"Rama... Apa yang sebenarnya terjadi di sini?" Ucap cemas Ibuku sambil terengah-engah setelah berlari.
Saat mendengar pertanyaannya, aku hanya bisa menyesali perbuatanku karena sudah menghancurkan tembok halaman rumah.
"Maaf karena sudah menghancurkan tembok halaman rumah, Mama." jawabku
Saat itu juga Ibu kemudian menyadari bahwa kepalaku terluka dan mengeluarkan darah, segera dia merapalkan mantra heal padaku. Anak-anak yang merundungku tadi kemudian kabur karena panik dengan apa yang barusan terjadi ditambah dengan adanya Ibuku.
Setelahnya, kami pun berbicara empat mata di dalam rumah. Ibu benar-benar menginterogasi diriku dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Karena saat datang, Dia merasakan aura energi sihir yang sangat kuat, yang ditakutinya hanyalah kedatangan musuh.
"Jujur saja Rama, apa yang barusan saja terjadi? Ibu tidak terlalu mempermasalahkan dengan tembok halaman rumah kita, Ibu khawatir akan datangnya orang jahat." ucapnya
Dengan sedikit perkataan yang terbata-bata, diriku pun memberanikan diri untuk jujur padanya.
"A-anu ... Se-sebenarnya ... Aku merapalkan mantra sihir sama persis dengan apa yang Mama katakan tadi, namun aku hanya memodifikasinya menjadi tipe menyerang." jawabku
Mendengar jawabanku, Ibu seketika kaget karena tidak percaya dengan semua itu.
"Mustahil ... itu adalah rapalan mantra ringkas, yang biasanya di pakai oleh penyihir tingkat menengah, bagaimana caranya dirimu bisa melakukannya?" ucapnya.
"Entahlah Mama, aku juga ... aku juga tidak mengerti." jawabku yang juga sambil keheranan.
Saat itu juga, Ibu kemudian menceritakan bahwa seharusnya diriku tidak bisa menggunakan sihir. Entah kenapa, aku merupakan 1 dari 10 orang di dunia orang yang memiliki ketidakmampuan dalam mengubah energi spiritual menjadi energi sihir.
"Itu mustahil Rama, bukankah kamu adalah satu dari sepuluh anak yang dilahirkan tanpa bakat sihir?" tanyanya
Belum juga diriku menjawab pertanyaan darinya, tanpa ku sangka Ibu kemudian menangis sambil mengatakan.
"Kamu tahu kan?
Alasan mengapa kita pindah ke desa ini? Alasan mengapa kita menghapus nama marga kita?
Dan alasan mengapa Ayahmu meninggalkan kita? kamu tahu kan, Rama?" ucapnya sambil menangis
Mendapat pertanyaan tersebut tentu saja membuatku bingung. Jika menjawab bahwa aku bisa menggunakan sihir, tentunya akan berkebalikan dengan fakta yang mengatakan bahwa selama ini aku adalah anak tanpa bakat. Namun, jika aku menjawab bahwa aku tidak bisa menggunakan sihir, tentunya Dia akan kembali dengan pertanyaan yang baru dan pasti menanyakan tentang fenomena apa yang barusan saja terjadi.
Di tengah kebingunganku menjawab pertanyaan Ibu. Tiba-tiba, aku teringat akan masa lalu saat masih bersama dengan ketua ekstrakurikuler pencak kulit.
Saat itu kami berdua istirahat sehabis latihan, kami sedikit berbincang disela-sela istirahat kami. Namun pada akhirnya, ketua bertanya tentang keinginanku di masa depan nantinya ingin jadi seperti apa dan di saat itulah pertama kalinya Dia memberikanku sebuah nasehat berharga.
"Oh iya Rama, setelah lulus sekolah nanti ... apa yang ingin kamu lakukan?" ucap ketua.
"Apa hal itu penting, Ketua?." aku balik bertanya
"Tentu saja itu penting, memikirkan masa depan merupakan salah satu langkah kita dalam menjalani hidup. Misalnya, saat ini kamu berencana menjadi seorang Guru, Dokter, ataupun lainnya. Dengan adanya gambaran keinginan seperti itu, tentunya akan lebih memberikanmu motivasi tersendiri serta memberikan semangat lebih dalam mengejar impian." jawab ketua
Mendengar jawaban tersebut darinya tentu saja membuatku bingung, aku bukanlah tipe orang yang suka memikirkan hal-hal rumit seperti itu. Dalam benakku saja belum pernah terpikir ingin memiliki impian, ambisi, tujuan, ataupun pencapaian.
"Impian yah?" tanyaku pada ketua
"Iya Rama, kenapa memangnya?" balasnya
Sejenak, aku bermain-main dengan tempat kemasan air mineral yang sudah kuhabiskan. Kemudian, melemparkannya ke tong sampah, namun tidak berhasil masuk. Segera setelah itu, aku pun berkata sesuatu kepada ketua.
"Entah berapa puluh, ratus, ribu, bahkan miliar orang yang sudah kehilangan impiannya." ucapku.
Mendengar hal itu ketua hanya bisa terpaku diam dan bergumam
"Rama." gumamnya menyebut namaku
"Sebagai contoh, ada si miskin yang bercita-cita ingin kuliah. Namun karena keadaan yang tidak memungkinkan, akhirnya Ia membuang jauh-jauh impiannya tersebut." ucapku.
"Sebagai contoh lainnya, saat ada seorang murid SD yang di tanyai oleh gurunya ingin menjadi apa ketika besar nanti, anak SD tersebut kemudian menjawab bahwa dia ingin menjadi seorang Guru juga. Namun pada akhirnya tetap sama saja, pada akhirnya murid SD itu akan jatuh ke dalam yang sama. Karena untuk menjadi seorang Guru haruslah menempuh jalur pendidikan agar tingkat keberhasilannya berhasil, bukan?" lanjut perkataanku.
"Menurut pandanganku, baik cita-cita maupun impian merupakan cara pandang seseorang dalam hal menghibur diri, karena sejatinya ... Di masa depan kelak, tidak ada yang tahu ... apa yang akan terjadi." lanjut perkataan ku kembali.
Segera setelah perkataanku tersebut, menyebabkan keheningan lagi senyap. Diantara kami berdua, tidak ada yang berbicara lagi.
Sampai akhirnya, aku melihat ketua berjalan menuju botol air mineral yang ku lemparkan tadi. Sambil mengambilnya, dia kemudian tersenyum dan mengatakan.
"Yang kamu katakan memang benar Rama." ucapnya
"Tapi ... ada beberapa hal yang kamu lupakan." lanjut perkataanya
Aku kemudian mengerutkan dahi tanda penasaran. Lantas langsung bertanya kepadanya.
"Memangnya ... Hal apa yang aku lupakan, ketua?" tanyaku
Sambil melihat botol bekas tadi yang di ambilnya. Ketua berjalan menuju tong sampah sambil mengatakan
"Sama ketika saat kamu melemparkan botol air ini, kamu tidak tahu apakah ini akan masuk ke dalam tong sampah, bukan?" ucapnya
Aku kemudian menggelengkan kepala tanda tidak tahu.
"Tidak, ... aku tidak tahu, apakah ku tadi akan berhasil memasukkannya ke dalam tong sampah." ucapku
"Tapi ... aku berusaha memasukkannya ke dalam tong sampah itu." lanjut perkataanku
Kemudian terlihat ketua memasukkan bekas botol air mineral tadi ke dalam tong sampah, sambil tersenyum kembali dia mengatakan nasehat yang berharga kepadaku.
"Ingat Rama, bahwa setiap orang pasti akan selalu berusaha dalam meraih impiannya. Tentunya, mereka tidak ingin impian yang diimpikannya sejak kecil hanya menjadi sebuah omong kosong." ucapnya perkataan ketua.
"Sama seperti dirimu yang berusaha untuk memasukkan botol air ini ke dalam tong sampah, sama juga seperti mereka yang berusaha meraih impiannya." lanjut perkataanya.
"Di dunia ini, kamu tidak hidup sendirian. Melainkan bersama orang lain, untuk saling bahu membahu bersama, meraih impian kita masing-masing. Anggap saja, aku yang memasukkan botol air ini ke tong sampah memiliki impian untuk menjadikan bumi bersih. Bukankah, masing-masing dari tujuan dan juga impian kita berdua sama-sama tercapai? Aku yang ingin menjadikan bumi ini bersih dengan dirimu yang ingin memasukkan botol air ini?" lanjut kembali perkataan ketua.
Seketika itu rasa kagum diriku kepada ketua semakin besar. Entah bagaimana, cara pandang serta pikiranku terbuka saat itu.
Kembali dengan masalah diriku di Isekai, Ibu masih tidak percaya bahwa aku bisa menggunakan sihir. Namun setelah mengingat kejadian tersebut, diriku seketika menemukan kepercayaan diri yang tinggi. Sambil memegang kedua tangan Ibu, aku mengajaknya keluar rumah guna menunjukkan kemampuan sihirku langsung kepadanya.
Singkat cerita kami sudah berada di luar rumah, aku membacakan rapalan mantra sihir sama persis saat kejadian tadi. Namun anehnya, kekuatan sihirku justru tidak keluar.
"Ke-kenapa? Kenapa kekuatanku tidak keluar?" ucapku sambil keheranan.
_Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
anggita
okey👌 thor. smoga novelnya lancar👏.
2023-10-02
0
emi_sunflower_skr
Aku suka gaya penulisanmu, jangan berhenti menulis ya thor!
2023-08-01
1