Pagi harinya, Rohan bangun tanpa menemukan Rere di sampingnya. Sedikit mengejutkan buat Rohan, karena biasanya, Rere akan bangun setelah Rohan bangun dari tempat tidur.
Namun, lagi-lagi Rohan tidak ingin mempermasalahkan semua itu. Dia bahkan berpikir kalau apa yang terjadi sekarang adalah hal yang baik. Karena dengan begitu, dia mungkin tidak perlu memaksakan senyum pagi pada orang yang sama sekali tidak ingin ia berikan senyuman.
Usai mandi, Rohan kini dibuat kebingungan dengan tidak adanya pakaian yang tersedia. Karena biasanya, Rere lah yang menyiapkan semua kebutuhannya setelah mandi. Mulai dari pakaian hingga kaos kaki yang ia pakai. Singkatnya, dari ujung rambut, hingga ujung kaki, semuanya diurus oleh Rere.
Istri yang Rohan anggap manja itu melakukan semuanya dengan senang hati. Memasangkan dasi sambil tersenyum, juga memasang kaos kaki dengan lembut ke kaki Rohan.
Tapi sekarang ... jangankan kaos kaki, baju saja tidak ada. Mana sekarang sudah hampir siang lagi. Rohan pun bangun agak kesiangan karena tidak ada yang membangunkan tepat waktu.
"Ya Tuhan ... apa semua ini? Apa sih yang sebenarnya terjadi?" Rohan berucap sambil mengusap wajahnya dengan kasar.
Saat itu, dia baru sadar jika tidak ada Rere, maka hidupnya juga akan sedikit kacau. Tapi, Rohan masih berusaha menyangkal semua itu. Dia masih bersikap tinggi hati dengan berusaha mencari sendiri apa yang ingin ia kenakan.
Namun, beberapa menit dia mencari, dia masih belum menemukan apa yang cocok untuk dirinya. Dia temukan kemeja, tapi tidak cocok dengan jasnya. Dia temukan dasi, malah jadi mencolok dengan kemeja yang ingin ia kenakan.
Karena itu, Rohan langsung menyerah. Dia pun langsung berteriak memangil Rere yang sejak dia bangun hingga detik ini masih belum terlihat wujudnya sama sekali.
"Rere ...!"
"Re .... "
Eh, yang muncul bukan Rere melainkan bi Sari.
"Ya tuan. Ada apa tuan Rohan memanggil non Rere. Non Rere sedang ada di meja makan saat ini. Dia sedang sarapan."
"Apa? Rere sedang sarapan? Kok bisa sih?"
Wajah tidak enak langsung Rohan perlihatkan.
Rere yang sangat berbeda dari yang sebelumnya membuat Rohan kebingungan setengah mati. Bagaimana tidak? Mulai dari bangun tidak dibangunkan, pakaian tidak di sediakan. Lah sekarang, Rere malah sarapan duluan. Hal yang sama sekali tidak pernah Rere lakukan selama mereka menikah.
Rohan langsung teringat akan saat itu. Rere yang rela tidak sarapan hanya karena Rohan bangun duluan, kemudian pergi ke kantor. Dan siangnya, Rohan terpaksa kembali karena panggilan dari bi Sari yang mengatakan kalau Rere tidak akan makan siang jika Rohan tidak pulang.
Lah sekarang, bisa-bisanya Rere meninggalkannya untuk sarapan duluan. Bukankah itu hal yang sangat mengejutkan bagi Rohan?
"Bi Sari, sebenarnya apa sih yang terjadi dengan Rere? Kenapa dia mendadak seperti bukan dirinya sekarang?"
"Itu ... bibi juga tidak tahu, Tuan. Tapi sepertinya, ada sesuatu yang mungkin mengenai tepat di hati non Rere. Karena itu, perubahan besar ini terjadi."
Rohan terdiam. Dia mencoba mencerna apa yang baru saja bi Sari katakan. Tapi sayangnya, dia tidak menemukan titik dari permasalahan sedikitpun.
Ketika Rohan keluar dari kamar, Rere malahan sudah selesai sarapan. Mata Rohan pun melebar saat ia melihat Rere yang pagi ini sangat jauh berbeda dari Rere yang hari biasanya.
Saat ini, Rere sudah siap dengan pakaian formal yang melekat di tubuhnya. Wajah cantik dengan polesan make-up tipis yang terlihat natural, lipstik pink yang menambah sempurna wajah cantik yang Rere miliki. Hal itu sungguh menambah rasa bingung dalam hati Rohan.
Karena biasanya, Rere hanya menggunakan kaos longgar jika ia tidak ingin keluar rumah. Boro-boro pakai make-up, lipstik aja jarang dia kenakan jika dirinya diam di rumah.
Inilah perempuan. Bukan tidak ingin berdandan saat ada di rumah. Tapi, tidak punya waktu untuk berdandan karena terlalu sibuk memikirkan rumah dan penghuninya. Sibuk menyiapkan orang yang dianggap penting, sampai lupa dengan diri sendiri.
Syukur jika dihargai. Tapi kebanyakan, malah diabaikan. Sama seperti Rere yang ketika sudah tidak melakukan apa yang sering ia lakukan, baru membuat Rohan sadar kalau keberadaan Rere itu ternyata juga penting untuknya.
"Kamu ... mau ke mana, Re?"
"Ke kantor, Mas."
"Apa? Ke kantor?" Wajah kaget pun terlihat dengan sangat jelas. Tak lupa, tatapan tajam juga Rohan perlihatkan saat ini.
Sebaliknya, Rere malah tersenyum kecil dengan apa yang Rohan perlihatkan.
"Kenapa kaget begitu, Mas Rohan? Aku ingin kembali ke kantor mulai dari hari ini. Apa itu salah?"
"Ah, bu-- bukan begitu, Re. Tapi ... kenapa tiba-tiba kamu ingin kembali ke kantor? Bukannya kamu bilang, kamu ingin fokus sama kehidupan rumah tangga kita saja."
Rere pun langsung menatap lekat wajah Rohan. 'Iya. Tapi itu dulu. Saat sebelum aku tahu apa yang sebenarnya kamu pikirkan tentang aku. Saat aku berpikir, jika aku bisa membuat kamu jatuh cinta padaku. Tapi sayangnya, pemikiran bodoh itu membuat aku terkesan benar-benar sangat bodoh saat ini.'
'Dan dengan bodohnya, aku membiarkan kamu berduaan dengan Amira di kantor. Membiarkan kalian menghabiskan waktu bersama. Hingga bisa terus-terusan memupuk bunga cinta sampai mekar setiap waktu. Dasar bodoh!'
"Rere."
"Hah. Iya, Mas."
"Kenapa kamu malah bengong?"
"Nggak kok. Aku nggak bengong. Hanya terdiam sesaat saja."
"Mm ... kalau gitu, aku berangkat duluan aja ya, Mas."
"Apa!" Rohan berucap dengan nada tinggi begitu saja. Bagaimana tidak? Sikap baru Rere membuatnya hampir jantungan. Terus-terusan aneh hingga dia tidak tahu harus bersikap seperti apa.
Sementara itu, Rere malah terlihat tenang. Ini jelas sekali sangat berbeda yang Rere yang sebelumnya. Karena Rere yang ini sama sekali tidak memperlihatkan rasa terkejut dengan nada tinggi yang Rohan ucapkan.
Biasanya, Rere akan langsung menangis saat Rohan memperdengarkan nada tinggi ketika mereka berbicara. Layaknya anak-anak yang takut akan bentakan dari orang tua mereka. Begitulah Rere ketika Rohan mengunakan nada tinggi saat bicara. Tapi kali ini tidak, Rere malah seperti tidak menghiraukan sedikitpun bentakan itu.
"Ada apa sih, Mas? Kenapa kamu tiba-tiba berteriak seperti ini? Apa ada yang salah dari kata yang aku ucapkan tadi?"
Rohan yang masih mematung, langsung tersadar karena ucapan Rere barusan. Dia pun tidak bisa menahan diri lagi. Tangannya langsung terasa ringan untuk menyentuh tangan Rere.
"Ada apa dengan kamu, Re? Ini tidak sama seperti kamu yang sebelumnya. Kenapa kamu mendadak jadi seperti ini, Rere?"
"Kenapa, Mas? Apa yang salah dengan aku sekarang? Perasaan, aku biasa saja."
"Rere! Kamu tidak biasa, tahu gak? Semua yang kamu perlihatkan itu sangat jauh berbeda dari dirimu yang sebelumnya. Apa semua ini, Re? Apa yang sudah membuat sikap kamu berubah seperti ini, hah?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
May Keisya
manja dari mnanya rohan
2024-07-17
0
Sulati Cus
km nanya.... jd inget..
2024-03-22
0
Sulati Cus
eh kirain beneran ngomong g tau cm dlm hati😂
2024-03-22
0