Amira pun tanpa pikir panjang langsung mengangkat gucci itu. Lalu, ia pukul gucci tersebut ke kepala mama Rere. Alhasil, cengkraman tangan mama Rere perlahan melonggar bersamaan dengan mengalirnya darah segar dari kepala sang mama yang terbentur.
Seketika itu pula, Amira baru sadar dengan apa yang ia lakukan. Tapi sayang seribu kali sayang, semua sudah terlanjur. Mama Rere yang kesadarannya perlahan menghilang, akhirnya terjatuh ke lantai dengan kepala yang terus mengeluarkan darah.
"Ya Tuhan. Mama. Apa yang sudah aku lakukan sih sebenarnya?" Amira berucap dengan nada sangat amat panik saat ini.
Dia berusaha membangunkan mama tirinya dengan cara menggoyang-goyangkan tubuh wanita paruh baya yang saat ini sedang tergeletak lemah tak berdaya. Tapi tentu saja usaha itu tidak akan berhasil sedikitpun. Karena mama Rere saat ini sedang sekarat akibat pukulan keras yang mengenai tepat di tengah-tengah kepalanya.
"Ma, bagun! Bagun, Ma." Amira terus menggoyang tubuh sang mama tiri dengan wajah yang sangat amat panik.
"Ya Tuhan ... bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan sekarang? Bagaimana jika mama beneran mati akibat pukulan itu?" Amira kembali berpikir sambil mengacak-acak rambutnya dengan kasar.
"Tidak. Aku tidak ingin masuk penjara karena tuduhan pembunuhan. Lagian, aku melakukan semua ini juga karena aku terdesak."
"Ya. Karena terdesak. Semua ini salah mama sendiri. Jika saja mama tidak bersikap kasar padaku, maka aku tidak akan melakukan hal ini pada mama. Mama yang salah, kenapa aku yang harus masuk penjara sih, hah!"
Amira terus berpikir sambil mengigit kukunya. Dia sangat panik sekarang. Meskipun perasaan kesal sangat besar, tapi rasa panik juga tak kalah besarnya. Karena itu, tidak ada yang bisa ia pikirkan dalam keadaan seperti ini.
Di sisi lain, Rere dan Rohan sedang adu mulut sekarang. Keduanya masih saja bertengkar sejak pertama pulang ke rumah hingga hampir setengah jam berlalu.
Ada banyak kata-kata yang terucap dari perdebatan yang mereka lakukan. Tak terkecuali, soal penyebab berubahnya sikap Rere beberapa hari terakhir.
"Oh, jadi kamu sudah tahu kalau selama ini, Amira adalah orang yang aku cintai, Re?" Pertanyaan tanpa beban itu membuat hati Rere merasa semakin perih.
Rasa bersalah yang ia harapkan dari Rohan, tidak sedikitpun ia dapatkan. Malahan, Rohan seperti sangat lega setelah mengetahui Rere tahu akan perasaannya pada Amira.
Air mata jatuh tak tertahankan lagi. Rasa sakit itu begitu terasa menjalar ke seluruh hati Rere. Secuil harapan yang tersisa juga sudah habis musnah sekarang.
"Kenapa kamu terlihat begitu lega sekarang, mas Rohan!? Apa kamu begitu senangnya saat aku tahu kalau orang yang kamu cintai itu adalah Amira? Kenapa, Mas? Kenapa kamu begitu teganya sama aku, hah? Kenapa tidak sedikitpun kamu berusaha menyanggah apa yang aku katakan?"
Rere berucap dengan air mata yang mengalir deras. Tubuhnya yang lemah, kini terduduk secara kasar ke atas sofa ruang tamu tempat di mana mereka melakukan perdebatan sejak beberapa puluh menit yang lalu.
"Apa yang harus aku sanggah lagi, Rere? Semua sudah kamu ketahui. Apa yang kamu katakan itu adalah kenyataan. Aku suka Amira sejak lama. Tapi karena kedua orang tua kamu meminta aku menikah dengan kamu. Hubungan ku dengan Amira pun harus kacau berantakan."
Mata Rere pun membulat sempurna sekarang. Sungguh, ucapan Rohan yang tidak berperasaan itu sungguh sangat amat menyakitkan hati Rere. Namun, itu ternyata masih belum cukup. Karena Rohan masih terus melanjutkan apa yang ingin ia katakan.
"Kamu tahu? Orang yang ingin aku nikahi hanyalah Amira, Rere. Bukan kamu. Tapi sayangnya, aku terpaksa menikahi kamu karena jasa orang tuamu pada kami sekeluarga. Di tambah, jasa orang tua kamu pada Amira. Maka demi Amira, aku terpaksa menikahi kamu. Perempuan yang sama sekali tidak aku cintai sedikitpun."
Sekarang, hati Rere benar-benar hancur tak tersisa. Rasanya, dia tidak sanggup lagi bernapas saat ini. Rere merasa seperti ada beban berat yang sedang menghimpit dadanya. Yang membuat dirinya merasa sangat amat sesak.
"Tapi kenapa Amira, mas Rohan? Kenapa?" Suara Rere terdengar sangat amat pelan. Dari ucapan itu, terdengar juga getaran yang sangat jelas. Sepertinya, kata-kata itu Rere keluarkan dengan sangat amat susah.
"Karena cinta tidak akan pernah bisa memilih, Rere. Aku mencintai semua kelembutan juga kesederhanaan Amira. Semua yang ia miliki, aku menyukainya. Jadi, tidak ada alasan lain kenapa aku memilih Amira. Karena aku mencintainya."
"Tapi dia adalah adik tiri ku, Mas. Mamanya adalah orang yang sudah menjadi selingkuhan papaku dulu!" Kali ini, Rere terlihat sangat bersemangat mengatakan siapa Amira yang sesungguhnya.
Tapi sayangnya, tanggapan Rohan sama sekali tidak sama dengan apa yang Rere harapkan. Rohan malah memberikan tatapan tajam ke arah Rere.
"Lalu kenapa jika dia adalah adik tiri mu, Rere? Apa dia tidak pantas untuk dicintai hanya karena dia adalah seorang keluarga tiri dalam keluarga kalian?"
"Apa kamu tidak malu karena lebih memilih dia dari pada aku, Mas Rohan?"
Tatapan tajam Rohan semakin terlihat tajam. Tak ubah seperti singa yang ingin menerkam mangsanya.
"Yang harus malu itu kamu, Rere! Selama ini, kamu selalu mendapatkan apa yang kamu mau. Tapi Amira, karena dia dianggap sebagai orang yang menumpang kasih sayang dalam keluarga kalian, dia tidak sedikitpun bisa mendapatkan apa yang seharusnya ia dapatkan. Dia kalian anggap hanya orang lain. Tapi sebenarnya, dia juga bagian dari keluarga kalian. Dia juga punya hak yang sama seperti dirimu."
Rere pun terpaku dengan ucapan Rohan barusan. Bukan karena ucapan dengan nada tinggi yang Rohan lontarkan yang membuat Rere membeku, tapi melainkan, kata-kata yang Rohan sampaikan barusan yang membuat Rere benar-benar terhenyak.
Bagaimana tidak? Rohan barusan mengatakan jika keluarga Rere membedakan kasih sayang antara Rere dengan Amira. Padahal kenyataannya tidak seperti itu.
Amira dan Rere di perlakukan sama di rumah. Bahkan, tak jarang, sang papa lebih membela Amira ketimbang Rere yang juga anak kandungnya. Tapi, Rere tidak pernah mempermasalahkan soal itu. Karena baginya, mungkin si papa merasa bersalah pada anak yang sudah tidak punya mama lagi.
Tapi sekarang, mata Rere benar-benar terbuka setelah menerima kejadian pahit ini. Ternyata, Amira tak selembut yang ia bayangkan. Pantas saja selama ini, dirinya selalu merasa tidak nyaman dengan sikap lembut yang Amira perlihatkan.
Besar sama-sama. Tapi baru mengetahui sifat dan keburukan teman kecilnya. Sungguh menyedihkan sekali hidup yang Rere terima.
Ingin memperbaiki semuanya, tapi sudah terlambat. Semua sudah terjadi. Bak api kecil yang memakan sekam. Sekarang, satu lahan sudah terbakar. Tidak mungkin untuk di perbaiki lagi.
"Non Rere! Berita buruk, non!" Teriakan bi Sari yang tiba-tiba datang dari arah dapur membuat perhatian Rohan dan Rere langsung teralihkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
novi 99
pilih tu Amira karena selalu menceritakan kesedihannya pada Rohan agar si Rohan mau bersimpati.... makan tu kepalsuan Amira , dasar Rohan goblok
2023-10-14
1
YuWie
siapa yg akan hancur ini... lohan ataukan Rere
2023-09-11
1
Sartini Dimitri Mah
rere ga punya harga diri Kali sudah di giniin sama suaminya pun Masih aja ga mau cerai
2023-08-03
2