'19

Ucapan bi Sari menyadarkan Rere dari apa yang baru saja ia pikirkan. Dia pun bergegas menghalangi niat bi Sari yang ingin meninggalkan dirinya bersama si papa di kamar ini buat menjaga sang mama.

"Tidak, bi! Bi Sari tidak boleh meninggalkan kamar ini. Karena aku dan bi Sari harus menjaga mama sekarang."

"Ta-- tapi, non."

"Pa! Papa sudah dengar apa yang aku katakan barusan, bukan? Sebaiknya papa segera keluar dari kamar ini sekarang juga. Atau, paling tepatnya, papa segera menyusul anak beserta menantu papa yang baru saja keluar dari kamar ini."

Tentu saja mata si papa langsung membulat sempurna karena mendengar ucapan dari Rere barusan. Bagaimana tidak? Dia juga ingin berada di kamar ini untuk menjaga sang istri. Eh, malah tiba-tiba diusir oleh anaknya sendiri.

"Apa yang kamu katakan, Rere? Kenapa kamu bicara seperti itu pada papa, hah? Papa tidak akan pergi dari kamar ini. Papa ingin tetap menjaga mama kamu sampai dia sadar dari komanya."

"Mama koma karena papa. Papa yang tidak becus menjaga mama di rumah. Karena itu, sebaiknya papa tidak perlu menjaga mama sekarang. Karena itu sudah terlambat, pa."

"Ah! Dan lagi, aku tidak yakin kalau papa benar-benar akan menjaga mama. Karena melihat dari apa yang sudah terjadi, aku takut papa malah berniat jahat papa mama atau aku nantinya."

"Rere! Kamu sudah sangat kelewatan sekarang! Aku ini papamu, manusia yang sudah merawat kamu sejak kecil hingga dewasa." Si papa bicara dengan nada tinggi karena merasa sangat emosi dengan apa yang Rere katakan.

Tapi sepertinya, nada tinggi itu tidak berpengaruh pada Rere sedikitpun. Karena saat ini, Rere masih terlihat sangat tenang setelah bentakan yang papanya keluarkan.

"Papa merawat aku? Apakah kata-kata itu tidak salah buat papa ucapkan?"

"Aku tidak pernah merasakan kasih sayang dari papa layaknya yang Amira dapatkan. Apa papa lupa akan hal itu, pa?"

"Jika benar papa lupa, apakah aku harus mengucapkan semua yang sudah terjadi secara rinci satu persatu?"

Papa Rere pun tidak bisa menjawab apa yang anaknya katakan. Karena memang, dia sendiri juga sadar akan perbedaan kasih sayang yang sudah dia lakukan sebelumnya. Ditambah lagi dengan rasa bersalah pada anaknya akan apa yang sedang menimpa sang istri saat ini. Hal itu membuat papa Rere memilih untuk diam, lalu mengalah dengan meninggalkan kamar tersebut dengan langkah pelan dan berat.

Setelah kepergian si papa, Rere dan bi Sari hanya tinggal berdua saja. Saat itulah, sisi lemah Rere kembali terlihat.

Bi Sari yang tahu seperti apa Rere, langsung memegang pundak anak asuhnya dengan lembut sambil memanggil nama Rere. Sontak saja, sentuhan itu langsung membuat Rere berpaling.

"Bibi .... " Rere pun melabuhkan diri ke dalam pelukan bi Sari dengan air mata yang tidak bisa ia tahan.

Di sisi lain, Rohan sedang menunggu Amira yang saat ini sedang diperiksa oleh salah seorang dokter. Wajah Rohan terlihat sedang sangat cemas sekarang. Dia takut jika wanita yang ia cintai kenapa-napa akibat benturan tadi.

"Bagaimana, Dok? Apa ada hal serius yang Amira derita saat ini. Apa kepalanya ada luka dalam atau apa?" Rohan langsung menghujani si dokter dengan banyak pertanyaan setelah dokter tersebut selesai memeriksa Amira.

Tapi, wajah cemas Rohan malah di sambut senyum lembut oleh dokter yang baru saja selesai memeriksa Amira. Tak lupa, sebuah gelengan pelan juga ia perlihatkan.

"Bapak tenang saja. Tidak ada luka serius yang pasien derita. Ini juga hanya cedera ringan, jadi tidak berpengaruh sampai ke bagian dalam kepala. Jadi, tidak perlu terlalu cemas, Pak."

Penjelasan dokter membuat Rohan langsung menghela napas lega. "Hufh .... Syukurlah kalau dokter bilang begitu. Karena kepalanya terbentur, jadi saya sangat cemas."

"Tidak perlu cemas. Dia baik-baik saja kok."

Setelah berterima kasih pada dokter, mereka pun meninggalkan ruangan pemeriksaan menuju taman. Sampai di taman rumah sakit, Amira langsung melontarkan pertanyaan prihal apa yang baru saja terjadi. Hal yang sangat amat membuat hatinya merasa bingung dengan sikap Rohan terhadap Rere.

"Mas Rohan, sebenarnya apa yang sudah terjadi antara kamu dengan Rere? Kenapa kamu bisa bersikap lembut padaku saat berada di depan Rere, Mas?"

Rohan pun langsung mengalihkan pandangan dari Amira. Dia lalu melepas napas berat seakan ada beban yang saat ini sedang menghimpit dadanya.

"Amira, maaf. Aku tidak bisa mengajak Rere baikan. Sebaliknya, aku sudah mengakui semua rahasia yang selama ini kita simpan."

"Maksud kamu? Rere sudah tahu tentang hubungan kita, Mas Rohan?"

"Iya, Mi. Rere sudah tahu semuanya."

"Oh, kalau gitu baguslah." Amira menjawab dengan nada enteng seperti tanpa beban. Tidak seperti sebelumnya.

Hal itu sangat berbeda dari apa yang Rohan bayangkan sebelumnya. Amira sedikitpun tidak memperlihatkan kalau dirinya sedang terkejut dengan kabar yang Rohan sampaikan. Itu karena sebelumnya, dia sudah menduga akan hal itu. Ditambah lagi, orang yang ia takuti sedang tidak berdaya. Maka tidak ada alasan untuk Amira merasa terkejut setelah dia tahu kebenaran saat ini.

"Kamu ... tidak terkejut atau takut lagi sekarang, Mi. Ada apa?"

Pertanyaan Rohan membuat wajah Amira segera berubah gugup. Namun, sebisa mungkin dia menyembunyikan apa yang saat ini ia rasakan.

"Siapa bilang aku tidak terkejut, Mas? Tapi untuk takut, iya, aku tidak merasakannya. Karena saat ini, aku fokus pada mama yang sedang terbaring di kamar rawat saat ini. Aku sungguh sangat merasa bersalah pada Rere yang tidak bisa menjaga mamanya dengan baik."

Amira sungguh pintar mengubah keadaan. Topik pembicaraan yang sebelumnya canggung, kini langsung berubah hangat kembali.

Ucapannya barusan membuat Rohan langsung bersimpati. Dengan lembut, Rohan langsung menarik tubuh Amira ke dalam pelukannya.

"Jangan merasa bersalah seperti itu, Amira. Itu bukan salah kamu. Lagian, yang namanya naas itu tidak ada yang tahu, bukan? Jadi, kenapa kamu pula yang harus merasa rasa bersalah dan sangat sedih seperti saat ini?"

"Tapi Rere begitu menyalahkan aku, Mas. Aku tahu aku hanya menumpang di rumah keluarga Rere. Tapi aku juga punya kesibukan yang lain. Aku tidak mungkin bisa menjaga mama dengan waktu penuh."

"Kamu ngomong apa sih, Mi? Kamu tidak numpang di sana. Tapi kamu juga adalah bagian dari keluarga itu. Jadi, jangan anggap dirimu layaknya pembantu yang harus melakukan semuanya sesuai keinginan majikan, Amira."

Nada kesal terdengar dengar sangat jelas dari kata-kata yang Rohan ucapkan barusan. Bersamaan dengan itu, belaian lembut terus membelai punggung Amira.

Sementara Amira pula, dia begitu bahagia karena apa yang ia katakan mampu membuat Rohan semakin bertambah benci lagi dan lagi pada Rere. Karena alasannya tak lain adalah, anak kesayangan, keluarga yang dianggap, dan juga anggota sah hanyalah Rere. Sementara Amira, dia hanya anak tiri yang terbuang.

Terpopuler

Comments

novi 99

novi 99

siap menderita si Amira dan Rohan penuh penyesalan...

2023-10-14

1

Yuen

Yuen

Si miskin dan anak pelakor cocok collab,usir ajalah mereka kn punya Rere semua hartanya

2023-10-02

0

Jumaeda

Jumaeda

Thor.. sebeell sama pasangan ular itu, kapan ketahuan di Amira menjatuhkan guci ke kepalax mama Rere..

2023-10-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!