'2

Rere terus menangis sampai tubuhnya merasa lelah. Hingga akhirnya, dia terlelap di atas lantai depan pintu kamarnya sendiri.

...

"Re ... Rere .... "

"Re ... bukan pintunya! Kamu ada di dalam, kan Re?"

Sayup-sayup suara itu terdengar di kuping Rere. Dengan perasaan malas, dia membuka matanya. Seketika, Rere baru menyadari apa yang sudah terjadi. Dia tidur dengan pulas karena kelelahan sehingga menghabiskan beberapa jam dengan begitu saja.

Dengan perasaan campur aduk, Rere pun memaksakan diri untuk bangun. Tapi, dia hanya duduk bersandar di depan pintu tanpa berniat untuk langsung beranjak dari pintu tersebut.

"Bi Sari. Rere beneran ada di dalam atau tidak sih? Kok nggak ada jawaban juga setelah aku panggil beberapa kali."

Suara itu terdengar cukup mencemaskan Rere. Jika dulu, suara itu yang sangat Rere rindukan pada saat berjauhan. Yang selalu ingin Rere dengar ketika berpisah. Meskipun berpisahnya hanya ke kantor selama seharian saja. Tapi, suara itu selalu Rere tunggu setiap detik dan menitnya.

Tapi saat ini, suara itu sangat menyakitkan buat Rere. Rasanya, dia sangat tidak ingin melihat pemilik dari suara itu karena apa yang baru saja terjadi. Suara itu sudah memuji orang lain dengan semua pujian yang ia miliki. Yang Rere sendiri tidak pernah mendapatkan pujian itu sekalipun.

Lagi-lagi, air mata tidak bisa Rere bendung. Dia cukup rapuh saat ini. Sampai tidak bisa menguasai emosi sedikitpun. Dia terus saja terhanyut dalam kesedihan meskipun dia sendiri tidak menginginkan akan hal tersebut.

Sementara di luar kamar, Rohan terus mengetuk pintu setelah mendengar kepastian yang bi Sari ucapkan. "Non Rere ada kok di dalam, Tuan. Tadi siang, non Rere kembali dari luar langsung masuk ke kamar. Setelah itu, bibi tidak melihat non Rere keluar dari kamar ini."

Penjelasan itu memang membuat Rohan langsung memasang wajah yang tidak enak. Sedikit rasa cemas menghantui hatinya. Bagaimana tidak? Selama ini, Rere adalah perempuan yang manja. Dia bisa melakukan apa saja atas kemauannya sendiri. Itulah kesan Rohan untuk Rere selama ini.

"Kalau begitu, ambilkan aku kunci cadangan kamar ini, bi! Aku tidak tahu apa yang majikan mu lakukan di dalam sana. Tapi yang jelas, aku tidak ingin dia bersikap yang tidak jelas yang akan merugikan semua orang nanti."

Bi Sari menatap Rohan sesaat sebelum ia melakukan apa yang Rohan perintahkan. Yah, ucapan itu memang terdengar sedikit tidak mengenakkan hati. Tapi, ini memang bukan yang pertama kalinya Rohan berucap kata-kata seperti itu.

Sering kali Rahan berkata dengan nada seperti tidak menyukai Rere. Tapi, itu terjadi jika Rere tidak ada di dekat Rohan saja. Karena jika mereka bersama, Rohan akan jadi pria yang cukup penyabar dengan semua tingkah Rere yang memang terkesan sangat kekanak-kanakan.

Sementara bi Sari beranjak untuk mengambil kunci cadangan untuk membuka kamar tersebut, Rere pun langsung memutuskan untuk membuka pintu kamar itu.

Ia seka air mata yang tadinya tumpah perlahan melintasi kedua pipi. Kemudian, dia tarik napas dalam-dalam untuk membuat hatinya merasa tenang.

'Tenanglah, Re! Meskipun kamu tahu akan semua yang telah terjadi. Tapi ini bukan saatnya kamu marah. Karena masih ada banyak hal yang harus kamu coba lakukan untuk membuktikan kalau cinta yang datang dari sebelah pihak ini tidak salah.'

'Yah, walaupun pada kenyataannya, hatimu sakit karena kenyataan pahit yang baru saja kamu alami. Tapi, kenyataan pahit ini juga bukan murni kesalahan dari mas Rohan. Karena di sini juga ada kesalahan dari diriku sendiri. Aku yang terlalu percaya diri selama ini. Karena itu, aku harus mencoba satu kali lagi. Hanya satu kali saja. Setelah itu, aku mungkin akan berpikir ulang untuk kelanjutan dari pernikahan yang saat ini sedang aku jalani.'

Karena pikiran itulah, Rere bisa sedikit menenangkan diri. Dia pun langsung membuka pintu kamar tersebut dengan cepat.

Mata Rere dan Rohan pun saling bertemu ketika pintu sudah terbuka lebar. Untuk beberapa detik lamanya, mereka saling diam dengan posisi yang saling tatap satu sama lain.

Tapi, itu hanya terjadi selama beberapa detik saja. Setelah itu, Rohan langsung menghindari wajahnya dari pandangan Rere.

"Kamu lagi ngapain sih, Re? Kenapa gak menjawab saat aku memanggilmu tadi?"

"Eh, maaf ... mas. Aku ... aku ketiduran. Karena itu, aku tidak menjawab panggilan dari kamu."

"Ketiduran? Sejak kapan kamu tidur? Kenapa matamu jadi bengkak seperti ini? Seperti ... seseorang yang baru saja habis mengeluarkan banyak air mata."

"Kamu menangis, Rere? Kenapa?"

Pertanyaan dengan tatapan tajam itu membuat Rere terdiam. Dia sangat ingin menjawab dengan jawaban yang sebenarnya. Tapi, itu tidak bisa ia lakukan untuk waktu saat ini.

"Iya, Mas. Aku menangis. Tapi itu tidak ada hubungannya dengan kamu. Orang aku menangis karena aku tadi nonton drama sedih."

'Drama sedih antara diriku dengan kalian berdua. Dua orang yang paling dekat denganku. Yang paling aku percaya selama ini,' kata Rere dalam hati.

Dan, semua itu berlalu begitu saja. Setelah penjelasan yang Rere berikan, Rohan langsung menerima saja penjelasan itu tanpa berkomentar lagi.

Karena yang ada dalam pikiran Rohan, Rere itu adalah perempuan yang sangat manja. Jadi, jika ia menangis hanya karena menonton sebuah drama, itu mungkin masuk akal. Karena selama ini, Rere juga bisa melakukan apa saja dengan sesuka hati.

....

Tidak ada obrolan setelah Rohan masuk ke kamar. Kemudian, makan malam malam ini juga terasa sedikit berbeda dari biasanya. Karena biasanya, Rere akan ngomong panjang lebar saat mereka menyantap makanan. Tapi malam ini, Rere malah terus diam sambil menikmati makanan dengan tenang.

Lalu, keanehan terjadi lagi. Rere yang biasanya selalu memaksa Rohan untuk menghabiskan waktu di depan televisi setelah makan malam, kini malah langsung masuk ke kamar tanpa bicara.

Hal yang sangat amat langka bagi Rohan. Dan saat itulah, Rohan mulai merasakan ada yang tidak beres dengan Rere sekarang.

"Kamu kenapa sih, Re? Kek ada yang tidak beres aja. Diam melulu sejak tadi."

"Gak ada apa-apa kok, Mas. Cuma lagi gak enak badan aja."

"Udah minum obat?"

Rere terdiam. Perhatian kecil yang biasanya sangat ia harapkan. Tapi sekarang, malah menciptakan rasa sakit dari perhatian kecil itu.

'Heh! Udah minum obat katamu, Mas? Untuk apa bertanya jika hanya sekedar basa-basi saja. Aku tidak butuh basa-basi itu.' Rere berucap dalam hati sambil menahan diri agar tidak menangis lagi.

"Sudah."

Jawaban singkat itu membuat Rohan semakin merasa canggung. Bagaimana tidak? Ini adalah yang pertama kalinya Rere bersikap secuek dengannya saat mereka ingin tidur.

Terpopuler

Comments

Tiana

Tiana

hmm mc sabar ya.. kalau aq pasti udh q ceraikan..

2023-10-08

1

Abang IB

Abang IB

aduuh parah nii

2023-09-23

0

lovely

lovely

klo gue mungkin langsung to the point ngapain dripada dlm hati mlulu 🥴

2023-09-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!