Meskipun pada dasarnya, dia tidak pernah bisa menjadi kuat di depan Rohan. Pria yang sangat ia cintai dengan sepenuh hati.
"Heh .... " Rere lalu melepas napas panjang setelah sekian lama terdiam.
"Yang salah tentu selalu aku, Mas. Karena itu, sebaiknya kamu kembali ke mejamu. Jangan buang-buang waktu di sini. Ada banyak kerjaan yang harus kamu kerjakan. Tidak perlu mengurus urusan yang sama sekali tidak ada kaitannya denganmu."
Seketika, wajah Rohan langsung berubah tidak enak. Dia tatap Rere dengan tatapan lekat. Sayangnya, yang di tatap malah sedang acuh tak acuh layaknya tidak merasa sama sekali.
"Kamu kok ngomong gitu sih, Re? Ucapan mu semakin tak karuan saja sekarang. Apa sih yang ada dalam pikiran mu, Rere?"
"Kenapa harus bertanya seperti itu padaku, mas Rohan? Nggak kebalik ya kamu? Ini kantor. Kenapa main bahas hal yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan?"
"Rere!"
"Apa? Salah lagi apa yang sudah aku katakan, hm?" Rere masih bersikap tenang. Walaupun pada dasarnya, dia sudah sangat tak karuan saat ini.
"Kamu kenapa sih, Re? Ada apa dengan kamu sekarang? Ini kek bukan kamu lho, Rere." Kini giliran Amira yang angkat bicara.
Dia yang awalnya diam sambil menjadi penonton terbaik dari perdebatan Rohan dan Rere, kini ikut bicara juga. Hal itu langsung menimbulkan emosi yang semakin besar dalam hati Rere.
Dengan tatapan tajam, Rere melihat ke arah Amira. "Tidak bisakah kalian tidak membahas hal yang tidak penting lagi mulai dari sekarang?"
"Aku ini atasan kalian. Aku harap kalian tidak lupa akan hal itu. Jangan bersikap sesuka hati kalian selama ada di ruang kerja. Mengerti?"
Seketika, suasana hening seperti di gang kosong akibat ucapan Rere barusan. Wajah kaget pun tak lupa Rohan dan Amira perlihatkan. Sungguh, Rere yang ini, tidak mereka kenali sama sekali.
....
Jam makan siang akhirnya tiba. Rere langsung meninggalkan ruangan tersebut saat waktu makan siang tiba.
Sejujurnya, dia sudah sangat ingin meninggalkan ruangan tersebut sejak tadi. Setelah perdebatan antara dirinya dengan kedua manusia yang sudah menciptakan luka buat hatinya berakhir.
Suasana ruangan itu terasa panas bagi mereka bertiga. Tidak ada sepatah kata yang terucap. Tidak seperti waktu itu, setiap kali bekerja, akan ada banyak canda tawa yang memenuhi ruangan tersebut. Yang membuat waktu berjalan dengan cepat karena dihabiskan bersama-sama.
"Mau ke mana, Re?" Amira pun tetap memberanikan diri untuk bertanya meski sebelumnya, sebuah pukulan dengan kata-kata membuat hatinya merasa bimbang.
"Ke kamar mandi."
"Oh. Mau pesan apa buat makan siang kali ini?"
"Nggak. Aku ke restoran langsung aja."
Amira terdiam. Jawaban Rere membuat dirinya kembali syok. Karena biasanya, Rere itu tidak suka makan di luar. Dia selalu minta dibelikan makanan oleh Amira. Karena itu, Amira kaget sekarang.
Sementara itu, Rere malah langsung mengabaikan Amira kembali. Tanpa satu patah katapun, dia beranjak meninggalkan ruangan ini.
Setelah kepergian Rere, Amira langsung menghampiri Rohan. "Mas, ada apa sih dengan Rere? Kenapa dia begitu berbeda dari yang biasanya? Ya Tuhan ... aku sampai tidak bisa mengenali dia sekarang. Bisa-bisanya dia bicara kasar padamu, Mas."
"Aku juga tidak tahu apa yang sudah terjadi dengan dia, Mi. Yang jelas, dia langsung berbeda sejak kemarin."
"Dan sekarang, kamu lihat kan apa yang sudah ia lakukan? Dia melakukan semua yang tidak biasa ia lakukan. Keluar tanpa pamit padaku, pesan makanan sendiri ke restoran, dan ... agh! Ada banyak lagi yang ia lakukan. Dan semuanya berbeda dari sikapnya yang biasa."
"Kenapa kamu tidak tanya apa yang ia inginkan, Mas? Mungkin ada yang ia inginkan dari kamu. Yang tidak kamu berikan."
"Aku sudah coba bertanya, Mi. Tapi Rere tidak mau menjawabnya."
Merekapun saling tatap satu sama lain untuk beberapa detik. Hingga akhirnya, sebuah senyum manis terlukis di bibir Rohan. Tangan Rohan pun sangat ringan bergerak untuk menyentuh tangan Amira yang saat ini ada di atas meja.
"Hah! Lupakan sajalah sikap Rere yang berubah saat ini, Mi. Karena aku yakin, perempuan manja itu pasti akan kembali ke sifat awalnya. Diakan sudah terlahir dengan karakter manjanya yang kental. Jadi, mana mungkin dia akan bersikap seperti ini untuk selama-lamanya."
"Kamu yakin akan hal itu, Mas? Bagaimana jika Rere tetap bertahan dengan sikapnya yang keras seperti saat ini?"
Rohan pun langsung menatap lembut wajah Amira. "Amira, biarkan saja dia mau bersikap seperti apa. Kita tidak perlu memikirkan sikapnya. Karena bagi aku, tidak ada yang lebih spesial dari sikap kamu. Sikapmu yang penuh dengan kesabaran dalam menjalani hidup yang sulit. Kamu yang sangat lembut dan penuh kesederhanaan. Semua yang kamu miliki itu membuat aku merasa kagum lagi dan lagi, Amira. Jadi, jika tidak ada Rere, sebaiknya kita tidak membahas dia, kan?"
Rere yang mendengar omongan itu dengan sangat baik tidak bisa menahan air matanya. Air mata itu jatuh perlahan meski dia tidak menginginkan.
Ya. Saat ini, Rere masih ada di depan pintu ruangan mereka. Rencananya, dia memang ingin pergi sesegera mungkin. Tapi sayang, ponselnya malah tertinggal di atas meja. Karena itu, dia kembali.
Namun, tanpa ia duga, dirinya malah mendengarkan kembali pujian-pujian dari suaminya untuk perempuan lain. Hal yang sangat melukai hati Rere sebelumnya. Kini malah terulang lagi.
'Mas Rohan. Apakah aku benar-benar tidak ada artinya buat kamu, Mas? Haruskah aku bersikap layaknya Amira yang kamu anggap sempurna dengan semua kesederhanaan yang ia miliki?'
Rere langsung menghapus air matanya setelah beberapa saat tertegun. 'Ah! Tidak, tidak-tidak. Yang mas Rohan cintai bukan sikap yang Amira perlihatkan. Melainkan, Amira itu sendiri. Mau seperti apapun aku, maka dia tidak akan jatuh cinta sedikitpun. Karena baginya, sudah ada Amira yang menguasai hati.'
Sadar akan semua itu, Rere pun langsung berusaha membenahi hatinya. Dia tarik napas panjang, lalu ia lepaskan secara perlahan. Kemudian, dengan langkah pelan, dia pergi meninggalkan ruangan tersebut dengan mengabaikan niat awal kenapa ia bisa datang ke ruangan itu kembali.
Rere berusaha berbaur dengan karyawan lainnya agar perasaan sedih yang ia rasakan bisa berkurang. Sedangkan di ruangan mereka, Rohan dan Amira masih dengan kesibukan yang biasanya mereka lakukan. Terus menghabiskan waktu berdua layaknya anak remaja yang baru mengenal cinta.
"Mi. Semakin hari, kamu semakin cantik aja ya. Aku nggak bisa lupa dengan wajah kamu setiap saatnya."
"Kamu ngomong apa sih, Mas? Masih cantik kan Rere dari pada aku, kan?"
"Siapa bilang, Mi? Kamu jauh lebih cantik dari pada Rere. Nggak percaya sama apa yang .... "
Ucapan Rohan tertahan saat bunyi ponsel Rere berdenting. Seketika, perhatiannya langsung tertuju pada ponsel yang Rere tinggalkan di atas meja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
May Keisya
manusia2 ga tau diri...kerja juga numpang di perusahaan Rere juga
2024-07-17
0
Jumaeda
nyesek gue, buat mereka menderita, dan buat mereka kere sekere kerenya Thor ahh sory, Rere maksudx hihihiii
2023-09-30
0
YuWie
tunggu waktu iwan Rohan..hahahah
2023-09-11
1