'14

"Maafkan mama, Re. Mama tidak berniat untuk ikut campur dalam urusan rumah tangga kamu, Nak. Mama hanya .... "

Ucapan itu langsung tertahan karena saat ini, Rere langsung menghambur ke dalam pelukan sang mama. Tentu saja mamanya semakin khawatir. Karena dia sangat tahu seperti apa anaknya ini.

Ditambah lagi, Rere yang sekarang ada dalam pelukannya sedang menangis dengan isakan yang cukup keras. Jadi wajar, jika mama Rere benar-benar merasa cemas akan apa yang saat ini terjadi dengan anaknya.

"Tenang, Re." Mama Rere berucap sambil membelai pelan punggung juga rambut anaknya dengan kedua tangan.

"Tenang dulu, Nak. Mama tahu kamu pasti sedang mengalami beban masalah yang berat. Jadi, kuasai dirimu sekarang. Jangan terlalu terbawa perasaan, Rere."

Rere terus menangis tanpa menghiraukan apa yang mamanya katakan. Sedangkan sang mama, tidak berkata apapun lagi selain membiarkan anaknya untuk melepaskan semua beban yang saat ini ia rasakan.

Setelah puas menangis, Rere akhirnya merasa sedikit lega. Memang dia sudah sangat dewasa, tidak pantas bersikap layaknya anak remaja yang begitu rapuh. Langsung menangis setelah putus cinta. Tapi yang namanya manusia, dia juga pasti tidak punya kekuatan untuk mengontrol diri lebih dari yang dirinya mampu. Karena itu, dia juga butuh melepaskan emosi agar dirinya merasa sedikit lega.

"Maafkan Rere, Ma. Rere gagal dalam menjalani rumah tangga. Rere gagal dalam menjaga hati mas Rohan. Rere gagal membuatnya jatuh cinta sama Rere. Dan yang lebih parahnya, mas Rohan sudah punya wanita lain yang ia cintai dengan sepenuh hati."

Mata sang mama langsung melebar. Tapi, lebih melebarnya lagi mata itu setelah Rere mengatakan nama orang yang suaminya cinta. Sang mama kaget bukan kepalang, sangking kagetnya dia, tubuhnya langsung bangun dari duduk tenang yang sebelumnya ia lakukan.

"Apa! Rohan jatuh cinta sama Amira!"

Ruangan itu terdengar menggelegar akibat ucapan si mama. Beruntung tidak ada orang lain di dalan rumah selain mereka berdua. Jika tidak, sudah pasti yang mendengar ucapan itu langsung terperanjat akibat besarnya nada ucapan tersebut.

"Kurang ajar! Kenapa perempuan itu begitu tidak tahu diri. Apa memang benih pelakor tidak bisa ia bunuh, hah!"

"Mah, mungkin semua ini tidak murni kesalahan mereka. Aku yang salah karena terlalu percaya diri. Jadinya, aku yang terluka sekarang."

"Cinta tak bisa dipaksakan. Aku baru mengerti itu sekarang, Ma. Setelah semuanya berjalan, dan sudah terlambat untuk mengubah."

Sang mama menatap sayu ke arah wajah anaknya. Dengan perasaan yang sangat sedih, mama Rere menarik tubuh Rere ke dalam pelukan.

"Kenapa kamu harus merasakan apa yang dulunya mama rasakan, Nak?" Mama Rere berucap sambil menjatuhkan air mata.

"Mama tidak ingin kamu menderita seperti ini. Seharusnya, mama mencegah pernikahan kalian waktu itu. Tapi sayangnya, mama tidak tega untuk meruntuhkan hatimu yang terlalu bahagia karena kamu mencintai Rohan."

"Itu bukan salah mama, Ma. Semua sudah terjadi. Kita tidak bisa hanya terus menyesali semua ini, bukan? Jadi, katakanlah apa yang harus aku lakukan sekarang, Ma! Aku tidak kuat untuk hidup seperti ini."

Sang mama terdiam. Karena sekarang, dia juga tidak tahu apa yang harus anaknya lakukan. Tapi sebagai orang tua, mama Rere sebisa mungkin untuk membuat hati anaknya tenang.

Setelah beberapa saat ngobrol dengan serius, Rere pun meninggalkan rumah sang mama. Meskipun masih belum menemukan solusi yang jelas, tapi setidaknya, hati Rere sudah lebih tenang dari sebelum ia bertemu sang mama.

...

"Dari mana saja kamu, Re? Kok baru tiba di kantor jam segini?" Rohan langsung melontarkan pertanyaan itu setelah melihat wajah Rere yang baru muncul dari balik pintu ruangan yang sebelumnya tertutup rapat.

"Ya, aku ada urusan di luar." Rere menjawab dengan jawaban acuh tak acuh sambil berjalan menuju ke arah mejanya.

Saat ia berjalan menuju ke arah mejanya, dia sempat melirik Amira yang saat ini sedang duduk manis di meja kerjanya. Di bawah meja, Rere sempat melihat bungkusan makanan yang sepertinya baru diletakkan si pemilik.

"Amira! Lain kali jangan makan di dalam ruangan. Mana sampah dari makanan yang kamu makan, kamu letakkan sembarangan lagi. Bikin kotor ruangan ini saja."

"Rere kamu apa-apaan sih? Amira itu nggak sempat sarapan tadinya. Makanya dia makan di dalam ruangan."

"Lagian, biasanya juga kita makan di dalam ruangan, kan? Kamu sendiri yang tidak suka makan di luar."

Seketika, ucapan Rohan membuat Rere mengeluarkan tatapan tajam yang menusuk.

"Aku menegur Amira, pak Rohan. Bukan anda. Jadi, kenapa anda yang menjawab? Apa Amira sekarang memang harus selalu meminjam mulut anda untuk bicara, hah!"

Seketika, mata keduanya membelalak akibat ucapan Rere barusan. Mereka sangat amat tak percaya dengan apa yang sudah Rere katakan barusan. Dia memanggil Rohan dengan panggilan Pak Rohan. Sungguh tidak pernah Rere lakukan selama ini. Dan lagi, nada bicara Rere barusan sungguh tidak sama dengan Rere yang sebelumnya. Yang selalu manja, tanpa ada sedikitpun nada tinggi terhadap Rohan.

"Rere kamu kenapa sih, hah? Kesambet di mana kamu ini. Semakin menjadi-jadi saja sekarang." Rohan kelihatan sangat kesal sekarang.

Sementara Amira yang awalnya panik, kini sedikit mengukir senyum tipis. Tiba-tiba, hatinya merasa sedikit bahagia dengan apa yang barusan terjadi. Karena selama ini, meskipun hubungannya dengan Rohan baik-baik saja. Tapi dia selalu merasa tidak nyaman dengan semua itu. Karena kemesraan yang Rere perlihatkan membuat hatinya merasa sakit.

'Sepertinya, melihat mereka bertengkar seperti ini seru juga. Kenapa tidak aku nikmati saja tontonan yang mereka perlihatkan. Karena semakin rusak hubungan mereka, maka semakin tersiksa Rere, bukan?'

'Ah ... tapi tidak. Posisiku di rumah juga akan semakin bahaya jika mama tahu semua ini. Bagaimana caranya aku lepas dari dilema berat ini ya?'

...

Amira masih belum menemukan cara agar bisa lepas dari mama tiri yang sudah merawatnya sejak kecil hingga dewasa seperti saat ini. Hingga ia tiba di rumah juga, pikirannya masih penuh saja.

Lah sekarang, baru juga ia istirahat selama beberapa menit dengan membaringkan tubuhnya di atas kasur, kamarnya malah didatangi oleh orang yang sejak tadi membuatnya merasa cemas. Dan karena kedatangan itu, tentu saja Amira langsung dibuat panik.

"Mama." Amira berucap sambil membangunkan tubuhnya agar bisa duduk.

"Kamu sudah cukup istirahat, bukan? Sekarang, ada yang ingin mama bicarakan sama kamu."

Ucapan itu seperti sebuah pertanyaan. Tapi sayangnya bukan. Karena si mama tidak memberikan sedikitpun kesempatan Amira untuk menjawab apa yang ia katakan.

"Jawab dengan jujur, Amira! Sejak kapan kamu dekat dengan Rohan?"

Deg, wajah Amira langsung memerah. Sepertinya, apa yang ia takutkan akhirnya terjadi juga. Rere telah mengadu pada sang mama. Sekarang, sang mama langsung menyerang dirinya secara sepihak. Tanpa membiarkan dia bernapas dengan baik terlebih dahulu.

Terpopuler

Comments

Sulati Cus

Sulati Cus

pasti nyesel si mama membesarkan anak ulet keket

2024-03-22

0

Sulati Cus

Sulati Cus

ternyata buah jatuh g jauh dr pohonnya kecuali hanyut ke x😂

2024-03-22

0

sella surya amanda

sella surya amanda

lanjut

2023-08-01

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!