Memang sulit untuk di percaya, tapi tampaknya Sheyra telah melancarkan aksinya duluan bahkan saat lonceng pertandingan itu belum dimulai. Ia merasa memang tabiat Sheyra adalah seorang perebut kekasih orang.
Ia pun menggeleng-gelengkan kepalanya, “Tidak apa-apa.. tidak apa-apa.. aku punya rencana baik..” lirihnya sembari mengusap dadanya berniat untuk menenangkan diri.
Jika memang masih ada kesempatan, Lucy akan mencoba memisahkan Sheyra dari Putra Mahkota. Walau dia tidak yakin bisa merubah takdir yang sudah di tetapkan. Ia hanya berharap dapat memberikan image se fositive mungkin tentang hubungannya dengan Putra Mahkota di depan umum. Agar tidak ada kesalah pahaman lagi tentang publik yang menilai dirinya sebagai tokoh antagonis dan memutar balikkan fakta bahwa antagonis yang sebenarnya adalah wanita itu yang berusaha merebut kekasih Lucy.
...***...
Tiga hari telah berlalu semenjak undangan dari Putri bungsu Baron disebarkan, 2 hari lagi pesta perayaan kedewasaannya semakin dekat. Namun alih-alih meminta Putra Mahkota itu menjadi partner pestanya, mereka saja belum memiliki kesempatan untuk bertemu lagi.
Semenjak surat undangan itu di terima Putra Mahkota, entah kenapa Pria itu menjadi sibuk dan tidak memiliki waktu untuk mengunjungi istana Lucy, alih-alih Lucy yang mengunjungi Putra Mahkota.. ia juga malah diberi waktu yang amat sibuk dengan pekerjaan dan segala jadwalnya. Sehingga ia hahya bisa mengurung diri di Istana Putri.
“Biasanya Yang Mulia rajin menemuiku.” Lirihnya dengan mata sayu.
Ia hanya terdiam ditempat tidurnya sembari menunggu Flona menyalakan lilin aroma terapinya. Lilin ini mengandung obat tidur dan juga obat penenang, akhir-akhir ini gadis itu tidak tertidur dengan baik, terlebih Karena ia diberikan mimpi yang buruk berulang kali. “Aku hanya berharap dapat tertidur dengan nyenyak.” Gumamnya merasa resah sembari membaringkan dirinya di tempat tidur.
“Tapi Anda tidak boleh sering menggunakannya ya?!” peringat Flona pertanda bahwa benda itu memiliki efek samping. “Kali ini saja..” lirih Lucy bernada memelas. Flona hanya menghela napas dan menuruti permintaannya.
“Selamat tidur Nona.” pamit Flona sembari menutup pintu kamarnya secara perlahan.
“Masalah pesta kita pikirkan besok saja..” tukasnya sembari memejamkan matanya.
Alih-alih tertidur dengan nyenyak, ia merasa mimpi buruknya itu datang kembali.
“Tidak.. itu belum terjadi.” Gelisahnya diiringi keringat dingin yang menuruni pelipisnya.
Apa karna sebelumnya ia mendengar tentang tanggal pernikahan yang sudah ditentukan lewat mimpi itu, jadi saat ini ia mendapati mimpi pernikahannya dan merasakan tubuhnya yang mulai hangus karna dilahap api?
‘Tidakk mau… itu mimpi yang sangat mengerikan..’
‘Aku bukan Lucy.. kenapa aku harus merasakan penderitaan ini juga..’
Tok.. tok.. tok..
Sebuah ketukan jemari di balik pintu kini terdengar memenuhi kamarnya yang terasa sunyi, gelap dan hampa, yang awalnya Lucy hampir saja tertidur karena mengantuk, kini ia terjaga dengan perasaan yang gelisah. “Siapa yang mengetuk pintu tengah malam begini..” tanyanya merasa heran dan curiga.
“Sir Emillo!” lirihnya pelan-pelan, namun tidak ada yang memberi jawaban barang sepatah dua kata, seolah pertanda bahwa saat ini Pria itu tidak berjaga di depan pintunya.
Telapak kakinya yang halus kini menyentuh lantai kamarnya yang dingin, dengan berbekal cahaya yang tipis dari pantulan lilin, ia memberanikan diri untuk melangkah menghampiri pintu.
Jika yang mengetuk pintu itu juga adalah Flona, maka pastinya gadis muda itu akan masuk sembari memanggil namanya.
Namun kenyataanya tidak seperti itu.
Matanya yang mulai mengantu akibat pengaruh lilin aroma terapi itu kini dipaksakan untuk berwaspada, ia terlihat ragu untuk menarik gagang pintu itu, kedua lengannya bergetar antara memilih membuka pintu atau membiarkannya.
‘Bagaimana jika orang ini pembunuh bayaran..’ lirihnya takut setengah mati.
Memikirkannya saja cukup membuat lututnya melemas.
Deg..
Deg..
Tapi jika itu memang benar, kenapa pembunuh bayaran itu tidak masuk lewat balkon kamarnya saja. Bukankah itu akan menjadi lebih mudah? Pikirannya semakin memburuk.. apa jika dirinya membuka pintu, maka sebilah belati yang tajam akan menembus dinding perutnya hingga berdarah?
“Lucy…” lirihnya samar-samar dibalik pintu.
Gadis itu yang lama terhanyut dalam lamunannya kinii tersentak kaget. Ia mengamati nada bicaranya, dan..
“Yang Mulia?” lirihnya setelah pintu itu terbuka dengan perlahan.
Kedua netra coklatnya membulat dan bergetar ketika mendapati pemandangan tak terduga di depannya. “Anda kemana saja beberapa hari ini?” lirihnya yang entah kenapa terasa sedih. ‘Entah kenapa.. Saya merasa merindukan anda, Yang Mulia..’
Bukannya menjawab, Pria itu hanya terdiam menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan, dengan langkah yang lunglai, Pria itu menghampirinya dan memeluknya dengan hangat. Ini terasa aneh, kenapa tubuh Pria itu bergetar? ‘Seolah anda sedang ketakutan..’
“Ada apa Yang Mulia? Ini sudah larut malam..” lirihnya merasa bingung mengamati situasi saat ini.
“Perempuan menakutkan itu datang lagi.” Racaunya bernada tak jelas.
“Siapa yang anda maksud? Mohon maaf.. Anda berat Yang Mulia..” tukasnha yang mulai kewalahan ketika Pria itu menjatuhkan dirinya di dekapan Lucy. Gadis itu mencium bau yang sedikit menyengat darinya, “Rupanya anda mabuk ya..” lirihnya diiringi helaan nafas.
Akan tetapi, Lucy merasa sedikit lega ketika tahu yang mendatanginya malam-malam begini bukanlah seorang pembunuh bayaran yang di kirim untuknya, melainkan tunangannya, Yang Mulia Reygan.
Setelah memperhatikan ke sekitar, tampaknya Emillo pergi meninggalkan tempat ini ketika ia menyadari keberadaan Putra Mahkota yang datang kemari. “Pantas saja dia tidak ada.” lirihnya yang hampir terhanyut kembali dalam lamunan.
Dengan segera ia menggeleng-gelengkan kepalanya kemudian dengan bersusah payah membawa Reygan ke tempat tidurnya.
Brukk..
Gadis itu membaringkan Pria itu diatas tempat tidur, walaupun sebenarnya ia sedikit mengomelinya karna tubuh besarnya itu benar-benar teramat berat. “Kenapa sih anda malah bertingkah seperti bayi!” ocehnya sebal.
Namun lagi-lagi Pria itu hanya meresponnya dengan racauan tak jelas seperti tadi, “Penyihir gila itu..” lirihnya dengan mata terpejam. Gadis itu mengernyit kebingungan, “Apa yang anda maksud itu saya?” tanyanya dengan perasaan aneh, dengan segera ia pun duduk ditepian tempat tidurnya.
“Saya memang penyihir, tapi saya tidak gila.” Bantahnya yang entah kenapa merasa tak terima dikatai seperti itu.
“Wanita mengerikan..”
Gadis itu hanya diam terpaku memandangi wajah tunangannya yang tertidur pulas, jemarinya kini terangkat merapikan helaian rambut hitamnya yang menutupi mata, kini ujung bibirnya terangkat melengkung tipis. “Saya tidak peduli, anda mau menilai saya seperti apa. Tapi hanya kali ini saja ya, saya mengalah. Tidurlah yang nyenyak, Yang mulia.” Lirihnya sembari mengecup tipis di kening Pria itu.
“Saya tidak tahu kedepannya akan seperti apa, tapi setidaknya saya bisa mempercayai anda untuk saat ini..” ujarnya diiringi senyuman pilu, gadis itu membangkitkan dirinya berniat untuk pergi ke arah sofa, namun secara tiba-tiba Reygan mencekal pergelangan tangannya.
“Jangan pergi Lucy..”
“!!!?”
Gadis itu terperanjat dan menoleh kearahnya, ia berpikir bahwa Pria yang baru saja memanggil namanya tadi telah bangun dengan kesadaran penuh. Namun ia salah, ternyata Pria itu hanya tertidur lelap dengan raut wajah yang entah kenapa terasa lebih baik dari sebelumnya.
“Dia melindur ya.” Kekehnya ketika ia terlalu banyak berharap.
“Kenapa anda menunjukan diri anda yang tanpa pertahanan seperti in?” tanyanya begitu penasaran.
“Anda beruntung karena saya adalah Lucy.” Lirihnya sembari menyentuh dada Pria itu, ia merasakan hangatnya nafas dan debaran jantungnya yang berdetak.
‘Karna saya Lucy, perasaan gadis ini sudah pasti mencintai Anda.. jika saya orang jahat, mungkin saya akan membunuh anda yang dalam kondisi lemah seperti ini.’
Ia menarik pergelangan tangannya secara perlahan dengan niat untuk tidak membangunkannya yang telah tertidur pulas. Lucy hanya tersenyum kecil, “Saya merasa aneh, kenapa anda yang mabuk ini malah berlari dan mencari saya.”
Matanya yang sudah terasa berat tak kuasa lagi untuk menahan kantuknya, dengan cekatan ia membawa bantal dan berbaring di atas sofa, ia akan mengalah sekali saja walaupun rasanya tidur di sofa tak begitu nyaman. Kelopak matanya yang telah sayu diiringi tatapannya yang meremang kini menutup secara perlahan, ia juga tidak lupa untuk mengucapkan salamnya sebelum tertidur pulas.
“Selamat malam, Yang Mulia.” tukasnya diiringi senyuman hangat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 181 Episodes
Comments
Yuuta
ditunggu next chapternyaa
2023-08-14
1