"Dan lagi, Rere itu sangat suka jika aku berikan hadiah. Jadi, nanti aku akan baik-baikan dia supaya ngambeknya hilang. Kamu tenang saja yah."
Amira pun mengangguk pelan. Kontak fisik memang jarang terjadi antara Rohan dengan Amira. Tapi tidak dengan ucapan yang selalu membuat Amira merasa, kalau Rohan akan selalu menjadi miliknya.
"Terima kasih banyak, Mas. Jika itu yang kamu katakan, maka aku bisa sedikit lebih tenang."
"Tidak perlu berterima kasih, Mira. Ini semua tidak ada apa-apanya dengan apa yang sudah kamu lakukan selama ini. Selamanya, kamu yang terbaik."
...
Rere duduk di depan televisi setelah selesai membersihkan diri. Hari pertama bekerja sangat melelahkan buat Rere. Ditambah, kejadian-kejadian yang ia hadapi di kantor membuat pikirannya menjadi pusing.
Niat untuk bersikap biasa pada Amira dan Rohan terus saja tidak bisa ia lakukan. Yang ada, rasa sakit yang ia rasakan selalu membuat dirinya ingin marah pada kedua manusia yang sebelumnya adalah orang paling dekat dengannya.
Mana ada orang yang bisa bersikap manis setelah tahu dirinya disakiti oleh orang tersebut. Jika pun ada, tentunya itu bukan Rere. Karena dia tidak punya kesabaran sebesar itu dalam dirinya.
Saat Rere masih sibuk dengan ponselnya, Rohan yang baru pulang langsung menghampiri Rere dengan senyum lebar. Tak lupa, sebuah bingkisan dia jinjing di tangan kanannya. Sedangkan tangan kiri, sedang membawa jas yang sudah ia lepaskan dari tubuhnya.
"Kamu udah lama nyampai rumah, Re?" Rohan berucap sambil menduduki bokongnya ke atas sofa yang ada di samping Rere.
"Udah." Rere menjawab tanpa menoleh sedikitpun.
Tidak seperti hari-hari biasanya, Rere akan memberikan sambutan hangat saat Rohan kembali ke rumah setelah usai bekerja. Dengan wajah manis, dia menghampiri suaminya sambil merebut tas juga jas yang ada di tangan Rohan. Tapi kali ini, Rere tidak memberikan sambutan sedikitpun. Bahkan, saat Rohan mengajaknya bicara, dia hanya menjawab dengan jawaban yang singkat tanpa menoleh.
Rohan yang sejak tadi pagi menerima perlakuan tak biasa, kini sudah mulai berdamai dengan perubahan itu. Meskipun terasa sangat canggung, tapi Rohan tidak ingin menciptakan perdebatan lagi kali ini. Dia berusaha mengabaikan perubahan demi perubahan yang Rere perlihatkan padanya saat ini.
"Mm ... kamu sibuk banget sekarang ya, Re? Sedang apa sih itu? Sampai gak noleh sedikitpun saat aku ajak bicara."
Ucapan itu membuat Rere langsung terdiam. Tapi, tetap saja, Rere tidak menoleh meskipun ucapan Rohan sudah menyentuh hatinya.
"Ah! Aku tahu kamu sedang marah padaku. Tapi yang aku tidak tahu, kamu marah itu karena apa, Re. Jadinya, aku dibuat bingung sendiri oleh sikapmu yang jauh berubah. Tanpa tahu bagaimana caranya agar aku bisa memperbaiki kesalahan yang sudah aku perbuat padamu sebelumnya."
Rere pun langsung menoleh karena ucapan Rohan barusan. "Kamu yakin ingin tahu apa alasan aku berubah, mas Rohan?"
"Tentu saja, Re. Tentu saja aku ingin tahu. Karena kamu yang berubah secara tiba-tiba ini sungguh mengganggu perasaanku. Dan juga, perasaan Amira. Dia terlihat sangat tidak nyaman dengan kamu yang tiba-tiba berubah tanpa ada sebab sedikitpun. Karena itu, aku sangat ingin tahu, Rere."
Sontak, perasaan rapuh kembali Rere rasakan. Dia yang awalnya ingin jujur akan apa yang sedang terjadi dengan dirinya, langsung membatalkan niat untuk bicara pada Rohan.
'Heh ... Amira lagi Amira lagi. Apakah tidak ada aku sedikitpun? Yang mas Rohan tahu cuma Amira. Semuanya Amira. Sedangkan aku, tak ia anggap sama sekali.' Rere menertawakan dirinya sendiri.
Dirinya yang miris karena cinta yang dia miliki. Berharap mendapatkan balasan dari cinta itu. Tapi nyatanya, bukan balasan yang ia terima, melainkan, pengkhianatan yang di lakukan secara halus. Sangking halusnya, dia sendiri hampir tidak menyadari semua itu.
Karena rasa kesal yang ada dalam hati, Rere pun memilih untuk mengakhiri obrolannya dengan Rohan. Dia segera bangun tanpa menjawab apa yang Rohan katakan sebelumnya.
Tapi, tentu saja Rohan tidak membiarkan hal itu terjadi. Karena dia yang sebelumnya berharap tahu apa yang saat ini sedang Rere sembunyikan, tentu tidak ingin dikecewakan karena harapan tersebut.
Dia tahan tangan Rere agar Rere tidak pergi meninggalkan dirinya. "Tunggu, Re! Kamu apa-apaan sih main mau pergi gitu aja? Kan, sekarang kita sedang ngobrol, Rere."
"Lalu kenapa jika kita sedang ngobrol, Mas? Apa aku tidak bisa melakukan apa yang aku mau saat kita sedang ngobrol?"
"Ya jangan main pergi gitu aja dong, Re. Obrolan kita belum selesai. Jika kamu ingin pergi, tunggu obrolan kita selesai dulu dong."
Rere pun tertawa ringan.
"Heh! Kenapa jika aku ingin pergi sebelum selesai bicara denganmu, Mas? Kamu juga bisa seenaknya bawa nama perempuan lain saat kita sedang ngobrol, bukan?"
"Nama perempuan yang sangat kamu jaga perasaannya. Yang ingin selalu kamu bahagiakan. Dan, yang ingin kamu berikan semua hidupmu untuknya."
"Asal kamu tahu, sebuah perubahan sikapku karena dia, Mas Rohan! Karena dia!"
"Karena aku tahu, kamu mencintai dia, bukan aku. Aku yang selama ini telah memberikan semua hidupku untukmu. Kamu menikahi aku karena keluargaku punya jasa padamu, bukan? Tapi apakah kamu bisa sedikit saja memberikan hatimu untukku agar kamu paham, aku juga butuh cinta untuk mempertahankan rumah tangga kita."
Sayangnya, semua kata-kata itu hanya bayangan Rere saja. Dia tidak mengatakan kata-kata itu secara langsung pada Rohan. Dia juga tidak tertawa sebelumnya. Yang Rere lakukan hanya diam mematung sambil membayangkan semua kata yang ia lepaskan di depan Rohan.
"Rere."
Panggilan Rohan menyadarkan Rere akan apa yang sedang ia lamun kan. Setelah sadar dari lamunan, Rere pun langsung melepaskan tangan Rohan yang saat ini sedang mencengkram pergelangan tangannya.
"Aku lelah, mas. Ingin istirahat. Jangan ganggu aku dengan obrolan yang sama sekali tidak penting. Yang tidak perlu kita bahas sekarang."
"Tidak penting? Bagimu semua ini tidak penting, Rere? Kamu yang benar saja. Amira ...."
"Amira lagi?" Rere berucap sambil menatap tajam wajah Rohan. "Apa cuma Amira yang bisa kamu pikirkan sekarang, mas? Cobalah untuk memikirkan aku. Apa kamu tidak bisa, mas Rohan?"
Seketika, wajah Rohan langsung berubah gugup. "Ap-- apa maksud kamu, Re? Kenapa kamu jadi bicara seperti seakan-akan aku hanya mementingkan Amira?"
"Karena aku rasa, kenyataannya memang seperti itu, Mas. Buktinya saja, sejak tadi, yang kamu pedulikan hanya Amira saja. Selalu ada Amira di ucapan yang kamu keluarkan. Aku jadi bingung. Sebenarnya, istri kamu itu aku atau Amira sih?"
"Rere! Ngomong apa sih kamu. Jangan ngomong yang tidak-tidak. Sudah jelas kamu adalah istriku."
'Ya, aku istrimu. Tapi istri di atas kertas saja. Tidak untuk batin dan hatimu. Karena untuk batin juga hati, aku yakin kalau di sana ada Amira sebagai istri yang kamu dambakan.' Rere berucap dalam hati sambil menguatkan diri.
"Jika aku istrimu, bisakah kamu jangan pernah sebut nama Amira saat bicara denganku?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Siti Masitah
bicara kok dalam hati...prikitiew
2024-07-18
0
Anie Anie Alum
sdh tahu selingkuh knapa di diamkan...terus terang saja biar sadar
2024-07-15
0
Sulati Cus
😂😂rere kyknya lbh jago di ilmu kebatinan 😂
2024-03-22
1