tidak ada harapan lain bagi saya selain mengabdi kepada Yang Mulia.” tutur Pria itu tiba-tiba, tanpa mempermasalahkannya Pria itu menceritakan sedikit kehidupannya kepada Lucy dan itu cukup membuatnya tercengang.
“A… maaf saya..”
“Tidak apa-apa Nona, itu sudah menjadi topik yang hangat dikalangan bangsawan.” Lirihnya dengan raut wajah sedih.
“Jika saya mengatakan semangat untuk anda, maka itu akan terkesan dipaksakan. Saya hanya berharap anda bisa melakukan apapun mengikuti kata hati anda. Kita tidak perlu bertaham untuk seseorang yang bahkan tidak menginginkan kita.” Lirih gadis itu di iringi senyuman tulus. Entah kenapa situasi mereka terlihat sama.
“Terdengar seperti Anda ya.”
Krack..
Tepat sasaran dan menohok hati.
“HEEE?! Yang Mulia tidak begit-” ucapannya terhenti ketika dirinya merasa tidak begitu yakin dengan mulutnya. ‘Apa Yang Mulia benar-benar tidak seperti itu?’ tanyanya dalam hati, dan..
Fft..
“Ha?”
“Haha! Saya bercanda Nona.” sahutnya di iringi tawa yang renyah.
“Eh?” reaksinya hanya diam membatu. Apa dia tidak salah lihat? Barusan Emillo tertawa lebar? Pria yang kaku itu?
“Reaksi Nona benar-benar lucu. Wkwkwk!” lanjutnya lagi yang belum merasa puas menertawakan mimik mukanya. “Anda menyebalkan.” tuturnya diiringi mata yang memicing tajam.
“Baiklah maaf.. Nona tidak perlu khawatir. Saya yakin Yang Mulia ini sangat menyukai anda.” ucapnya dengan snyuman lebar.
“Anda sehat?” tanyanya kesal. Pria itu malah mengedikkan bahunya pertanda ia berpura-pura tidak tahu bahwa Lucy saat ini tengah memasang wajah yang paling kesal kepadanya.
‘Anda bertingkah bersahabat seperti ini.. sejujurnya ini membuat saya terkejut.' batinnya diiringi helaan nafas yang berat.
“Baiklah.. sejak dulu saya penasaran! Saya selalu melihat anda berada di samping saya. Saya sedikit bingung, apa anda sebenarnya makan dengan benar dan tertidur dengan baik?” tanyanya heran ketia ia mendapati Sir Emillo yang 2r jam mengawalnya. Pria itu hanya terkekeh kecil, “Nona tidak perlu mengkhawatirkan saya, saya tidur dengan nyenyak, dan makan dengan lahap.” Tutur pemuda itu dengan tampang seriusnya.
‘Aku jadi yakin, bahwa dia berpura-pura serius untuk kelihatan keren ( ͡°Ĺ̯ ͡° )’ cibirnya sebal dalam hati.
Habisnya baru saja ia mendapati moment Pria itu yang tertawa lebar dengan tidak elegantnya.
Tiit...
Becanda.. Lucy kira, Pria ini hanyalah Pria kaku yang tidak bisa berekspresi selain memasang wajah dingin atau sedih.. namun ternyata dia juga aga ekspresif, ini diluar dugaan.
“Nona.. anda..” pemuda itu seperti ingin mengatakan sesuatu kepadanya namun mulut itu menahannya seolah semua kalimat itu ditelan kembali bulat-bulat.
“Ya? Katakan saja..” pinta gadis itu diiringi wajah yang tersenyum. Bukan karna apa-apa sih, Lucy sebenarnya hanya penasaran padanya yang ingin mengatakan apa.
‘Hehe.’
“Awalnya saya tak percaya dengan rumor bahwa Nona kehilangan Ingatannya.” ujarnya pelan.
‘Hah? Aku? Hilang ingatan?’
“Maksud anda apa?” tanyanya tak begitu memahami.
Sir Emillo terlihat menghela nafas. “Semenjak kejadian perburuan tahun yang lalu anda terkena syok hingga lupa ingatan. Awalnya saya berpikir itu hanya rumor semata. Namun saya baru mempercayainya ketika Nona menanyakan nama saya setelah sekian lamanya tidak bertemu.” lanjutnya bernada berat.
Menerima semua fakta itu, Lucy kini mematung untuk sesaat, ‘Kesalah pahaman macam apa ini?’ batinnya heran.
Tak mau membuang kesempatan yang ada, gadis itu akan memanfaatkan timing yang tepat seperti ini untuk mengorek-ngorek soal kejadian perburuan di tahun lalu. Ia pun melancarkan aksinya dan mulai bertanya, “Pelayan saya mengatakan, bahwa saya bangun seperti melupakan kejadian kemarin, dan mereka bersyukur atas itu. Namun saya tidak begitu mengingatnya, apa anda bersedia untuk menceritakannya kepada saya?” tanyanya dengan raut wajah serius.
‘Apa aktingku sudah cukup baik? Sebenarnya aku tidak hilang ingatan.. melainkan aku memanglah orang yang berbeda ( ͡° ʖ̯ ͡°). Tapi jika mereka semua sudah salah paham seperti itu terhadapku.. aku juga tidak berniat meluruskannya.’ lirihnya yang entah kenapa merasa lega berada disituasi seperti ini.
“Itu..”
“Apa Nona tidak masalah mengingat ingatan buruk itu? Bukankah lebih baik anda memang melupakannya?” tanya pemuda itu penuh pertimbangan.
“Tidak apa-apa… saya berjanji akan baik-baik saja.” jawabnya penuh keyakinan.
“….”
Pria itu tampak terdiam sejenak, kemudian ia mulai menceritakan kejadian masa lalu itu kepada Lucy yang tengah memperhatikannya dengan seksama.
Setahun yang lalu, perburuan kerajaan digelar seperti biasa mengikuti tradisi di setiap tahunnya. Hal ini memang sudah tidak aneh lagi dikalangan bangsawan. Untuk pertama kalinya Pemuda bernama Sir Emillo itu datang ke perburuan ini sembari membawa pasangan, terlebih pasangan itu adalah kekasihnya Putra Mahkota.
Pria itu juga tidak mengerti, entah karena apa Yang Mulia Putra Mahkota tiba-tiba berubah pikiran dan lebih memilih menjadikan Lady dari keluaraga Baron itu sebagai Partnernya.
Pria itu tidak pernah berhenti memikirkan hal ini, “Apa saya yang merupakan anak haram ini pantas menjadi partner Nona Barayev yang terhormat?” tanyanya berulang kali dalam hati. Tapi selama perjalanan di kereta kuda, respon gadis itu hanya diam saja walaupun sampai memasuki gerbang acara perburuan, perempuan itu harus menggandeng lengannya.
Saat perburuan akan segera digelar, gadis bersurai blonde itu mengeluarkan sapu tangannya. Wajahnya terlihat kikuk memandangi Putra Mahkota dari kejauhan yang masih saja asik berbincang dengan Lady Chevalle itu, ‘Ah.. aku mengetahuinya. Dia ingin memberikan sapu tangannya kepada Yang Mulia.’
Namun setelah melihat Yang Mulia menerima sapu tangan dari Lady berambut merah itu dengan senyuman hangat, tampaknya perempuan itu memilih mengurunkan niatnya. Dengan terpaksa dirinya tersenyum dan menyerahkan sapu tangan itu sambil berkata, “Berjuanglah.”
Walaupun hanya satu kata, namun entah kenapa hal itu cukup berarti bagi Emillo.
“Agar saya tidak terasa begitu memalukan untuk Nona, saya berjanji akan menangkap hewan buas yang besar dan mempersembahkannya kepada Nona.” ujar pemuda itu sembari berlutut di hadapannya. Ekspresi Lucy terlihat tercengang, “Anda tidak perlu sampai seperti ini.” tukasnya dengaan raut wajah tidak menyangka.
Hingga Perburuan itu usai, Sir Emillo kembali sembari menepati janjinya. Ia kembali sembari membawa beruang besar dan berniat memberikannya kepada Lucy.
Namun, bukannya gadis itu tersenyum sembari menerima persembahannya, Pria itu malah menyaksikan Lucy yang kini terkapar sekarat di atas tanah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 181 Episodes
Comments