DILEMA

Kelompok Andreas dan Yudith bergabung dengan dua kelompok lain mendapat tugas melakukan pelayanan di sebuah tempat penampungan para GEPENG (gelandangan, pengemis, pemulung dan pengamen), bahkan juga ada ODGJ di sana. Tempat itu diberi nama Wisma Singgah Sahabat, terletak di kelurahan D, kecamatan L.

Tengah asyik membantu seorang ODGJ memotong kuku, tiba-tiba ada air menyemprot ke arah Yudith. Gadis itu menoleh ke arah dari mana air berasal dan hanya menatap datar pada si pelaku. Hanya sejenak, sekadar tahu saja, lalu kembali menekuni tugasnya.

"Wah! Maaf, Dith. Aku sengaja." Dua kata terakhir Ratna ucap dengan suara rendah sambil tangan kanannya menempel di pipi, pura-pura syok.

Gadis itu mendapat tugas mencuci beberapa pakaian kotor milik penghuni wisma. Sejak awal dia sudah kesal karena merasa tugasnya jauh lebih berat dari Yudith. Padahal, dia sendiri yang tidak mau berinteraksi dengan orang-orang yang dianggapnya kotor dan menjijikan, makanya pembina memberi dia tugas untuk bersih-bersih.

Dugh

"Aduh!"

Tubuh Ratna sempoyongan karena disenggol Suster Vero. Kalau saja tidak cepat berpegangan pada dinding tempat mencuci itu, dia pasti sudah jatuh.

"Ups, maaf. Aku sengaja." Suster Vero pun membelalakkan mata, pura-pura syok sambil menutup mulut yang menganga.

Sialan suster satu ini.

Di hadapan Suster Vero, Ratna selalu tidak berkutik. Dia hanya menatap kesal sambil memaki dalam hati, lalu kembali melanjutkan tugasnya.

Suster Vero mendatangi Yudith dan memberinya sapu tangan untuk mengelap bajunya yang basah.

"Selalu saja bikin gara-gara. Untung kelompok si Lodi enggak jadi satu sama kelompok kita. Kalau enggak bakal ada dua pengacau."

Yudith hanya diam. Setelah selesai mengelap bajunya, dia kembali melanjutkan memotong kuku orang yang sedari tadi bicara ngelantur. Kehadiran Yudith tidak dia hiraukan. Meski gadis itu memegang tangannya, ODGJ itu tetap saja seperti merasa sedang sendirian di dunianya sendiri.

"Tugasmu sudah selesai?" Yudith menatap Suster Vero yang malah duduk di sampingnya, alih-alih pergi ke tempat tadi dia ditugaskan.

"Sudah. Aku dari tadi kok enggak lihat Andreas, ya."

"Dia sama anak putra lainnya kan ditugaskan di halaman belakang."

"Haah! Akhirnya, kelar juga." Baru saja dibicarakan, yang bersangkutan sudah muncul bersama yang lain. Wajah Andreas tampak padam dan basah, juga terlihat lelah. Akan tetapi, matanya langsung berbinar saat melihat Yudith.

"Kalian juga sudah selesai?"

Andreas sudah hendak menghampiri Yudith dan Suster Vero, tetapi lengannya dicekal Fitus. "Kau belum lupa sama peristiwa kemarin, kan? Jangan cari masalah lagi kau." Remaja berkulit cokelat gelap itu berbicara dengan suara rendah.

"Sana, sana, sana ...." Sambil tertawa meledek, Suster Vero mengibas-ngibas tangan---gestur mengusir, sedangkan Yudith hanya melihat Andreas sekilas lalu pura-pura sibuk membersihkan pakaian dari potongan kuku.

Andreas terpaksa menjauh karena teringat pesan Bruder Lius yang intinya sama seperti peringatan Fitus tadi. Sampai pulang dan tiba kembali ke kompleks yayasan, Andreas sukses menahan diri untuk tidak berinteraksi dengan Yudith.

Kelompok mereka adalah yang pertama kali sampai, duduk di bangku batu pualam depan kantin adalah pilihan yang tepat, selain udaranya lebih sejuk karena berada di bawah pohon rindang, mereka juga jadi lebih dekat dan gampang kalau mau membeli camilan.

Andreas, Suster Vero, Fitus, dan Yudith duduk dalam satu kelompok untuk melakukan evaluasi dan melengkapi catatan kegiatan mereka hari ini, sedangkan Ratna duduk memisahkan diri. Walaupun rasa hati ingin selalu berdekatan dengan Andreas, tetapi dia enggan dekat-dekat Yudith dan Suster Vero

Selagi yang lain asyik berceloteh, Yudith yang tadinya sibuk mencatat tiba-tiba kini hanya diam menunduk merenungi bukunya. Peristiwa tadi pagi mendadak kembali mengusik hati dan pikirannya.

"Aku enggak mau tau, pokoknya sekarang juga kembalikan Yudith ke asrama dalam! Dia enggak cocok tinggal di sini, Sus!"  Bu Cici yang hanya orang awam, berani berteriak sambil menuding-nuding wajah Suster Rosa yang merupakan salah satu orang penting di yayasan.

Demi menutupi malu karena rencana jahatnya bersama ketiga pegawai yang lain untuk mengerjai Yudith sudah ketahuan, arogansi Bu Cici semakin menjadi-jadi dan terlihat jauh lebih galak.

"Siapa bilang tidak cocok? Justru karena cocok makanya aku bawa Yudith kemari untuk menampar kalian! Malu sama yang belum berpengalaman, tapi sudah paham apa yang harus dilakukan." Suster Rosa pun tidak mau tinggal diam. Meski tindak-tanduknya kalem, tetapi setiap kata yang terlontar selalu tegas penuh penekanan.

"Jangan kalian pikir aku tidak tau kemalasan kalian. Noval kapan lalu super hiper karena Asti lalai memberi obat tepat waktu. Erik diare karena makan coklat dari pengunjung. Tapi mana laporannya?" Wajah ayu Suster Rosa tetap tenang, tetapi tatapan matanya lekat, tajam, dan mencela.

"Hanya karena dia rajin mengisi administrasi anak, bukan berarti bisa segalanya!" Bu Ambar pun tidak kalah gusar dari Bu Cici. Dia yang bertugas menjadi eksekutor rencana jahat mereka, sepertinya ingin terlihat garang untuk menyelamatkan muka yang sudah terlanjur malu.

"Buktinya dia bisa. Jauh lebih bisa dari kalian. Harusnya kalian senang---"

"Aku enggak suka karena dia ini sering kegatelan sama anak putra!" ucapan Bu Cici sungguh menyakitkan. Meski sudah sering mendengar kata kegatelan disematkan untuknya, tetapi saat itu rasanya tidak sama. Kalau biasanya Yudith cuek dan biasa saja, saat itu hatinya merasa tidak terima.

Ingin sekali dia membela diri dan mengatakan, aku tidak seperti itu. Namun, mulutnya tetap saja terkatup rapat. Menahan perasaan itu ternyata sangat menyesakkan. Tanpa sadar, kini Yudith menghela napas berat.

Tadi pagi, dia sempat terjebak di ruang makan selama kurang lebih setengah jam, duduk dengan kepala sedikit tertunduk di antara Bu Cici dan Bu Ambar, menghadap Suster Rosa, sebelum akhirnya berangkat ke sekolah bersama Suster Rosa naik mobil inventaris asrama yang dikemudikan Suster Rosa sendiri supaya tidak terlambat.

Peristiwa itu sudah berlalu beberapa jam yang lalu, tetapi masih terus terngiang dan terbayang di benak Yudith. Tadi saat masih disibukkan oleh kegiatan pelayanan sosial, pikiran Yudith bisa teralihkan. Namun, sekarang peristiwa itu kembali hadir mengusiknya.

Tanpa sadar Yudith kembali menghela napas. Kali ini panjang nan berat, lalu mengembuskan sembari menggeleng kecil. Suster Vero dan Andreas saling bertukar pandang. Mereka memahami beban batin yang ditanggung oleh Yudith. Tinggal bersama orang-orang yang membencinya, pastilah sangat menyiksa.

Tanpa memedulikan sekitar yang sudah mulai ramai oleh siswa-siswi yang juga sudah kembali, Andreas merebahkan kepala di meja tepat di atas buku yang sedang direnungi oleh Yudith.

Karena sedang melamun, Yudith tidak bereaksi. Alih-alih segera menarik kepala menjauh, yang ada malah menatap dan merenungi wajah Andreas.

"An! Apa-apaan sih kamu ini?" Suster Vero memukul pundak Andreas cukup keras sampai yang bersangkutan refleks mengangkat kepala.

"Ish, sakit, Sus." Andreas mengerang dan menggeliat seperti orang sedang melakukan peregangan. Yudith yang sudah kembali ke alam nyata, menatap miris dan menggeleng kecil.

"Kau ini benar-benar ...." Fitus menyentil gemas kepala Andreas. "Cari perkara saja."

"Caramu itu bisa bikin semua orang salah paham dan situasi Yudith bisa semakin sulit." Suster Vero menambahkan dengan nada kesal.

Andreas menoleh ke sana-kemari. Benar saja, banyak anak perempuan yang menatap sinis ke arah Yudith.

"Abaikan saja. Ini ...." Yudith menyodorkan buku catatan evaluasi pada Andreas. "Tambahkan bagianmu sama Fitus." Lalu dia mengambil buku yang lain dan mulai mencatat lagi.

Andreas menatap Yudith prihatin. Teringat kembali pada kejadian di pasar tadi pagi, hatinya jadi ngeri sendiri. Ternyata, para antagonis tegaan tidak hanya ada dalam sinetron saja. Kalau terus-terusan menjadi satu-satunya orang yang menentang arus, bisa-bisa Yudith akan disingkirkan dengan cara licik. Nah, kan. Andreas pun mulai terbayang cara-cara antagonis dalam sinetron yang terkadang sangat berlebihan.

"Dith, apa enggak sebaiknya kamu minta pindah saja?" Walaupun sebenarnya lebih suka kalau Yudith tetap di Asrama Anggrek karena ada peluang bertemu setiap pagi, tetapi memikirkan situasi Yudith yang tidak baik-baik saja, hati Andreas jadi tidak tega.

"Aku setuju sama Andreas. Kamu masih termasuk baru di sini, belum saatnya tinggal di asrama luar yang isinya ibu-ibu sok kuasa. Kadang-kadang suster pun kalah sama mereka," ucapan Suster Vero tidak salah. Yudith sudah menyaksikan secara langsung bagaimana sikap para pegawai itu terhadap Suster Rosa.

Yudith tidak memandang kedua temannya, sembari sibuk mencatat dia berkata sangat tenang, "Saat penerimaan kerudung putih lambang pengabdian, kita sudah disumpah untuk rela diutus ke mana saja---"

"Bahkan bila diutus ke daerah pedalaman sekalipun. Yups, aku ingat. Sangat ingat malah. Jadi, enggak usah diingatkan lagi." Suster Vero sedikit bersungut-sungut. Kadang-kadang sikap tenang Yudith yang cenderung tak acuh itu membuatnya kesal setengah mati.

Andreas tergelak sambil menepuk-nepuk bahu Suster Vero. "Sabar, ya, Sus. Sabar. Katanya orang sabar itu disayang Tuhan."

"Ngetawain apaan, sih, lo?" Ririsma yang baru datang langsung nimbrung. Dia membawa lima minuman teh kotak lalu menaruhnya di atas meja.  "Nih, bagi satu-satu."

"Mantap, dapat minuman dingin." Fitus mengambil satu dan langsung meminumnya setelah menusukkan sedotan.

"Eaah! Thanks, Ris. Sini, sini, duduk." Andreas bergeser dari sisi Suster Vero dan lebih merapat ke Yudith untuk memberi tempat pada Ririsma.

Yudith memperhatikan keakraban Ririsma dan Andreas yang sedang melakukan tos dengan perasan iri. Jangan salah sangka. Yudith hanya merasa iri karena tidak ada mata yang melihat keakraban mereka dengan sorot mata benci. Beda dengannya, yang hanya duduk bersebelahan saja sudah mengundang cibiran.

Pada dasarnya sejak awal, Yudith itu sudah membuat banyak teman-teman iri karena statusnya sebagai siswi bawaan Pak Heru---dosen muda nan tampan Institut Mulia Harapan---membuat Yudith dikenal banyak orang penting dan bahkan dekat dengan beberapa dari mereka.

Jadi, ya, maklum saja kalau setiap tindak-tanduknya menjadi sorotan dan banyak yang berharap akan menyaksikan gadis manis berkulit eksotis itu tergelincir.

Sementara itu, di Kantor Kepala Sekolah, Suster Rosa sedang berbincang dengan Suster Davince mengenai Yudith.

"Kamu tidak kasihan pada Yudith? Bisa-bisa anak itu stres karena terbenani. Jangan egois, Rosa!" Suster Davince, sang Kepala Sekolah sekaligus Kepala Yayasan, menatap tajam Suster Rosa yang terlihat gundah.

Biarawati asal Jogja itu berkali-kali membuang napas kasar, seolah ingin menghempaskan beban yang menghimpit dada. Dia membawa Yudith ke Asrama Anggrek dengan tujuan untuk mengubah kebiasaan buruk para pegawai yang ada di sana. Akan tetapi, sepertinya keputusan itu terlalu terburu-buru. Kasihan Yudith, belum sebulan di sana sudah jadi sasaran kebencian.

Akan tetapi, hatinya yang sudah terlanjur suka dan terpikat oleh kepribadian Yudith, rasanya sangat enggan melepaskan gadis itu.

"Pak Heru juga mengeluhkan keputusanmu. Dia khawatir Yudith tidak kerasan. Kasihan anak itu." Suster Davince menambahkan karena Suster Rosa tidak mereponsnya.

"Sebenarnya aku sudah lama enggak sreg sama Cici, tapi mau gimana lagi. Kita butuh tenaganya, karena dalam dua tahun ini banyak perawat yang mengundurkan diri." Ada nada sinis dalam suara Suster Rosa, mata pun mengerling sinis pada Suster Davince.

"Ah, anak itu besar kepala."

"Karena kamu tantenya. Merasa di atas angin dia."

Suster Davince tersenyum hambar. "Sudahlah, Yudith aku tarik kembali."

Mendengar keputusan itu Suster Rosa tidak berkata apa-apa, tetapi di dalam hati---dengan berat hati---menyetujuinya.

Menurutnya, Yudith akan menjadi aset yang sangat berharga di masa depan. Bisa dipercaya untuk memikul tanggung jawab besar. Untuk saat ini, biarkan dia fokus belajar terlebih dahulu.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!