BRUDER LIUS

" ... Dith ... Yudith ... Yudith ... Yudith!"

"Huh?"

Akhirnya Yudith merespons. Untuk sesaat gadis berkulit cokelat eksotis itu terlihat linglung, menatap bingung pada Ririsma yang tadi memanggilnya.

"Dipanggil petugas piket kunjungan tuh."

Panggilan ditujukan kepada saudari Yudith, kelas satu dari wisma Flamboyan. Segera ke ruang kunjungan A, tamunya sudah menunggu!

Suara dari pengeras itu mengingatkan  Yudith kalau hari ini akan ada tamu untuknya. Tadi karena keasyikan melamun, dia sempat melupakannya.

"Pak Heru?" Ririsma menaikan sebelah alisnya.

Yudith menggeleng. "Bruder Lius."

"Kok tumben?" Suster Vero sampai mengabaikan sang ayah dan menatap Yudith karena heran juga penasaran.

"Ceritanya nanti saja." Yudith bangkit dari duduk, mengangguk kecil pada ayahnya Suster Vero lalu melangkah ke luar.

Ruang kunjungan A adalah ruangan yang disediakan khusus untuk para warga Yayasan Mulia Harapan untuk saling berkunjung di hari libur. Biasanya, sih, mereka yang tinggal di asrama luar---putra---datang mengunjungi teman atau mungkin pacar dengan tujuan silahturahmi saja. Sebenarnya, itu pun hanya boleh untuk para pegawai bukan pelajar, tetapi aturan itu bisa menjadi sedikit longgar dalam kasus-kasus tertentu. Seperti Yudith ini misalnya.

Selagi masih berjalan di teras, lewat dinding kaca, Yudith sudah bisa melihat dua orang yang sedang duduk di dalam menunggunya. Dahi gadis itu seketika mengernyit saat mengenali siapa yang duduk di sebelah Bruder Lius, Andreas.

Saat Yudith muncul di pintu, seperti biasa, senyum ceria Andreas langsung menyambut. Memang dasarnya si Andreas ini murah senyum, tetapi kalau di depan Yudith, senyumnya bisa jauh lebih lebar---hanya melihat saja pipi Yudith ikut pegal---ditambah lagi matanya seolah berbinar, seperti kelereng baru yang terkena cahaya matahari.

"Masuk, Dith!" Andreas menggeser diri lebih rapat pada Bruder Lius, seolah hendak memberi Yudith ruang untuk duduk, padahal sebenarnya itu hanya gerak refleks saja.

Yudith mengangguk kecil dan berjabat tangan dengan Bruder Lius sebelum akhirnya duduk di sofa tunggal sebelah Andreas. Ingat, sofa tunggal, ya. Jadi, sia-sia saja tadi Andreas bergeser.

"Apa kabar, Dith?" Cara bertutur Burder Lius sangat halus, senyum lembutnya pun mampu membuat hati terasa teduh.

"Kabar baik, Bruder."

Sesaat gadis itu mengerling pada Andreas yang bibirnya seolah memang diciptakan untuk mengumbar senyum semringah yang membuat parasnya semakin tampak menawan.

Sewaktu ujian berlangsung, Yudith bisa melihat senyum itu setiap hari. Karena para siswa juga melakukan ujian di kompleks, otomatis mereka pun bertemu setiap hari.

Akan tetapi, Yudith tetaplah Yudith yang tidak mudah walaupun sekadar diajak mengobrol dan lebih suka menghindari keramaian. Duduk bersama pun fokusnya selalu pada buku.

Ya, paling tidak, setelah selama satu minggu intens bertemu dan sebelum itu juga sudah beberapa kali melakukan tugas praktik bersama,  Yudith sekarang sudah tidak terlalu kaku seperti sebelumnya, sudah mau tersenyum walaupun tidak ngomong.

"Oh ya, Dith," Andreas menepuk bahu Bruder Lius sangat akrab, bahkan diam-diam Yudith merasa itu berlebihan, terkesan kurang ajar, "Bruder Lius ini kakak kandungku."

Yudith menatap bergantian untuk membandingkan. Pantas mirip. Hanya saja warna kulit Bruder Lius lebih terang dan rambut lurusnya belah tengah. Sama-sama tampan, tetapi kesan menawan lebih dominan pada Andreas. Ini hanya reaksi normal, murni penilaian yang muncul refleks tanpa ada kepentingan apa pun. 

Sekilas, Yudith melihat jemari Andreas yang masih ada di bahu Bruder Lius, meremas. Lalu, pria dewasa itu memasukkan tangan kanan ke saku jaket dan saat ditarik keluar sudah menggenggam amplop putih yang dilipat dua.

"Ini titipan dari Heru."

Yudith tidak langsung menerima, justru hanya menatap tertegun. Itu tidak mungkin surat, soalnya kalau ada sesuatu yang ingin dibicarakan, Pak Heru akan menelepon lewat telepon asrama.

Kalau uang, Pak Heru seharusnya sudah tahu kalau Yudith tidak pernah mau menerima pemberian berupa uang. Yudith sendiri yang bilang. Gadis itu hanya mau menerima uang bila telah memberikan jasa. Lain persoalan bila yang diberikan berupa barang, biasanya perlengkapan mandi atau kue-kue, Yudith pasti menerimanya.

Bruder Lius dan Andreas saling pandang. Ketika kedua alis sang kakak berkedut samar, Andreas membalasnya dengan gelengan samar pula.

Sesaat kemudian Bruder Lius tersenyum, dia ingat pesan Pak Heru yang sempat terlupakan tadi.

"Heru bilang dia ada menulis pesan di dalam."

Bilang sama dia di dalam ada pesannya kalau enggak gitu, dia enggak akan mau terima itu amplop, inilah pesan Pak Heru pada Bruder Lius.

Perlahan, Yudith mengulurkan tangan untuk menerima lalu membuka amplop yang ternyata tidak dilem itu. Ada satu lembar uang lima puluh ribu, tetapi Yudith hanya mengeluarkan secarik kertas yang bertuliskan pesan.

Maaf, Yudith. Aku masih repot, belum sempat ke yayasan. Ini tadi Bruder Lius datang pamitan mau ada urusan di Madiun, mau mampir dulu ke yayasan, katanya Andreas ada keperluan di sana. Kamu pakai saja uang ini dulu, ya. Soalnya aku enggak sempat belanja.

Selesai membaca, Yudith mengangkat wajah dan menatap Bruder Lius. "Terima kasih, Bruder.

"Enggak usah sungkan. Oh iya, rumahmu sama rumah Heru jauh, Dith?"

Gadis itu mengangguk. "Rumah Yudith dekat pasar."

"Ooo, berarti lebih dekat kalau mau ke jalan raya, ya." Bruder Lius mengangguk-angguk kecil, sepertinya dia cukup paham tentang desa Yudith.

Andreas menatap Yudith. Dia belum pernah melihat gadis itu selalu dalam keadaan kepala tegak seperti sekarang ini. Biasanya kan selalu menunduk, membaca buku. Diajak ngomong pun tidak pernah mengangkat wajah saat membalas.

"Oh ya, Dith. Aku sama Mas Lius mau mampir ke rumah Pak Heru, ngantar titipan buat keluarganya. Kamu enggak mau titip sesuatu buat orang tuamu? Surat mungkin."

Pak Heru yang telah menjadi malaikat penolong Yudith memang berasal dari desa yang sama dengan Yudith, tetapi sudah lama merantau ke Malang, tepatnya sekarang sudah menjadi dosen di institut milik Yayasan Mulia Harapan.

Tatapan Yudith langsung terfokus pada Andreas. Mata mereka pun bertemu. Aksi saling tatap itu menarik perhatian Bruder Lius, seringai tipis pun tersungging.

Setelah beberapa saat, Yudith mengalihkan pandangan. Dia memang ingin menitipkan sesuatu, tetapi barang itu ada di lantai empat. Butuh waktu untuk mengambilnya, Yudith tidak enak hati kalau harus membuat mereka menunggu. Akhirnya dia menggeleng.

Burder Lius tersenyum teduh. "Ya, sudah kalau begitu, kami pamit sekarang mumpung belum---"

"Dith, kesempatan enggak datang dua kali, lho." Andreas yang masih belum menyerah, menyela kalimat Bruder Lius. Kedua alisnya naik-turun konyol. "Kamu baru boleh pulang setelah ujian kenaikan kelas, masih lama. Sini, mumpung ada tukang pos gratis tanpa perlu nempel prangko. Nanti aku minta orang tua kamu untuk nulis balasannya langsung. Kalau sudah balik, akan langsung aku antar ke sini ...."

Memang benar yang dikatakan Andreas, mereka sebenarnya baru boleh pulang saat liburan kenaikan kelas. Dan sesungguhnya, Andreas bukan pulang dalam rangka liburan, melainkan ikut serta bersama Bruder Lius yang ada urusan di Madiun sebagai utusan dari yayasan.

Sementara Andreas masih hanya menatap dalam diam, Bruder Lius menggaruk dahi sebentar lalu mengusap wajah menggunakan dua telapak tangan untuk menutupi senyum lebar yang tidak bisa dia tahan. Andreas itu sebenarnya sangat keras kepala, tetapi tidak terlihat kaku karena juga kerap bertingkah konyol.

Kalau Andreas sudah menginginkan sesuatu, tidak akan gampang mundur. Dan bila sudah mendapatkan, tidak akan pernah dia sia-siakan.

Yudith terlihat ragu. "Tapi, aku harus naik ke lantai empat du---"

"Enggak pa-pa!" Andreas sangat antusias sampai-sampai celetukannya hampir seperti teriakan. Tergesa-gesa dia melepaskan tas ransel yang sedari tadi disandang di punggung, mengeluarkan sebuah kotak dari dalamnya lalu menyerahkan pada Yudith. "Ini, buat kalian!"

Klepon. Yudith bisa melihat isi kotak itu adalah kue yang selama ujian selalu dibawa Andreas sebagai oleh-oleh untuknya, juga Suster Vero dan Ririsma.

"Terima kasih, An." Setelah menerima kotak berisi klepon itu, Yudith segera berpamitan.

Ketika sosok Yudith sudah tidak terlihat lagi, Bruder Lius langsung melepaskan tawa yang sudah hampir membuat tenggorokannya serasa hampir meledak.

Alih-alih sebal karena ditertawakan, Andreas malah terlihat santai. "Pernah muda juga, kan?" ujarnya sarkas, sembari menyandarkan punggung di sofa.

"Aku kira kamu sekolah di sini karena mau jadi Bruder juga."

"Tsk, ya, enggaklah. Bapak sama ibu hanya punya dua anak. Kalau dua-duanya jadi biarawan, putuslah sudah garis keturunan mereka."

Andreas tergelak sambil meninju lengan sang kakak, dibalas Bruder Lius dengan mengacak rambutnya.

"Aku enggak melarang kamu menyukai Yudith atau siapa pun, tapi kamu harus ingat peraturan---"

"Iya, iya, iya ... aku ingat."

Suasana akrab sangat terasa di antara keduanya. Dalam obrolan santai yang terkadang diselingi candaan, Bruder Lius menyelipkan nasihat-nasihat untuk adik semata wayangnya. Dan keseruan mereka itu terjeda saat Yudith kembali.

Gadis itu menitipkan sebuah amplop yang terlihat cukup tebal karena isinya adalah uang. Ya, uang yang dihasilkan dari melakukan pekerjaan-pekerjaan kecil, dia kumpulkan dan memang niatnya akan dikirim untuk sang ibu.

Ketika sudah di dalam mobil---mobil yayasan yang dikemudikan sendiri oleh Bruder Lius---Andreas terus menatap ke luar jendela. Dia sedang berpikir, sejak kapan rasa penasaran di hatinya menjadi begini parah?

Gara-gara kalung dengan liontin hati, bertemu Yudith terasa seperti sulapan, dan kepribadian gadis itu yang menurutnya unik membuatnya penasaran.

Namun, semakin ke sini, Andreas merasa Yudith yang selalu tampak sederhana dan apa adanya itu semakin istimewa. Alih-alih melirik siswi yang parasnya lebih menarik, Andreas justru semakin intens memperhatikan gadis pendiam super cuek itu.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!