Aku kemudian mengajak Ibu pergi bersama keluar Rumah guna menunjukkan kekuatan Sihirku, setelah keluar dari rumah dengan percaya dirinya aku kembali merapalkan mantra sama persis seperti kejadian mengeluarkan proyektil air tadi.
"Wahai Sang Pencipta Langit dan Bumi ... Pencipta Surga dan Neraka ... Kebajikan dan juga Kejahatan ... Namaku Rama ... Dengan ini, meminjam kekuatan dari-MU : Water shoot!" ucap Rapal mantraku
Namun anehnya, tidak terjadi apa-apa. Aku hanya bisa diam terpaku keheranan.
"Ke-kenapa? Kenapa kekuatanku tidak keluar?" ucapku
Ibu kemudian terlihat semakin sedih dengan ketidakmampuan diriku dalam mengeluarkan kekuatan sihir. Dia meminta diriku untuk segera mengatakan tentang apa yang sebenarnya terjadi, dan mengatakan untuk jujur dan tidak mengada-ada.
Aku kemudian meminta izin kepada Ibu untuk kembali merapalkan mantra. Namun, Dia berteriak dan malah menampar pipiku.
"Tidak, jangan mengada-ada!" ucapnya sambil berteriak ke arahku
"Dasar anak pembohong!" lanjut perkataannya sambil menampar pipiku.
Aku tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi menimpa diriku. Orang yang ingin segera ku terima sebagai orang tua malah menamparku dengan sangat kerasnya.
Sesaat setelah menyentuh bekas tamparan tadi, diriku sejenak melihat wajah Ibu dan kemudian berlari sejauh-jauhnya. Air mataku sudah tidak tertahankan, dalam keadaan sambil berlari aku kemudian menangis.
Sejenak aku bisa mendengar perkataan Ibu yang memanggil-manggil namaku, meminta diriku untuk segera berhenti. Aku tahu bahwa dia sedang mengejarku namun aku tidak menghiraukannya.
"Rama ... kembali ... Ibu minta maaf karena sudah menamparmu." ucap teriakannya
Entah berapa ratus meter jarak yang ku tempuh saat berlari menjauhi Ibu. Namun, aku menyadari bahwa saat ini diriku tengah berada di dalam sebuah kota. Kemudian, sejenak berjalan-jalan ke sana dan kemari sambil terkagum-kagum dengan apa yang aku lihat.
Saat berjalan-jalan di sana, jalan yang ku lalui membawaku ke sebuah pasar. Disana, mereka tampak melakukan transaksi jual beli seperti biasanya. Namun, hal yang paling membuat diriku terpana adalah ketika melihat berbagai macam ras selain manusia. Seperti Elf, Dwarf, Demon, Beastman dan lain sebagainya.
"Ramai sekali ... " ucapku
Seolah masih tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi, aku kemudian mencubit pipiku. Yang kudapatkan hanyalah rasa sakit serta menyadari bahwa ini memang nyata. Dunia yang isinya hal-hal mitos di tempat asalku dulu malah benar-benar terjadi di sini.
Di tengah kekagumanku terhadap orang-orang di sekitar. Pandanganku kemudian tertuju pada 3 orang preman pasar yang sedang meminta uang kepada salah satu pedagang makanan. Karena sang pedagang tidak memiliki uang untuk diberikan kepada si Preman, dengan teganya mereka mengobrak abrik barang dagangan si pedagang tersebut.
Karena tidak tahan dengan perlakuan para preman yang semena-mena, sambil mengepalkan kedua tangan dan mengumpulkan keberanian, aku memberanikan diri untuk menghajar mereka.
"Sampah masyarakat seperti mereka memang selalu ada saja di belahan dunia manapun." ucapku
Aku kemudian berlari dan menerjang salah seorang dari mereka, berniat menyerang menggunakan kekuatan tendangan. Namun, karena salah seorang dari mereka menyadari seranganku, orang yang menyadariku tersebut kemudian menggunakan kekuatan sihirnya untuk membuat sebuah perisai, guna melindungi mereka bertiga.
"Perisai?" ucapku dalam hati.
Setelah menyadari adanya sebuah perisai, aku kemudian lompat dan mundur beberapa langkah untuk mengatur strategi menyerang lainnya.
"Sial, aku lupa bahwa orang-orang disini bisa menggunakan kekuatan sihir." ucapku dalam hati
Seketika itu para preman tersebut membuat raut muka marah karena aku menyerang mereka.
"Dasar anak kecil, berani-beraninya dirimu yah!" ucap salah seorang preman
Preman pasar yang mengatakan itu langsung menyerang sambil mengeluarkan sebilah pedang. Dia berniat mengincar kepala, namun karena aku sigap aku bisa menghindari serangan darinya.
"Wow, anak ini lumayan hebat juga." ucapnya
"Jangan panggil aku anak kecil, Paman." jawabku
Ternyata, tanpa kusadari salah seorang dari mereka selesai membaca rapalan mantra sihir, dia berhasil menyerangku menggunakan sihir elemen tanah dengan membuat semacam gundukan tanah tinggi dan kemudian menyerang perutku.
Sembari menahan rasa sakit setelah mendapatkan serangan itu, sekilas aku teringat kejadian saat melawan enam preman dulu.
"Apakah aku akan mati kembali?" ucapku dalam hati.
Salah seorang dari preman lainnya juga selesai membaca rapalan mantra sihir dan seketika mengeluarkan sihir elemen api. Beruntungnya, aku berhasil menghindari beberapa serangan bola apinya, sembari berlari menghindari serangannya terbesit dalam pikiranku bahwa ada hal aneh yang terjadi.
"Kenapa dua penyihir itu bisa menggunakan rapalan mantra sihir dengan cepat dan juga senyap?" ucapku dalam hati.
Kemudian, aku teringat akan perkataan Ibu yang mengatakan.
"Mustahil ... Itu adalah rapalan mantra ringkas, yang biasanya di pakai oleh penyihir tingkat menengah." Ingat ku
"Apa jangan-jangan kedua orang itu merupakan penyihir tingkat atas?" ucapku dalam hati sambil kaget
Karena tidak berkonsentrasi, akhirnya serangan bola api yang di lancarkan olehnya berhasil mengenaiku, dan seketika itu aku jatuh dan terluka.
"Dasar bocah sok kuat." ucap salah seorang preman
"Dengar! siapapun yang berani melawan kepada kami, pasti akan bernasib sama seperti bocah ini!" lanjut ucap teriak preman itu.
Di tengah-tengah rasa sakit yang kurasakan, aku mencoba untuk bangkit namun ternyata tidak bisa karena saking lemahnya setelah mendapatkan serangan telak bola api itu.
Kemudian salah seorang dari preman lainnya berniat menyerangku sekali lagi, tanda untuk menghabisiku saat itu juga. Aku yang tidak berdaya hanya bisa diam dengan serangan bola api yang akan datang. Namun, saat serangan itu hampir mengenaiku ternyata Ibu datang dan kemudian menggunakan sihir airnya untuk menetralkan bola api itu.
Saat itu juga Ibuku membawaku ke tempat yang aman, dan merapalkan sihir heal padaku.
Setelah selesai, Ibu membalikkan badannya dan terlihat sangat marah kepada ke tiga preman tersebut.
"Tunggu disini, Rama." ucapnya sambil mengepalkan kedua tangannya.
"Ma .. ma ... " ucapku
Ketiga preman itu ternyata mantan petualangan kelas menengah yang kemudian membelot menjadi bandit pasar yang kerap meresahkan. Bukan hanya itu, mereka membentuk sebuah jaringan terselubung yang sangat terorganisir untuk melakukan segala tindak kejahatan. Mereka sebenarnya tidak memberikan nama resmi atas kelompok yang mereka buat. Hanya saja, masyarakat disini kerap kali memanggil mereka dengan sebutan Kelompok Kegelapan Abadi. Hal itu langsung ungkapkan oleh Ibuku.
"Dasar pembelot, kalian justru melanggar sumpah kalian kepada Sang Pencipta untuk menggunakan kekuatan kalian dalam hal kebajikan." ucap kesal Ibuku
"Hah? tau apa kau tentang kami?" ucap salah seorang preman.
"Aku tidak tahu dan aku juga tidak ingin tahu, yang ingin kutahu sekarang hanyalah kematian kalian." ucap Ibuku sambil mengerutkan dahi tanda benar-benar marah.
Setelah mengucapkan itu, Ibuku kemudian membaca rapalan mantra sambil mengangkat lengan kanannya ke atas. Ternyata, dia membuat beberapa bola api yang sangat besar!
"Bersiaplah untuk menjadi debu!" ucap Ibuku setelah membuat bola api besar itu.
_Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Takahashi HitomiLửa
Good job thor, teruslah menulis dan jangan pernah berhenti! ❤️
2023-08-01
1