Bulan membuka buku. Dia duduk dengan mata yang sesekali melirik ke arah pintu. Anak-anak lain sudah mulai masuk kelas dan mengisi bangku yang kosong. Pelajaran Psikologi akan dimulai, tapi dosennya belum datang. Padahal biasanya Biru selalu hadir lima menit sebelum kelas di mulai.
"Ah, semangat banget kalau dosennya pak Samudra Biru."
Bulan mencebik saat mendengar kalimat itu dari perempuan yang duduk di depannya. Dua orang itu tengah asyik bercerita tentang betapa gagahnya seorang Biru.
Rasanya ingin sekali teriak dan bilang kalau Biru baru aja makan malam dengannya di balkon dan kamar mereka bersebelahan. Belum lagi ada pintu penghubung diantara kamar mereka. Supaya gadis-gadis itu kesal dan iri padanya yang bisa sedekat itu dengan Samudra Biru.
Sayang, dia tidak bisa melakukannya. Yang ada, malah dia yang akan dicap pembual gila karena mereka tidak akan percaya.
"Selamat siang!"
"Siang, pak Biruu..." Sahut mereka serempak dengan suara yang didominasi perempuan. Beberapa dari mereka terlihat terpesona dengan penampilan Biru kali ini.
Pria berkemeja putih lengan pendek dipadukan dengan vest kotak berwarna navy blue itu tengah berjalan menuju mejanya sambil menatap Bulan. Dia mengalihkan wajah lalu tersenyum kecil saat melihat Bulan melongo ke arahnya.
Bulan baru kali ini melihat penampilan Biru begitu santai dikala mengajar. Biasanya dia akan memakai jas, tapi kali ini tidak. Ankle pants cream dan pantofel membuatnya tampak jauh lebih muda. Dan tentu saja... tampan sekali!!
Gadis itu menunduk dan pura-pura membaca buku saat Biru mendapati Bulan tengah menatapnya, lalu berdehem sebelum memulai mata kuliah.
Ponsel Bulan bergetar. Dia membukanya, pesan dari Biru.
[Cantik.]
Isi pesan itu membuat Bulan buru-buru menutup ponsel, menyentuh pipinya yang bersemu merah. 'Masa sih, Cantik. Padahal biasa aja, ih.' Batin Bulan, Lalu ia menatap ke depan, dimana pengirim pesan tadi tengah membuka laptopnya.
"Kalian sudah cari jurnal tentang tema kita minggu ini?" Biru mulai bersuara.
"Sudah, paak." Jawab mereka serentak.
Dan pelajaran pun dimulai. Bulan bertopang dagu, memperhatikan Biru yang tengah berdiri menjelaskan sedikit tentang topik minggu ini. Bola mata Bulan bergulir mengikuti arah Biru bergerak. Tak ada satu kata pun penjelasan Biru yang Bulan tangkap. Di pikirannya hanya memuji betapa sempurnanya pria itu di matanya.
"Baik, kalau begitu saya akan panggil nama kalian secara acak."
Hah? Bulan melongo. Dipanggil buat apa, ya? Sial, dia kebanyakan bengong.
Bulan tersentak saat ponselnya bergetar lagi. Pesan Biru membuatnya membelalakkan mata.
[Saya suruh perhatikan pelajaran. Bukan perhatikan saya.]
Sarah tentu saja kaget. Apalagi setelah diingat-ingat, tidak ada satupun kata yang Biru sebut tadi menempel di otaknya. Bulan mengetik...
Baru ingin menyimpan ponsel, Bulan tersentak saat Biru memanggil namanya.
"Bulan!"
Gadis itu mematung. Dalam hatinya memaki. Pasalnya, baru saja dia meminta agar Biru tidak menyuruhnya. Tapi sialnya, lelaki itu malah sengaja memanggil namanya.
"Bagaimana menurut kamu, apakah kamu setuju dengan argumentasi saya tadi, atau tidak?"
Bibir Bulan terbuka, seperti ingin mengatakan sesuatu, tetapi tertahan. Dia mengatupkan lagi bibirnya karena ia tak tahu mengenai apa pembicaraan tadi.
"Ee... anu, pak..."
Terdengar helaan napas dari Biru. "Kamu tidak mendengar, ya?" Katanya, "Ke ruangan saya setelah ini!"
"Hah??" Refleks Bulan bersuara, dia sendiri terkejut dengan itu. "M-maaf, pak. M-maksud saya, ya, sa-saya akan ke ruangan bapak nanti."
Bulan menelan ludah. Dia tahu, dia sedang dikerjain. Apalagi Biru tengah menutup mulutnya sambil pura-pura menggeser pad laptop, padahal Bulan yakin, dia tengah tertawa-tawa dalam hatinya.
"Pak Biru memang tegas banget kalau di kelas." Bisik anak-anak lain.
~
Bulan, dengan berat melangkah menuju ruang Biru. Feeling-nya ngga enak. Apalagi pagi tadi dia kabur menghindari Biru supaya nggak pergi bareng, dan deretan pesan hingga missed call diabaikan oleh Bulan. Mungkin ini cara Biru untuk balas dendam, pikirnya.
Bulan mengetuk pintu, tanpa menunggu, pintu itu terbuka seolah Biru telah lama menantinya dari baliknya.
Tak ada suara yang memerintahkannya untuk masuk, namun Bulan melangkah dan masuk ke dalam.
Bulan tersentak saat pintu langsung ditutup. Ternyata Biru sudah ada dibalik pintu, memegang handle dan menatap Bulan dengan sorot tajam.
"Kenapa ngga berangkat bareng saya tadi?"
Bulan menolak diri menatap Biru yang sangat rapat di depannya. Bola matanya bergulir ke atas, "Eng.. mau ngerjain tugas, kak."
"Bohong!"
Bulan meringis, kaget dengan jawaban cepat Biru.
"I-iya. Serius."
"Udah saya bilang, kan, saya tahu kalau kamu lagi bohong."
Bulan membuang napas perlahan. "Duh, iya-iya. Tadi saya kabur duluan karena emang lagi pengen sendiri aja, kak. Pengen naik angkot." Jawab Bulan tanpa tergagap. Dan Biru, dengan mata yang menyipit akhirnya percaya juga. Biru berdiri tegak dengan kedua tangan di saku celana.
"Jadi sengaja panggil aku kesini, cuma mau marah, gitu?" Protes Bulan.
"Nggak. Saya memang tahu kamu gak mendengarkan penjelasan saya tadi."
Bulan menunduk. "Iya, saya lagi ga fokus..."
"Karena memperhatikan saya?"
'Pede gila. Tapi emang bener, sih.' Bulan memperhatikan penampilan Biru dari atas sampai bawah. 'Lagian kenapa juga ngajar pake style kaya gini. Sengaja ya, biar dilirik cewe-cewe??'
"Engga, kok. Maaf..." lirihnya.
"Kalau kamu pake emot yang beda, pasti saya ga akan panggil kamu tadi."
Emot cium, misalnya. Batin Biru.
"Hah, maksudnya?" Emot apaa? Bulan merasa tidak pakai emot apa-apa.
"Sudahlah. Sore ini temani saya ke toko buku. Ada yang mau saya beli."
Bulan diam sejenak. Namun Biru langsung menimpali.
"Kamu ga ada jadwal kerja hari ini, kan?"
Biru tentu tahu, karena dia yang menyuruh Nakula untuk mengosongkan jadwal Bulan hari ini.
Sedang Bulan tengah berpikir. Apa dia ada bilang soal jadwal kerjanya yang kosong hari ini?
"Jam 4 saya jemput dimana pun kamu berada."
Biru membukakan pintu sedikit. "Maaf saya ga bisa antar. Saya masih ada kelas."
"Ngga apapa." Bulan hendak keluar namun pintu ditutup lagi oleh Biru. Membuat gadis itu menoleh kesal kebelakang, hendak protes.
"Kenap-"
Cup! Satu kecupan singkat Biru daratkan ke bibir Bulan. Dia tersenyum, terlebih melihat reaksi Bulan yang membeku mendapat serangan dadakan.
"Mau lagi?"
Bulan cepat-cepat keluar dari ruangan Biru dengan panik, membuat lelaki itu terkekeh gemas.
"Bulaan, Bulan. Hah.."
...🍀...
Bulan masih memakai baju yang ia kenakan di kampus tadi. Sementara Biru sudah berganti pakaian dan memakai aksesorisnya seperti biasa. Lelaki itu fokus memilih buku diantara rak yang bisa ia gapai. Mencari buku yang ia ingin beli.
Bulan sejak tadi tidak benar-benar berniat mencari buku. Matanya terus saja menatap Biru. Dia memperhatikan lagi penampilan pria yang luar biasa ini. Bulan sampai menelan ludah. Tiba-tiba saja terlintas dipikirannya bagaimana Biru menciumnya dengan lum*tan yang dalam.
Gadis itu menghela napas, menggelengkan kepala, lalu mengibas-ngibaskan buku yang ia pegang. Tiba-tiba saja gerah.
Lalu saat tak sengaja menoleh ke atas, matanya menatap deretan huruf yang membuatnya terfokus.
Saat Bayangmu di Pelupuk Mata. Judul di tulang buku itu menarik perhatian Bulan. Dia segera meraihnya, ingin membacanya. Namun sayang, tangannya tidak sampai.
Bulan berjinjit untuk mencapai buku itu, sedikit lagi dia bisa mengambilnya.
Eh.
Tangan panjang terulur dari belakang Bulan, meraih buku yang hendak gadis itu ambil.
"Makasih, kak-" Bulan menutup mulut, ternyata bukan Biru seperti yang ia pikirkan. Pantas saja aroma parfumnya beda.
"Sama-sama." Jawabnya dengan senyuman. Manis sekali, ada lesung pipi di sebelah kiri. Bulan jadi ikut tersenyum melihat betapa manisnya senyum lelaki berseragam toko buku ini.
Lelaki itu pergi, dan Bulan belum beralih dari dia yang meninggalkan Bulan dengan senyuman yang tidak pudar, seolah lesung pipi itu ingin terus terlihat.
'Manis juga, tapi lebih luar biasa kak Biru, sih. Eh..' Bulan tersentak melihat Biru tak jauh darinya, berdiri dengan kedua tangan di pinggang. Wajahnya garang, seolah Bulan telah melakukan kesalahan besar.
Bulan dibuat bingung dengan diamnya Biru. Gadis itu sampai menawarkan ini itu, tetapi Biru terus menggelengkan kepala dan menyetir sampai rumah.
Sesampainya di kamar, Bulan langsung melempar sembarang tasnya dan membaringkan tubuhnya ke atas kasur, menatap langit-langit sambil memikirkan Biru.
Kenapa ya, dia?
Pertanyaan itu terus muncul dibenak Bulan. Apa iya, Biru marah karena pegawai toko itu membantunya mengambil buku? Masa, sih?
Ditengah kebingungannya, Bulan mendengar suara kunci yang diputar. Bulan terduduk saat menyadari suara itu berasal dari pintu penghubung.
Pintu itu terbuka, dan Biru ada disana. Bulan seketika berdiri, Biru melompati meja kecil yang dijadikan Bulan sebagai penghalang. Dengan langkah lebar Biru mendekat dan langsung menyerangnya.
Biru mendorong tubuh Bulan yang sengaja ia pegang pinggangnya dan menghimpit tubuh Bulan ke tembok.
Gadis itu tentu saja terkejut sampai matanya melebar kaget. Ada apa, Biru terlihat begitu berang padanya.
Sebelah tangan Biru menahan di tembok, dan sebelah lagi masih memegang pinggang Bulan.
"Saya nggak bisa tahan ini, Bulan."
Bulan tidak paham. Suara Biru begitu berat dan suara napasnya terdengar pula.
"Jangan senyum ke laki-laki lain. Saya gak suka."
Senyum? Ah, Bulan baru ingat. Jadi karena tadi Bulan senyum pada pegawai toko itu?
"Kak, aku cuma-"
"Saya nggak suka, Bulan!"
Bulan menatap kedua bola mata Biru. Terlihat sorot yang berbeda dari biasanya. Biru marah hanya karena itu, kah?
"Ngga ada yang boleh sentuh kamu, Bulan."
Bulan tahu, saat ini Biru sedang bertingkah aneh.
"Oke." Bulan menjawab itu supaya Biru tenang. Supaya Biru melepaskannya.
"Cuma saya yang boleh sentuh kamu. Mengerti?"
Kali ini, Bulan tidak bisa menjawab. Kalimat Biru sudah jelas sekali arahnya. Pria ini ingin Bulan menjadi miliknya, namun melupakan status mereka yang merupakan keluarga.
"Kak.." Bulan mendorong dada Biru, namun lelaki itu tak bergerak. Bahkan Bulan bisa merasakan detakan hebat di jantung Biru.
Bulan menelan ludah. Dia mendongak, melihat wajah Biru yang tertunduk menatapnya. Benarkah Biru mencintainya? Tatapan mata dan getaran dadanya menunjukkan demikian.
Bulan tidak bisa berkata-kata, hanya pikirannya yang sibuk menelaah semua ini. Namun semua terasa buntu saat Biru mendaratkan bibirnya di bibir Bulan.
Lelaki itu memagut dan mellumatnya dalam, menarik pinggang Bulan untuk supaya tubuh mereka semakin rapat, maka semakin gila pula ciuman itu.
Biru menyesap bibir Bulan dan menariknya perlahan, sampai ciuman itu terlepas. Napas keduanya tersengal. Terlebih Bulan yang baru pertama kali merasakan ciuman yang ternyata bisa membuatnya seperti melayang ke angkasa. Ini.. nikmat sekali.
Bulan berjinjit, melingkarkan tangannya di leher Biru. Menarik lelaki itu supaya menunduk agar dia bisa menciumnya lagi. Biru tentu saja senang saat ciumannya disambut. Maka dia menghimpit tubuh Bulan ke dinding dan menciumnya dengan lebih gila lagi. Jangan salahkan dirinya karena Bulan yang meminta.
To Be Continued...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Fifid Dwi Ariyani
trussmsgst
2024-01-08
0
fitri
yg baca lg baper ni/Sob/tanggung jawab dong biru/Drool/
2023-12-11
1
Efvi Ulyaniek
kmrn antin Sarah..skrng Sarah lg duhhh kah bulan apa Sarah sih sebenarnya di fix kan aja lah
2023-11-28
0