'11

"Jika aku istrimu, bisakah kamu jangan pernah sebut nama Amira saat bicara denganku?"

Mata Rohan langsung membulat sempurna karena ucapan Rere barusan. "Re, kamu ... kenapa sih? Amira itu adalah teman terdekat kamu, bukan? Dia juga saudara kamu, Rere."

"Saudara tiri."

Rere menatap tak suka ke arah Rohan. Yang ditatap bukannya merasa, malah semakin menjadi-jadi.

"Kenapa jika dia saudara tiri mu, Re? Yang jelas, dia juga saudara kamu, kan? Yang hidup bersama-sama sejak kalian kecil hingga sampai dewasa."

"Itulah yang aku sesali sekarang, Mas. Kenapa aku punya saudara tiri seperti dia. Menyebalkan."

"Rere!"

"Apa!"

"Mau ngebelain Amira lagi? Belain aja terus sampai aku tahu, apa hubungan kamu dengan Amira yang sebenarnya."

Seketika, ucapan itu membuat Rohan membeku. Perlahan, dia sadar apa masalah yang saat ini sedang mereka alami. Karena itu, Rohan mendadak pusing sekarang.

Sementara Rere yang tidak ingin bicara dengan Rohan lagi, langsung meninggalkan Rohan sendirian tanpa sepatah katapun.

....

"Halo, mas. Tumben kamu nelpon aku jam segini. Kamu di mana sekarang?"

"Aku di cafe, Mi."

"Cafe yang ada di dekat rumahmu itu ya?"

"Iya."

"Oh. Mm ... Gimana rencana kamu buat baikin Rere? Apa berhasil, Mas?"

"Nggak, Mira."

Jawaban dengan nada lemas membuat Amira sangat penasaran. "Nggak? Kok bisa sih?"

"Mm ... tapi kamu tahu nggak apa yang sedang dia sembunyikan dari kita sekarang?"

"Maksudku, apa yang sudah membuat dia berubah jadi aneh seperti tadi."

"Kayaknya, aku tahu apa penyebabnya, Mi."

"Kamu tahu, Mas? Apa penyebabnya?" Nada penasaran terdengar dengan sangat jelas sekarang. Amira sepertinya sudah sangat ingin tahu apa yang menyebabkan Rere berubah.

"Sepertinya, Rere tahu hubungan antara aku dengan kamu, Mi. Karena tadi, saat bicara dengannya, dia minta aku jangan sebut-sebut nama kamu. Kelihatannya, dia marah besar pas aku bawa nama kamu saat kami ngobrol."

Amira terdiam. Perasaan kaget langsung saja menghampiri hatinya. Dia juga merasa takut akan sesuatu.

'Tidak. Rere tidak boleh tahu tentang hubungan aku dengan mas Rohan. Aku tidak bisa membiarkan semua ini terjadi.' Amira berucap dalam hati sambil menggenggam erat tangannya sendiri.

Panggilan dari ujung gawai yang saat ini masih berlangsung membuat Amira tersadar akan apa yang sebelumnya memenuhi pikiran. Dia pun berusaha untuk menenangkan hati secepat mungkin.

"Kamu kenapa sih, Mir? Kenapa diam? Apa yang sedang kamu pikirkan barusan, hm?" Pertanyaan Rohan datang dengan bertubi-tubi karena sebelumnya, setelah ia katakan soal penyebab berubahnya sikap Rere, Amira langsung terdiam membisu.

"Mas. Jangan sampai Rere tahu tentang hubungan kita. Karena itu akan sangat bahaya. Aku bisa disalahkan secara sepihak oleh mama Rere, Mas. Tolonglah. Pikirkan cara agar kalian bisa baikan lagi. Jika tidak untuk dirimu, bagaimana jika kamu lakukan itu semua untuk aku, Mas Rohan. Aku mohon."

Dengan nada yang sangat memelas juga sedih, Amira berucap. Tentu saja ucapan itu langsung menyentuh hati Rohan. Bagaimana tidak? Perempuan yang sangat ia cintai malah memohon dengan sangat sedih padanya. Jadi, tidak ada alasan untuk Rohan menolak permohonan itu meskipun sangat berat untuk ia lakukan.

"Baiklah, Amira ku. Kamu tenang saja, aku akan lakukan segala cara agar Rere bisa aku ajak baikan. Kamu tahu, kan? Rere sangat mencintai aku. Sedangkan aku, aku sangat mencintai kamu. Jadi, semua akan baik-baik saja ya."

Setelah obrolan berakhir, Amira langsung dikagetkan dengan sebuah suara yang langsung datang memasuki kamarnya. Dengan wajah yang sangat panik, Amira berusaha tetap terlihat tenang dengan menyapa orang tersebut sambil tersenyum lebar.

"Ma-- mama. Kapan mama ada di sini, Ma?"

Mama, dia adalah mama Rere yang Amira panggil dengan sebutan yang sama. Perempuan itu yang sudah merawat Amira hingga tumbuh dewasa seperti saat ini. Karena perempuan itu, Amira bersedia memberikan Rohan untuk Rere yang sejak kecil tumbuh bersama dengannya.

"Baru aja, Mi. Kamu habis ngobrol sama siapa? Kok serius banget kedengarannya?"

Seketika, pertanyaan itu membuat wajah panik Amira kambuh lagi. Meskipun begitu, Amira tetap berusaha untuk tenang agar mama tirinya tidak menaruh perasaan curiga meskipun dia sedang sangat gugup sekarang.

"Itu ... teman waktu kuliah dulu, Ma. Aku ingin minta bantuan darinya untuk membelikan aku tiket buat masuk taman hiburan weekend nanti," ucap Amira sambil tersenyum canggung.

"Oh."

"Kenapa gak ajak Rere aja ke taman hiburannya, Mi? Dia juga pasti akan bahagia nanti jika bisa main ke taman hiburan. Lagian, kalian udah lama tidak bersama, bukan?"

"Itu ... anu ... mm ... gak enak sama mas Rohan, Ma. Weekend kan pasti mereka ingin menghabiskan waktu bersama sebagai pasangan."

Mama Rere mengangguk pelan.

"Kamu benar juga. Mereka juga butuh waktu bersama lebih banyak, bukan? Mana nikahnya udah hampir dua tahun, tapi masih belum dikaruniai anak. Mereka butuh liburan deh kayaknya."

Sontak, Amira langsung membulatkan mata melihat ke arah mama tirinya. "Li-- liburan, ma?"

"Iya. Liburan ke tempat yang romantis biar bisa bikin cucu buat mama." Mama Rere berucap sambil tersenyum lebar.

Sementara Amira yang mendengarkan hal itu hanya bisa menahan diri saja. Menahan hati agar tidak memperlihatkan kecemburuannya pada Rere.

'Tenanglah, Mira. Sampai kapanpun, Rere tidak akan pernah bisa punya anak dari Rohan. Karena selama ini, Rohan tidak pernah melakukan hubungan dengan serius. Karena dalam hati Rohan hanya ada aku seorang. Perempuan yang paling dia sayang.'

'Hufh .... Andai saja papa bisa sedikit berkuasa di keluarga ini, maka aku tidak perlu bersikap layaknya Cinderella yang lemah seperti sekarang. Yang menerima semua keputusan hanya karena aku tidak berdaya untuk melawan.'

'Atau ... andai mas Rohan bukan pria biasa saja. Yang terlahir dari keluarga paling sederhana. Aku sudah pasti bisa bahagia bersama dengannya. Karena dia bisa memberikan kehidupan yang layak untuk aku sebagai seorang istri.'

'Lah tapi kenyataannya, dia hanya seorang pria yang bergantung pada keluarga istrinya saja. Tanpa bantuan dari keluarga istrinya, maka dia juga akan hidup melarat layaknya manusia rendahan yang tidak bisa apa-apa. Sungguh naif dan miris sekali hidup ini. Ah .... '

Setelah puas bicara sendiri dalam hati, Amira malah langsung membuang napas besar tanpa sadar kalau mama tirinya masih ada di dalam kamar tersebut. Tentu saja, apa yang barusan Amira lakukan membuat tatapan aneh langsung muncul dari mata si mama tiri.

"Kamu kenapa, Mira? Setelah sekian lama terdiam, malah tiba-tiba mendengus seperti barusan. Apa sih yang ada dalam pikiranmu sekarang?"

"Eh! Ma-- mama. Nggak kok, Ma. Hanya lelah sedikit saja. Kerjaan kantor menumpuk hari ini. Jadi, capek."

Amira beralasan sambil menyunggingkan bibir. Dan, alasan itu mama Rere terima dengan langsung beranjak meninggalkan kamar Amira.

"Baiklah kalau gitu, mama pergi sekarang. Kamu bisa istirahat sekarang juga."

"Iy-- iya, Ma. Maaf yah. Gak bisa ajak mama ngobrol lama-lama."

Terpopuler

Comments

Ayanih

Ayanih

adek tiri gak ada otak udah di urus sampai besar ama mama rere tetep aja tabiat pelakor emak nya yg di warisi darah pelakor nya kental ini 90% bikin geleng-geleng kepala 😅😅😅

2024-12-04

0

May Keisya

May Keisya

emang kamu dan kalian salah.... dasar orgil

2024-07-17

0

novi 99

novi 99

Amira sifatnya lemah lembut hanya topeng aja .

selamat Rohan , pilihan hatimu begitu burik untuk masa depan mu .
Amira matre abis .
sadar Amira , kamu itu anak gak jelas yang mau di rawat sama mama nya Rere.
coba klo hati mama Rere sudah jahat dari awal , bakal jadi tongseng kamu .

2023-10-13

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!