'13

Malam dingin akhirnya berlalu. Pagi yang hangat kembali menyapa. Tapi sayangnya, kehangatan pagi tidak bisa Rere rasakan. Karena hubungan antara dirinya dengan sang suami hancur berantakan akibat cinta yang hanya datang dari sebelah pihak saja.

"Non Rere. Apa sebaiknya, kalian bicara baik-baik satu sama lain, non? Jangan pakai diam-diam begini. Kalian gak akan bisa menyelesaikan masalah." Bi Sari menasehati Rere yang saat ini sedang menikmati sarapan rotinya.

Karena nasehat itu, Rere terdiam sejenak. Benaknya mencoba untuk mengurai apa yang baru saja di katakan oleh si bibi. Tapi sayangnya, hati tidak menginginkan hal tersebut. Meski dia tahu, perkataan bi Sari itu sangat benar adanya.

"Aku belum bisa bicara dengan mas Rohan sekarang, Bi. Meskipun aku ingin, tapi hati ini masih belum sanggup. Beban batin ini sangat berat sekarang."

"Kalau begitu, sebaiknya non Rere bicarakan pada nyonya. Mungkin, nyonya punya saran yang bagus untuk permasalahan besar yang sedang non hadapi saat ini. Jika pun tidak, setidaknya, beban batin itu akan sedikit berkurang jika bercerita dengan orang yang tepat, non."

Wanita paruh baya itu begitu bebas menasehati Rere. Karena dia adalah orang yang paling dekat dengan Rere setelah sang mama. Dia juga adalah pengasuh Rere saat Rere masih kecil. Karena itu, bi Sari adalah orang tua kedua buat Rere. Jadi, tidak ada rahasia yang bisa ia sembunyikan dari bi Sari. Termasuk, masalah rumah tangga rumit yang saat ini sedang menimpa dirinya.

"Bicara sama mama, Bi?" Rere terlihat memikirkan saran itu. Sementara bi Sari mengangguk pelan membenarkan apa yang barusan Rere katakan.

"Ya ... mungkin apa yang bibi katakan itu benar. Aku harus bicara sama mama biar sedikit lega. Mama sudah pernah melewati hal ini. Jadi aku yakin, mama juga bisa membuat hatiku kuat meskipun mama tidak bisa menyelesaikan masalah rumit ini."

Dengan penuh semangat, Rere beranjak meninggalkan rumah. Tapi sebelum pergi, dia sempat berpesan pada bi Sari untuk tidak mengatakan apapun tentang dirinya yang pergi ke rumah sang mama pada Rohan.

Tentu saja bi Sari langsung setuju dengan apa yang Rere katakan. Orang dia juga kesal dengan Rohan saat ini. Karena bi Sari pikir, Rere tidak pantas menerima pengkhianatan itu. Jika tidak suka, kenapa harus di pertahankan? Kenapa tidak bicara jujur saja langsung tanpa harus berpura-pura manis di depan, tapi menusuk di belakang.

"Semoga segera usai masalah kalian, non."

Bi Sari berucap lirih. Tanpa ia sadari, Rohan saat ini sudah ada di belakangnya.

"Barusan bibi ngomong apa? Usai? Apaan?"

Sontak, wajah panik karena kaget langsung terlihat. Si bibi yang sedang mencuci piring pun langsung menjatuhkan piringnya ke lantai. Beruntung piringnya piring plastik. Jika tidak, sudah pasti ada pecahan blink di mana-mana akibat piring yang pecah.

"Kenapa kaget begitu, bi Sari? Apa ada hal yang bibi sembunyikan dari aku?"

"Tunggu! Apa bibi tahu apa penyebab dari berubahnya sikap Rere padaku, bi? Karena aku lihat, Rere bersikap biasa saat bersama bibi. Yang tidak biasa hanya saat bersama dengan aku juga Amira."

"Maaf, tuan. Bibi tidak tahu apa-apa. Bibi hanya asisten rumah tangga di sini. Bukan keluarga atau teman yang bisa tahu apa yang sedang terjadi dengan non Rere."

"Tapi Bi .... Ah! Sudahlah. Tidak ada gunanya juga aku paksakan. Jika pun tahu, aku yakin bibi tidak akan mau memberitahukan padaku. Karena bibi adalah pengasuh Rere. Sudah pasti bibi akan selalu berada di pihak Rere. Iya, kan?"

"Jika itu masih dalam batas wajar, atau non Rere memang benar, maka bibi sudah pasti akan berada di pihaknya. Tapi jika non Rere berada di pihak yang salah, maka bibi juga tidak akan berada di pihak non Rere, tuan."

Ucapan bi Sari terus terpikirkan oleh Rohan. Hingga dia tiba di kantor juga, ucapan itu terus saja mengisi benaknya. Terus berputar ulang layaknya rekaman lama yang rusak.

"Agh! Sial! Apa sih yang sebenarnya terjadi dalam hidupku ini? Mengapa akhir-akhir ini, orang-orang begitu suka membuat pikiranku menjadi bingung? Dasar sialan!"

Rohan mengumpat sambil berjalan memasuki ruangan mereka. Setelah pintu ia buka, dirinya tidak menemukan Rere ada di dalam ruangan tersebut.

"Lho, kenapa dia? Bukannya dia sudah berangkat duluan tadi? Kenapa dia tidak ada di sini sekarang? Ke mana sih perginya?" Rohan malah menghujani dirinya sendiri dengan banyak pertanyaan.

Dengan tatapan lurus ke arah meja Rere, dia berusaha memastikan kalau Rere beneran belum tiba. Sementara Rohan sibuk dengan apa yang ia perhatikan, pintu ruangan kembali terbuka.

Saat itu, Rohan berharap jika yang membuka pintu tersebut adalah Rere. Tapi sayangnya, yang muncul malah Amira. Jika dulu, Amira yang sangat ia nantikan. Tapi hari ini, malah Rere yang sangat ingin ia lihat sekarang.

Karena itu, Rohan langsung mengusap kasar wajahnya. Berusaha untuk menyadarkan diri atas apa yang baru saja ia pikirkan.

Senyuman Amira pun membuat Rohan sedikit tersadar, kalau yang ia cintai selamanya akan tetap Amira. Bukan Rere. Dia menginginkan Amira hanya karena sebuah kebiasaan saja.

Dia yang telah terbiasa melihat Rere setiap hari, maka hari ini juga sama.

Sementara itu, Amira langsung menyapa Rohan dengan senyum manis yang terukir dengan indah di bibirnya. "Pagi, Mas Rohan. Kusut aja, Mas. Kenapa? Apa nggak sempat sarapan kamu tadi?"

"Itu .... "

"Eh, iya. Di mana Rere sekarang, Mas? Kalian masih belum baikan ya?" Amira malah langsung memotong ucapan Rohan saat teringat akan apa yang sudah terjadi kemarin.

Di sisi lain, kedatangan Rere di sambut hangat oleh sang mama. Kebetulan, rumah itu hanya ada mamanya seorang sekarang. Papanya sudah berangkat ke pabrik tebu kecil yang ia rintis setelah dirinya dikeluarkan dari kantor milik keluarga sang istri.

"Sayang, tumben kamu datang sendirian. Nggak seperti biasanya deh."

Ya, seperti biasa yang mama Rere maksudkan adalah, Rere datang pasti bersama dengan Rohan. Jika pun Rohan tidak datang untuk bertamu, maka dia yang akan mengantarkan Rere datang ke rumah ini. Tapi kali ini tidak. Rere malah datang sendirian dengan mobil beserta sopir baru yang tidak mama Rere kenali orangnya.

"Re, hubungan kalian nggak ada masalah, bukan? Maksud mama, kalian tidak sedang bertengkar, kan Re?"

Sang mama sudah berusaha menyusun kata dengan sangat baik agar anaknya tidak merasa terbebani dengan apa yang sudah ia tanyakan. Tapi sepertinya, usaha itu tidak berhasil. Karena raut tidak nyaman terlihat dengan sangat jelas di wajah Rere.

"Maafkan mama, Re. Mama tidak berniat untuk ikut campur dalam urusan rumah tangga kamu, Nak. Mama hanya .... "

Terpopuler

Comments

Siti Masitah

Siti Masitah

terus terang aj re..jgn omong dlm hati..

2024-07-18

0

YuWie

YuWie

si Lohan aja tuh yg gak bersyukur dpt in kamu Re...dah kasih pelajaran aja lah..tinggalin, biar nyadar..mokondo ya balik mokondo..hihihi

2023-09-11

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!