YUDITH

YUDITH

TAHUN AJARAN BARU

[Malang 199**6**]

Gadis itu melangkah santai di keramaian jalanan kompleks yayasan, membaur dengan pengguna jalan yang lain, hendak pergi ke sekolah. Hari ini adalah hari pertama tahun ajaran baru dimulai, hari ini juga merupakan hari pertamanya resmi menjadi siswa SMK HARAPAN MULIA, MALANG.

Bus-bus yayasan berdatangan, mengantar anak-anak berkebutuhan khusus yang tinggal di asrama luar untuk bersekolah di dalam kompleks. Hal seperti ini sudah pemandangan biasa, tetapi adegan para siswa SMK putra berebutan turun dari salah satu bus, itu baru pemandangan langka. Karena seharusnya siswa putra tidak bersekolah di kompleks yayasan, mereka memiliki gedung sekolah sendiri di daerah Sawojajar.

"Yudith!"

Gadis itu terlonjak hingga melompat ke tepi jalan dan hampir terperosok ke got. "Astaga, Vero." Dia kaget sampai dadanya berdebar-debar, tetapi yang terlontar dari mulutnya bukan seruan, melainkan hanya gumaman.

Gadis berkerudung putih mengenakan baju panjang mirip jubah yang barusan mengagetkan Yudith, tergelak-gelak sambil memegang perut. Namanya Vero, statusnya adalah aspiran, yaitu calon biarawati. Sementara Yudith hanya siswi biasa.

"Yudith, Vero, sini!" Seorang perempuan dewasa berbadan tambun, berkerudung putih, memanggil mereka.

"Iya, Suster Davince, kami datang!" Suster Vero menyahuti lantang dengan suara bernada, seperti menyanyi, tetapi terdengar konyol.

Yudith tidak berkutik ditarik paksa oleh Suster Vero, mau tidak mau melangkah cepat untuk mengimbangi langkah sahabatnya. Suster Vero memang tipe orang yang ceria dan ramai, juga sangat percaya diri. Berbanding terbalik dengan Yudith yang tidak banyak bicara dan lebih suka menyendiri berteman buku.

"Kalian ke depan, bantu petugas piket pintu mengantar anak putra ke aula."

Perintah sudah dikumandangkan bahkan selagi mereka masih di jarak yang cukup jauh, akhirnya Suster Vero pun langsung menarik Yudith melewati kepala sekolah begitu saja.

Alih-alih lewat pintu gerbang, Suster Vero mengajak Yudith mengambil jalan pintas menerobos kantor. Suster kepala sekolah sampai geleng-geleng melihat kelakuan mereka, lebih tepatnya kelakuan Suster Vero.

"Mohon perhatian semuanya!"

Suster Vero sudah berkoar, bahkan sebelum kakinya melangkah keluar dari pintu kantor. Yudith langsung menyentak tangannya.

"Pelan," bisik gadis berambut pendek sedagu itu.

Langkah Suster Vero seketika melambat, lalu berujar jenaka, "Ups, benar juga. Harusnya jaga wibawa, ya. Lupa kalau lagi pake seragam biarawati" Setelah itu terkikik konyol, sedangkan Yudith hanya tak acuh.

"Selamat pagi, Suster Vero! Selamat pagi Yudith!"

Beberapa siswa memberi salam. Alih-alih membalas, Suster Vero dan Yudith malah membeku. Heran, bagaimana mereka bisa tahu nama, padahal kan belum kenalan.

Seorang siswa maju lalu mengulurkan tangan pada Yudith. "Kenalan ...."

Gadis itu hanya menatap remaja putra yang tengah tersenyum padanya. Rambut lurus yang bagian depan menutup dahi, membuat remaja putra itu terlihat berbeda karena yang lain rata-rata berambut ikal atau keriting, bahkan ada beberapa yang plontos.

Dari wajah, pandangan Yudith turun ke baju seragam dan langsung mendapati name tag, Andreas Purnama. Nama yang dibordirkan pada baju dengan benang hitam di bagian dada sebelah kanan itu memang cukup tebal. Bisa dibaca dari jarak mereka sekarang ini.

"Andreas Purnama," ujar Yudith tanpa menyambut uluran tangan Andreas. Suara datar dan tatapannya terpaku acuh tak acuh.

Tawa para siswa lain tiba-tiba pecah. Bahkan banyak celetukan-celetukan menggoda Andreas. Mengatainya playboy modus basi!"

Terlalu berisik dan menarik banyak perhatian, Suster Vero segera menghentikan mereka, "Aduh, kalian ini berisik sekali, sudah cukup. Ayo, ke aula."

Suster Vero segera mengatur para siswa yang jumlahnya kira-kira dua puluh orang, lalu memandu mereka menuju aula.

"Kamu kenapa enggak jalan?" Yudith bertanya sambil mengernyitkan dahi.

Nada bicaranya seperti tidak bersahabat, padahal sebenarnya tidak begitu. Dia jarang bicara dan sekali ngomong wajar saja nadanya kaku, dingin, tak acuh---masih banyak deskripsi lain dan semuanya berpotensi memancing persepsi buruk. Dia juga tidak luwes dalam bergaul.

"Lah, harusnya kamu yang mengajak aku jalan, dong. Kan, tugasmu sebagai penunjuk jalan." Kedua alis Andreas yang hampir tertutup poni itu naik turun jahil dan bibirnya tersenyum tipis.

Tidak tertarik melihat Andreas yang kini mulai cengar-cengir, Yudith bergegas melangkah tanpa mengajaknya. Toh, akhirnya Andreas mengekor juga.

Bagi seluruh siswa baru, diharapkan segera berkumpul di aula untuk pembagian kelompok tugas kunjungan! Sekali lagi, bagi seluruh siswa baru ....

Pengumuman dari pengeras suara memaksa para siswa-siswi yang tadinya berjalan santai seketika melebarkan langkah.

Yudith dan Andreas, melangkah seperti sedang berkejaran melewati jalan beraspal yang bagian kirinya terdapat meja dan kursi berbahan batu pualam ditata menyerupai tempat makan di restoran, sedangkan di sebelah kanan adalah bangunan sekolah PLB berbentuk huruf U dengan lapangan upacara di bagian tengahnya.

Suasana kompleks pagi ini luar biasa ramai. Dan yang paling menarik perhatian adalah kelakuan para siswi SMK. Namanya juga anak asrama yang mana antara putra dan putri tinggal dan bersekolah di tempat terpisah, kesempatan berkumpul hari ini layaknya ajang tebar pesona bagi mereka.

Banyak siswi yang biasanya berjalan serampangan, kini mendadak melangkah bak kucing baru beranak. Ada juga yang berkali-kali merapikan rambut atau roknya.

Yudith muncul bersama Andreas, hampir semua mata para siswi tertuju padanya, menatap sinis. Bisa dimaklumi kalau mereka iri.

Mereka sudah berusaha menarik perhatian, tetapi hasilnya nihil. Para siswa itu hanya tebar senyum sambil terus melangkah ke aula. Sedangkan Yudith, gadis yang menurut mereka biasa saja, malah berjalan bersisian dengan siswa yang tidak bisa dibilang jelek.

Andreas Purnama yang melangkah beriringan dengan Yudith itu ganteng manis, tubuhnya tidak terlalu tinggi tetapi tegap, hidung mancung yang bagian ujungnya sedikit mirip paruh burung betet menimbulkan kesan unik pada wajahnya---sekilas mirip orang India.

Akan tetapi, kedua ujung mata yang runcing seperti sedikit tertarik malah menimbulkan kesan sipit seperti orang Tionghoa. Bibirnya tidak tertarik sedikit pun, tetapi entah bagaimana bisa terlihat seperti selalu tersenyum. Perpaduan yang tampak unik.

"Astaga! Si sok rajin tukang ngempe itu ternyata juga kegatelan. Cuih, dasar lon." (*****)

"Kelihatannya saja alim. Dasar munafik."

Sangat tidak mungkin tidak mendengar ujaran kedua siswi itu. Andreas bahkan sempat mengerling ke arah Yudith untuk melihat reaksinya. Mengejutkan, ternyata gadis itu cuek saja.

Garis wajah Yudith itu tegas terkesan runcing dan dari cara bicaranya, Andreas menduga gadis itu galak atau paling tidak judes. Pikirnya, setelah mendengar ujaran tidak patut itu Yudith akan marah atau malah mengamuk, tetapi ternyata tidak.

Gadis aneh. Diajak bicara baik-baik jawabannya sengak. Eh, giliran dihina malah diam saja. Tanpa sadar Andreas menggeleng samar, miris.

Kedatangan Yudith dan Andreas menyita perhatian hampir seluruh siswa-siswi yang sudah duduk di kursi aula. Banyak kasak-kusuk tidak menyenangkan tentang Yudith terdengar oleh Andreas.

Ngempe. Kata itu sangat sering disebut. Andreas yang tahu kalau arti kata itu adalah suka mengadu, suka cari muka pada orang yang berkuasa, merasa penasaran. Apa benar gadis yang kelihatannya berkepribadian kuat ini tukang ngempe?

"Yudith! Sini lo!"

Seorang siswi berperawakan tinggi, berkacamata, melambaikan tangan. Yudith bergegas menghampiri, lupa pada Andreas yang masih mengekor.

Gadis itu berjalan menyelip di antara kursi-kursi yang sudah berpenghuni diiringi tatapan sinis para siswi. Dia benar-benar cuek, seperti tidak menganggap mereka ada. Ketika hendak duduk dan melihat Andreas, matanya langsung melebar.

"Kamu kenapa di sini?"

"Mau duduk." Sembari bicara, Andreas menyamankan diri di kursi sebelah kursi yang akan diduduki Yudith.

"Hai, gue Ririsma."

Yudith mau tidak mau harus duduk karena Ririsma, teman yang tadi memanggilnya, mengulurkan tangan pada Andreas melewati dirinya.

"Andreas."

Karena suasana sangat gaduh, Ririsma yang hendak mengobrol dengan Andreas terpaksa mencondongkan tubuh melewati Yudith.

"Eh, lo berani banget duduk di antara cewek. Enggak takut kena marah, lo?"

"Huh?"

Andreas serta-merta menegakkan badan, sedikit memanjangkan leher untuk melihat sekitar. Astaga! Pantas saja dia merasa semua mata tertuju padanya, ternyata itu bukan perasaan saja. Karena terus mengikuti Yudith, Andreas tidak sadar sudah memilih tempat yang salah.

"Woeeee! An, sini kau! Enak kali kau duduk sama para nona!"

Seorang siswa berambut cepak ala militer, berkulit cokelat gelap, melambaikan tangan. Teriakannya disambut gelak tawa seisi aula.

Andreas malu luar biasa. Dia menoleh ke Yudith. "Aku pindah ke sana, ya," ujarnya, tetapi tidak mendapat respons baik. Yudith hanya menatap datar. Akhirnya Andreas beralih pada Ririsma. "Ririsma, makasih sudah mengingatkan."

"Sip." Ririsma mengacungkan jempol. "Udah pergi sana, mumpung belum ada guru yang lihat."

Andreas membalas dengan isyarat lingkaran telunjuk dan jempol sembari beranjak. Meskipun tidak mendapat respons bagus, dia tetap mengembangkan senyum untuk Yudith saat mata mereka beradu pandang.

[Bersambung]

Terpopuler

Comments

Kustri

Kustri

1996, qu dh lulus setahun
awal yg menarik

2023-09-20

1

anggita

anggita

smk harapan mulia... malang.👏

2023-08-01

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!