Anting di Kamar Biru

"Lo ada hubungan apa sama kak Biru?"

Bulan memasukkan tas ke dalam loker di ruang ganti, menghela napas saat lagi-lagi Patriot menanyakan soal itu.

"Tadi ke gue dia cepet banget nyuruh keluar. Pas lo masuk malah lama. Pasti ada apa-apa kan, lo?"

"Sana, deh. Aku mau ganti baju." Tukas Bulan, enggan menanggapi Patriot.

"Gue cuma penasaran aja. Nih ya, gue kasih tau. Lo jangan mau kalau digoda kak Biru. Dia itu playboy. Gayanya aja sok cool, aslinya tiap malam sering ke bar di depan, noh." Patriot mengangguk-angguk, meyakinkan Bulan saat gadis itu serius menatapnya.

"Kenal kamu, sama pak Biru?" Tanya Bulan, pasalnya dari tadi Patriot memanggil dosen mereka 'kak'.

"Kenal, lah. Sering main ke hotel ini. Dia kan, temennya kakak gue."

Playboy, katanya? Mama Biru justru kepengen anaknya dapat pacar. Udah 3 tahun jomblo sejak mantannya yang sering disebut-sebut Dina pulang setelah sekian lama kuliah di negeri orang.

"Ngapain sih, mikirin kak Biru. Mending lo sama gue. Gue pinter masak, udah gitu boyfriend material, lagi." Patriot menyugar rambut ke belakang, tersenyum bangga pada diri sendiri.

"Mending keluar deh, Pat. Aku mau ganti baju. Sanaaa..." Bulan mendorong tubuh Patriot sampai lelaki itu berdiri di depan pintu.

"Hei. Gue ini nawarin diri. Banyak loh, yang ngantri mau jadi cewe gue, Bul. Lo ga tau aja gue keren kalo lagi ngeluarin dompet kaya gini..."

BRAK! Pintu ditutup rapat oleh Bulan. Baru aja mau praktek ngambil dompet.

"Oi. Bulan. Awas nyesel lo, ya!" Teriak Patriot.

"Ngapain, sih. Sana ganti baju!" Nakula, kakak Patriot berdiri dengan kedua tangan di pinggang.

Patriot mendengkus, dan pergi dari pintu itu.

Sementara Nakula, kembali memeriksa resto yang ia kelola, sampai tak lama ponselnya berdering.

"Apaan." Ucapnya pada orang di seberang.

'Bulan udah nyampe?'

Nakula menghela napas. Ada kali, dua minggu ini sahabat kentalnya itu terus datang dan rela duduk berjam-jam disana cuma untuk melihat Bulan keluar dari dapur. Bukannya disamperin, Biru malah ngumpet dan buntutin karyawannya diam-diam.

"Udaaah."

'Good. Jagain, ya. Ntar lagi gue nyampe.'

Sambungan terputus, Nakula menatap ponselnya dengan raut geli.

Tak biasanya Biru seperti itu. Dan anehnya, Biru sama sekali gak mau wajahnya terlihat oleh Bulan. Berkali-kali Bulan lewat, Biru menutup wajah dengan koran, atau merunduk pura-pura mengambil barang yang terjatuh di bawah meja.

Pernah Nakula tanya, kenapa Biru tidak mendekati langsung. Karena dengan pesonanya, Nakula yakin Bulan pasti mau menerima Biru. Apalagi Biru punya pekerjaan yang mapan, perusahaan papanya yang ia bantu kelola dari belakang, juga penampilan body dan wajah yang sangat 'wah' bagi setiap hawa yang memandang.

Nggak Hawa saja, sih. Adam juga. Untungnya Biru masih lurus.

Tak butuh waktu lama, Biru datang dan langsung mengambil tempat dimana meja itu menyudut namun bisa melihat dapur dari celah pintu.

"Pulang aja, sana! Duduk berjam-jam, kayak ga ada kerjaan aja." Omel Nakula pada Biru.

Lelaki itu terkekeh pelan dengan mata menatap pintu dapur yang sedikit terbuka.

Nakula ikut menoleh ke arah pintu itu. Dilihatnya Bulan memotong-motong bahan masakan dengan kedua lengan seragam yang tergulung rapi hingga siku.

Nakula harus akui, Bulan memang cantik. Kerjanya juga gesit, rapi, bahkan gampang beradaptasi dengan orang-orang di dapur yang cenderung jutek. Apalagi baru dua minggu ia bekerja, namun main chef sudah sangat menyukai Bulan.

Nakula duduk di depan Biru. "Ru, lo emang ga niat deketin Bulan, ya? Kalo lo ga mau, biar gue aja, nih!"

Senyum Biru pudar dan tatapan menghunus bak tombak runcing ia tancapkan pada Nakula. Detik itu pula Nakula mendelik takut.

"Abisnya lo aneh banget. Kalo emang naksir, ya deketin. Ini malah ngumpet. Pengecut lo."

Wajah Biru seketika masam. Matanya kembali mengarah pada Bulan yang masih setia dengan sayur mayurnya.

Iya, sih. Biru harus sadar kalau dia memang pengecut. Tidak paham juga kenapa ia bisa takut Bulan tau dia disini. Dan lagi, dia belum bilang pada Nakula, bahwa dia naksir berat dengan sepupunya sendiri. Ya, Bulan, sepupunya yang kini membuat hatinya bergetar tiap kali melihatnya.

"Si Bulan berapa gajinya lo buat?" Tanya Biru.

"Yah, ngga besarlah. Dia kan, cook helper. Gue buat dia dua puluh ribu perjamnya. Tapi ini udah gede mengingat dia mahasiswa yang ga ada jurusan kesana. Cuma karena ada pengalaman dan paksaan Patriot juga, mau gak mau gue buat segitu."

Biru mulai berpikir. Dua puluh ribu, ya. Bulan biasanya kerja paling lama 8 jam, paling cepat 4 jam. Kecil juga, ya. Batin Biru.

"Naikin."

"Haduh, mana bisa. Ini juga gue sebenarnya ga butuh cook helper."

"Gue yang nambahin."

Kedua alis Nakula terangkat. "Lo mau tambahin berapa?"

"50ribu perjam."

"Walah buset. Serius lo?"

Biru mengangguk-angguk. "Ntar kalo dia tanya, bilang aja tips dari pelanggan karena masakannya enak."

"Enak apanya. Yang masak bukan Bulan, juga."

"Ya, apa kek alasannya. Terserah lo. Ntar lo kabarin gue aja berapa jam bulan ini Bulan kerja."

Nakula masih bengong. Dia ngga heran soal biaya yang akan dikeluarkan Biru. Hanya saja, dia merasa Biru terlihat sangat menyukai Bulan sampai melakukan semua itu. Padahal dia tinggal mendekati, dan memberikan apapun yang Bulan mau. Kalau perlu, Bulan dilarang saja bekerja. Tapi aneh, Biru malah main sembunyi-sembunyi begini. Nakula jadi tidak habis pikir....

...🍀...

"Bulan, baru pulang kerja, ya?"

Dina berdiri di depan pintu. Dia baru aja nerima mahasiswa Biru yang datang mengantar tugas setumpuk yang kini ada di atas meja.

"Iya, tante." Tanya Bulan menyalami Dina.

"Eee. Bulan, tante bisa minta tolong, nggak. Ini, tante mau pergi ke acara temen. Tante udah telat, seharusnya acaranya jam 7 malam ini. Cuma tadi mahasiswa Biru dateng untuk antar tugas. Birunya juga belum pulang. Tante minta tolong. Kamar kamu kan, dekat dengan kamar Biru. Angkatin makalah-makalah itu ke kamar Biru dong, Bulan. Nggak berat banget, kok. Tolong ya, Bulan. Soalnya tante buru-buru banget, nih.."

"Eee.. tante."

"Makasih ya, Bulan. Tante pergi dulu."

Bulan mematung melihat tantenya masuk ke dalam mobil fortuner putih dan melaju pergi menjauh. Bulan hanya bisa menghela napas.

Kamar, ya. Duh. Bulan males banget sebenarnya.

Mau tak mau, Bulan mengangkat tumpukan makalah itu dan menaiki tangga. Dengan perlahan ia membuka pintu. Bulan masuk dengan cepat karena dia tak mau berlama-lama.

Dia meletakkan tumpukan itu di atas meja Biru. Awalnya Bulan ingin langsung pergi, tapi melihat isi kamar Biru yang rapi, juga harum khas Biru menguasai hidungnya, Bulan jadi diam disana.

Ia perhatikan setiap sudut kamar Biru. Ada pintu penghubung ke kamarnya yang terkunci rapat. Deretan jas di lemari berpintu bening, buku, dan ada juga cermin setinggi tubuh Biru di nakas sebelah kasur.

Namanya Biru. Tapi ngga ada yang berwarna biru di kamar pria itu. Kayanya Viona benar soal Biru yang menyukai hitam. Pasalnya baju-baju Biru lebih banyak hitam. Juga beberapa aksesoris di kamar itu berwarna hitam.

Lalu ada sesuatu yang menarik perhatian Bulan. Gadis itu memicingkan mata, dia kenal dengan benda kristal itu.

Bulan berjalan mendekat pada sebuah nakas disebelah cermin. Ada deretan perlengkapan Biru disana. Parfum, gel rambut, dan lainnya. Tapi bukan itu yang menjadi fokus Bulan.

Dia mengambil satu buah anting yang tergantung di penstand Biru. Anting yang mirip sekali dengan miliknya.

Bulan mengamati anting yang ia pegang. Ini.. benar-benar mirip dengan miliknya yang tinggal sebelah. Dan anting ini, juga tidak memiliki pasangan.

Bulan terdiam seketika saat dia semakin menyadari, bahwa malam itu, memang Birulah orangnya.

"Bulan!"

Dengan napas sesak, Biru berdiri di ambang pintu. "Bulan, aku bisa jelasin."

TBC

Terpopuler

Comments

Fifid Dwi Ariyani

Fifid Dwi Ariyani

trussabar

2024-01-07

0

Edah J

Edah J

jangan salah paham dulu mbul😉

2023-11-03

2

Afternoon Honey

Afternoon Honey

💖💖💖

2023-11-02

1

lihat semua
Episodes
1 Curiga Gay
2 Balas Dendam
3 Samudra Biru
4 Pintu Kamar Penghubung
5 Kiss and Splash
6 Jiwa yang Terganggu
7 Dijemput Dosen
8 Rasa Ingin Menafkahi
9 Lelaki yang waktu itu...
10 Ciuman Pertama
11 Perlahan Menjauh
12 Tantangan Biru
13 Anting di Kamar Biru
14 Penjelasan Biru
15 Cari Perhatian
16 Mengikuti Naluri
17 Tersentil Ucapan Bulan
18 Digoda Waria
19 Bisikan Biru
20 Ciuman Gila
21 Mantan Kekasih Biru
22 Di Atas Ranjang
23 Membohongi Biru
24 Panggilan Sayang
25 Menggoda Biru
26 Berkenalan Dengan Malika
27 Pemilik Saham Cakra
28 Pelanggan Pertama Wina
29 Dalam Pantauan Biru
30 Pertikaian Yang Seharusnya Tak Didengar
31 Selesai
32 Keputusan Anita
33 Di Kantor Polisi
34 Rasa Rindu Bulan
35 Menggantikan Pengantin Pria
36 Bibir Yang Menjadi Candu
37 Kepergian Bulan Dari Rumah
38 Biru Mengejar Bulan
39 Jangan Berhenti, Biru.
40 Menelan Ludah Sendiri
41 Membuat Rencana Baru
42 Perkenalan Bulan Dengan Rudi
43 Perang Batin
44 Sepupu Baru
45 Kehadiran Biru Membuat Rindu
46 Pemindahan Kekuasaan
47 "Dia itu Gay."
48 Berita Besar Untuk Wina
49 Kecurigaan Biru pada Papanya
50 Berita Baik dan Buruk buat Biru
51 Berlutut Didepan Anita
52 Kunjungan Rumah Sakit
53 Kamera CCTV Dashboard Mobil Cakra
54 Tersebarnya Perselingkuhan Cakra
55 Mengajak Bulan Menikah
56 Panggilan Untuk Mas Pacar
57 Wanita Selingkuhan Cakra
58 Tidak Semua Bisa Diceritakan
59 Ancaman Wina untuk Biru
60 Gombalan Bertubi-tubi
61 Pantai
62 Dibuat Kesal
63 Perjanjian Pranikah
64 Dapat Restu!
65 Di Kamar Mandi
66 Bertemu Rudiantoro
67 Fitting Baju
68 Menuju Hasrat Tertinggi
69 Virgin until Married
70 Foto Kenangan
71 Kehadiran Malika
72 Kehadiran Cakra di Depan Rumah Anita
73 Permintaan Maaf Cakra
74 Keinginan Malika
75 Semua Telah Berakhir
76 Hampir Takluk
Episodes

Updated 76 Episodes

1
Curiga Gay
2
Balas Dendam
3
Samudra Biru
4
Pintu Kamar Penghubung
5
Kiss and Splash
6
Jiwa yang Terganggu
7
Dijemput Dosen
8
Rasa Ingin Menafkahi
9
Lelaki yang waktu itu...
10
Ciuman Pertama
11
Perlahan Menjauh
12
Tantangan Biru
13
Anting di Kamar Biru
14
Penjelasan Biru
15
Cari Perhatian
16
Mengikuti Naluri
17
Tersentil Ucapan Bulan
18
Digoda Waria
19
Bisikan Biru
20
Ciuman Gila
21
Mantan Kekasih Biru
22
Di Atas Ranjang
23
Membohongi Biru
24
Panggilan Sayang
25
Menggoda Biru
26
Berkenalan Dengan Malika
27
Pemilik Saham Cakra
28
Pelanggan Pertama Wina
29
Dalam Pantauan Biru
30
Pertikaian Yang Seharusnya Tak Didengar
31
Selesai
32
Keputusan Anita
33
Di Kantor Polisi
34
Rasa Rindu Bulan
35
Menggantikan Pengantin Pria
36
Bibir Yang Menjadi Candu
37
Kepergian Bulan Dari Rumah
38
Biru Mengejar Bulan
39
Jangan Berhenti, Biru.
40
Menelan Ludah Sendiri
41
Membuat Rencana Baru
42
Perkenalan Bulan Dengan Rudi
43
Perang Batin
44
Sepupu Baru
45
Kehadiran Biru Membuat Rindu
46
Pemindahan Kekuasaan
47
"Dia itu Gay."
48
Berita Besar Untuk Wina
49
Kecurigaan Biru pada Papanya
50
Berita Baik dan Buruk buat Biru
51
Berlutut Didepan Anita
52
Kunjungan Rumah Sakit
53
Kamera CCTV Dashboard Mobil Cakra
54
Tersebarnya Perselingkuhan Cakra
55
Mengajak Bulan Menikah
56
Panggilan Untuk Mas Pacar
57
Wanita Selingkuhan Cakra
58
Tidak Semua Bisa Diceritakan
59
Ancaman Wina untuk Biru
60
Gombalan Bertubi-tubi
61
Pantai
62
Dibuat Kesal
63
Perjanjian Pranikah
64
Dapat Restu!
65
Di Kamar Mandi
66
Bertemu Rudiantoro
67
Fitting Baju
68
Menuju Hasrat Tertinggi
69
Virgin until Married
70
Foto Kenangan
71
Kehadiran Malika
72
Kehadiran Cakra di Depan Rumah Anita
73
Permintaan Maaf Cakra
74
Keinginan Malika
75
Semua Telah Berakhir
76
Hampir Takluk

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!