Tantangan Biru

Belakangan Bulan terus dihubungi oleh Andra. Berulang kali ia memblokir nomor pria itu. Tapi nampaknya Andra selalu mengganti nomornya agar bisa menghubungi Bulan.

Bukan cuma Andra, Biru juga menjadi orang yang dibangunkan tembok pemisah oleh Bulan, menjaga jarak dengan pria itu. Baginya, baik Andra maupun Biru, sama-sama merusak suasana hatinya.

Tapi pagi ini, Bulan tidak bisa menghindar. Pasalnya Dina selalu memintanya untuk ikut sarapan, mengingat sudah hampir dua minggu Bulan tidak ikut makan bersama mereka. Dan tentu itu membuat Dina kasihan. Dia pikir pekerjaan Bulan terlalu berat. Karena ia tahu gadis itu mengambil kerja part time.

"Mau tante buatin bekalnya nggak, Bulan?" Tawar Dina pada Bulan.

"Ngga usah, tante. Siang nanti Bulan langsung kerja. Makan siang disediakan dari sana." Sahutnya dan mendapati anggukan dari Dina.

"Ya udah, kalo gitu. Hari ini pergi bareng Biru aja, Bulan. Tante kasian sama kamu tiap hari pigi pagi pulang malam. Sesekali biar agak santai gitu, di mobil. Kalau ojek kan, kamu ga bisa tidur. Lumayan kan, setengah jam."

Biru meliriknya sambil mengunyah perlahan, menunggu jawaban Bulan membuatnya menahan napas. Dia berharap gadis yang tengah mengunyah dengan lambat itu menjawab 'iya' karena Biru ingin mengatakan banyak hal pada Bulan. Gadis ini terus menghindarinya. Bahkan pesan-pesan Biru diabaikannya.

"Em, Bulan dijemput temen, tante."

"Oh. Ya udah, kalau gitu."

Biru meletakkan garpu. Seleranya langsung hilang seketika. Matanya tak lepas dari Bulan yang bangkit, dan melangkah keluar pintu setelah berpamitan dengan Dina dan Cakra.

Bagaimana caranya untuk membuat Bulan memaafkannya? Biru merasa, Bulan yang mengabaikannya seperti ini malah membuatnya semakin tergerak untuk terus mendekati.

Biru keluar rumah dan seperti biasa, dia membuntuti Bulan. Gadis itu berbohong lagi. Dia menaiki ojek setelah berjalan cukup jauh dari rumah. Biru terus mengikuti sampai gadis itu turun di depan gerbang universitas.

Setelah memastikan Bulan masuk ke fakultasnya, Barulah Biru merasa tenang. Sebentar lagi jadwalnya mengajar di kelas Bulan. Minggu lalu gadis itu tidak masuk. Setelah diselidiki, Bulan malah datang ke Gudwings dan bekerja. Bulan menghindarinya sampai seperti itu.

~

"Eii. Bulan, mau kemana lo? Ngga masuk lagi?" Patriot menahan pergerakan Bulan yang langsung menyusun buku setelah mata kuliah pertama usai.

"Minggu lalu lo ga masuk, kan. Hari ini mau cabut juga?" Imbuh Viola. Pasalnya Bulan melewatkan mata kuliah psikologi minggu lalu, dan dengan santainya melewatkan juga di minggu ini.

"Ga enak badan." Jawab Bulan asal.

"Jangan bohong. Kata bos, lo malah masuk kerja, kan?" Patriot menunjuk Bulan dengan mata menyipit.

"Bulan, kalo ga masuk lagi, ntar dapet E, lho."

Emang itu maunya. Mending ngulang tahun depan daripada masuk ke kelas Biru.

"Aku ga suka psikolog, pusing." Katanya dan berlalu pergi dengan langkah lebar.

Sampai di depan, Bulan berhenti tepat di ambang pintu. Kaku, dan hampir lupa caranya bernapas tatkala Biru sudah berdiri satu langkah tepat di hadapannya, seolah memang menunggu Bulan yang Biru yakin akan kabur lagi di mata kuliahnya.

"Oh, pak. Kelasnya disana, kan?" Tanya seorang mahasiswi yang ketepatan di depan pintu, ingin berpindah kelas karena sesuai jadwal, mata kuliahnya ada di kelas yang berbeda.

"Disini." Jawabnya tanpa mengalihkan tatapan dari Bulan.

Mendengar itu, mahasiswa yang sempat keluar kembali masuk. Dan Bulan, terlihat menahan kesal dari urat leher yang muncul.

Kali ini Biru tidak peduli. Tidak ada cara lain, selain menekan Bulan yang menjadi mahasiswanya. Kalau diluar mungkin Bulan akan terang-terangan menolaknya. Tapi di kelas, gadis ini pasti tidak berkutik.

"Mau kemana?"

Biru menaikkan dagu. Dengan tatapan intimidasi yang biasa ia berikan pada mahasiswanya, Biru berhasil membuat Bulan bungkam.

Bulan malah membuang wajah, lalu kembali duduk dengan raut bertekuk-tekuk. Dan itu dilihat langsung oleh Patriot.

"Ngga jadi kabur lu?" Bisiknya, lalu terkekeh pelan. "Padalah gua mau kabur ikut lu tadi."

Bulan mendengkus. Mau tak mau mengikuti kelas dimana ia tidak membawa satupun buku tentang mata kuliah Biru.

Dalam hati, Biru bertepuk tangan riang saat Bulan kali ini bisa ia jinakkan. Dan otaknya kembali memikirkan cara agar ia bisa bicara dengan Bulan. Sedetik kemudian, bohlam kuning muncul dari kepalanya.

"Silakan kumpul tugas kalian." Ucap Biru sambil merapikan bukunya di atas meja. Matanya melirik Bulan, dan dia tersenyum tipis melihat Bulan yang melebarkan mata karena kaget pembukaan Biru diawali dengan pengumpulan tugas yang ia sendiri tidak tahu menahu soal itu.

Bulan menoleh kiri dan kanan saat yang lain bergerak untuk mengeluarkan tugas mereka. Dari depan, seseorang mulai mengumpulkan.

"Pat. Tugas apa, ya?" Bisik Bulan.

"Lah. Gua juga ga tau." Patriot panik, lalu menepuk bahu Viona yang duduk di depannya. "Vi, ada tugas kok ga bilang-bilang?"

Viona menoleh ke belakang. "Padahal kemarin udah gue ingetin, tapi lo bahkan ga bales pesan gue." Sahutnya dengan suara lemas dan kembali memutar tubuh ke depan.

"Ada yang ga ngumpul?" Tanya Biru pada si komting yang baru meletakkan setumpuk tugas.

"Ada, pak. Patriot dan Rembulan." Jawab si ketua kelas.

Biru mengangguk-angguk dengan penuh kemenangan.

"Yang merasa tidak mengumpulkan tugas, ke ruangan saya setelah kelas selesai." Biru berdiri untuk memulai pelajaran. Tanpa ia lihatpun, dia bisa menebak bagaimana ekspresi Bulan saat itu.

~

Bulan dan Patriot berhenti di depan sebuah ruangan berpintu hitam. Ruangan Biru, dan Patriot mengetuk pintu lalu membukanya lebar.

"Permisi, pak. Patriot dan Rembulan, yang tadi gak ngerjain tugas dari Bapak." Ucap Patriot, masih berdiri dengan sebelah tangan memegang handle pintu.

"Satu persatu." Jawab dari dalam.

Patriot mengerut bingung. "Satu persatu? Emang ini lagi meja hijau, ya?" Bisiknya pada Bulan.

Bulan tahu betul apa yang diinginkan Biru. Jadi dia mengulur waktu. "Kamu dulu aja, Pat." Katanya sambil mendorong pelan bahu Patriot. Dan, lelaki itu masuk menutup pintu.

Tidak butuh waktu lama, Patriot keluar dari ruangan Biru. "Cuma disuruh ngerjain tugas yang sama. Dikumpul malam ini." Ucap Patriot setelah menutup pintu. "Aneh, kak Biru nyuruh lo masuk. Padahal kan, tugasnya pasti sama."

Bulan sempat mengangkat alis saat Patriot memanggil Biru dengan sebutan 'kak'.

"Ya, kan? Kecuali kalian ada.."

"Berisik." Bulan menepis prasangka Patriot, lalu membuka pintu.

"Eh, mau pergi bareng, gak?" Tanya Patriot. Dari dalam, ada sepasang telinga yang melebar mendengarkan percakapan keduanya di depan pintu.

"Boleh, deh. Tunggu, ya."

Patriot mengangguk lalu duduk di salah satu bangku koridor.

Bulan menutup pintu dan tidak kaget saat melihat Biru sudah menyandarkan bokongnya di meja kerja. Dengan tangan bersedekap di dada, Biru mulai bersuara.

"Duduk." Titahnya seperti biasa. Kemarin-kemarin dia ciut menghadapi Bulan. Tapi dengan gelar dosen yang dipangkunya, Biru berhasil membuat Bulan menurut, walau helaan napas kasar terdengar dari bibir gadis itu.

Cuma sampai disitu. Melihat wajah jutek Bulan dan enggan menatapnya, membuat Biru kembali panik. Padahal tadi sudah menyusun kata-kata, tapi semuanya hilang hanya karena berdua di ruangan ini dengan wajah Bulan yang jutek menggemaskan.

'Bagaimana ini?' Batinnya kacau. Pikirannya mencari cara agar bisa membuat Bulan memaafkannya.

Biru duduk di sofa, sebelah Bulan. Dia berdehem sebentar karena mendadak kerongkongannya kering.

Heran, padahal yang salah Bulan. Gadis itu gak ngerjain tugas. Tapi yang gugup malah Biru.

"Bulan. Saya... minta maaf..." Ucap Biru akhirnya, setelah berdetik-detik saling diam disana.

Suara Biru memang agak bergetar. Dia juga bingung, kenapa menghadapi mahasiswi yang satu ini membuat keringatnya bercucuran.

Momen ini yang dinantikan Biru. Mengobrol dengan Bulan. Dia ingin hubungannya dengan gadis penguasa pikiran itu berjalan baik. Tidak pun Bulan harus suka, minimal mau bicara dulu. Pikir Biru.

"Saya cuma harus ngerjain tugas dan dikumpul malam ini, kan? Saya akan kerjain." Ucap Bulan tanpa merespon perkataan Biru.

"Lupain soal tugas, Bulan. Sekarang saya cuma mau kamu maafin saya. Soal yang lalu, iya, saya salah. Saya akui, saya khilaf. Saya juga bingung kenapa saya sampai lakuin itu ke kamu. Tapi demi Tuhan, saya gak bermaksud mainin kamu. Dan saya harap kamu mau maafin saya."

Bulan melongo. Kejadian sudah lama sekali, dan Biru masih minta maaf soal itu? Kelihat pula titik-titik keringat di dahi Biru. Wajahnya tegang seperti tengah menghadapi bom yang waktunya tinggal satu menit lagi.

"Kalau sudah selesai, saya kembali, pak. Saya akan kerjakan malam setelah saya pulang kerja."

Dengan perasaan aneh melihat Biru, Bulan bangkit ingin pergi dari ruangan itu. Namun saat ia memegang handle pintu, Bulan tersentak kaget saat Biru tiba-tiba menahan pintu dengan sebelah tangan yang mengungkung Bulan.

Gadis itu sampai membalikkan badan dan memepetkan tubuh ke tembok saat Biru dengan napas berat menghimpit tubuhnya.

"J-jangan pergi sampai kamu Jawab semua yang saya katakan tadi."

Napasnya memburu. Bulan sampai menelan ludah, terlebih Biru amat dekat dengan tubuhnya yang rasanya ingin masuk ke dalam dinding yang menjadi sandarannya. Terlihat pula jakun pria itu bergerak seperti tengah menahan sesuatu.

"T-tolong... bersikap biasalah ke saya. Jangan abaikan saya, Bulan."

Permintaan berat. Bulan diam dengan saraf tegang walau batinnya memberontak menyeru kalau dia gak pernah bersikap biasa pada Biru. Sikap biasa bagi Biru itu yang bagaimana? Apa yang membuat Bulan sesak dan tertekan selama bersamanya?

"Saya.. pengen.. kita... kayak biasa. Bisakan?"

Bulan mengangguk kaku, lalu cepat-cepat membuka pintu, keluar dari ruangan Biru.

Sedang Biru, langsung merosot lemas terduduk dibalik pintu. Dengan napas sesak dan keringat membasahi badannya, Biru lega saat semua yang ingin dia sampaikan pada Bulan tersampaikan juga akhirnya.

......

Terpopuler

Comments

Fifid Dwi Ariyani

Fifid Dwi Ariyani

trushat

2024-01-07

0

Mamah Kekey

Mamah Kekey

pesona bulan menakjubkan...

2023-12-22

0

dina

dina

bener benar ya terbukti pesona wanita bikin laki-laki selemah itu😋🥰😍😘

2023-12-19

2

lihat semua
Episodes
1 Curiga Gay
2 Balas Dendam
3 Samudra Biru
4 Pintu Kamar Penghubung
5 Kiss and Splash
6 Jiwa yang Terganggu
7 Dijemput Dosen
8 Rasa Ingin Menafkahi
9 Lelaki yang waktu itu...
10 Ciuman Pertama
11 Perlahan Menjauh
12 Tantangan Biru
13 Anting di Kamar Biru
14 Penjelasan Biru
15 Cari Perhatian
16 Mengikuti Naluri
17 Tersentil Ucapan Bulan
18 Digoda Waria
19 Bisikan Biru
20 Ciuman Gila
21 Mantan Kekasih Biru
22 Di Atas Ranjang
23 Membohongi Biru
24 Panggilan Sayang
25 Menggoda Biru
26 Berkenalan Dengan Malika
27 Pemilik Saham Cakra
28 Pelanggan Pertama Wina
29 Dalam Pantauan Biru
30 Pertikaian Yang Seharusnya Tak Didengar
31 Selesai
32 Keputusan Anita
33 Di Kantor Polisi
34 Rasa Rindu Bulan
35 Menggantikan Pengantin Pria
36 Bibir Yang Menjadi Candu
37 Kepergian Bulan Dari Rumah
38 Biru Mengejar Bulan
39 Jangan Berhenti, Biru.
40 Menelan Ludah Sendiri
41 Membuat Rencana Baru
42 Perkenalan Bulan Dengan Rudi
43 Perang Batin
44 Sepupu Baru
45 Kehadiran Biru Membuat Rindu
46 Pemindahan Kekuasaan
47 "Dia itu Gay."
48 Berita Besar Untuk Wina
49 Kecurigaan Biru pada Papanya
50 Berita Baik dan Buruk buat Biru
51 Berlutut Didepan Anita
52 Kunjungan Rumah Sakit
53 Kamera CCTV Dashboard Mobil Cakra
54 Tersebarnya Perselingkuhan Cakra
55 Mengajak Bulan Menikah
56 Panggilan Untuk Mas Pacar
57 Wanita Selingkuhan Cakra
58 Tidak Semua Bisa Diceritakan
59 Ancaman Wina untuk Biru
60 Gombalan Bertubi-tubi
61 Pantai
62 Dibuat Kesal
63 Perjanjian Pranikah
64 Dapat Restu!
65 Di Kamar Mandi
66 Bertemu Rudiantoro
67 Fitting Baju
68 Menuju Hasrat Tertinggi
69 Virgin until Married
70 Foto Kenangan
71 Kehadiran Malika
72 Kehadiran Cakra di Depan Rumah Anita
73 Permintaan Maaf Cakra
74 Keinginan Malika
75 Semua Telah Berakhir
76 Hampir Takluk
Episodes

Updated 76 Episodes

1
Curiga Gay
2
Balas Dendam
3
Samudra Biru
4
Pintu Kamar Penghubung
5
Kiss and Splash
6
Jiwa yang Terganggu
7
Dijemput Dosen
8
Rasa Ingin Menafkahi
9
Lelaki yang waktu itu...
10
Ciuman Pertama
11
Perlahan Menjauh
12
Tantangan Biru
13
Anting di Kamar Biru
14
Penjelasan Biru
15
Cari Perhatian
16
Mengikuti Naluri
17
Tersentil Ucapan Bulan
18
Digoda Waria
19
Bisikan Biru
20
Ciuman Gila
21
Mantan Kekasih Biru
22
Di Atas Ranjang
23
Membohongi Biru
24
Panggilan Sayang
25
Menggoda Biru
26
Berkenalan Dengan Malika
27
Pemilik Saham Cakra
28
Pelanggan Pertama Wina
29
Dalam Pantauan Biru
30
Pertikaian Yang Seharusnya Tak Didengar
31
Selesai
32
Keputusan Anita
33
Di Kantor Polisi
34
Rasa Rindu Bulan
35
Menggantikan Pengantin Pria
36
Bibir Yang Menjadi Candu
37
Kepergian Bulan Dari Rumah
38
Biru Mengejar Bulan
39
Jangan Berhenti, Biru.
40
Menelan Ludah Sendiri
41
Membuat Rencana Baru
42
Perkenalan Bulan Dengan Rudi
43
Perang Batin
44
Sepupu Baru
45
Kehadiran Biru Membuat Rindu
46
Pemindahan Kekuasaan
47
"Dia itu Gay."
48
Berita Besar Untuk Wina
49
Kecurigaan Biru pada Papanya
50
Berita Baik dan Buruk buat Biru
51
Berlutut Didepan Anita
52
Kunjungan Rumah Sakit
53
Kamera CCTV Dashboard Mobil Cakra
54
Tersebarnya Perselingkuhan Cakra
55
Mengajak Bulan Menikah
56
Panggilan Untuk Mas Pacar
57
Wanita Selingkuhan Cakra
58
Tidak Semua Bisa Diceritakan
59
Ancaman Wina untuk Biru
60
Gombalan Bertubi-tubi
61
Pantai
62
Dibuat Kesal
63
Perjanjian Pranikah
64
Dapat Restu!
65
Di Kamar Mandi
66
Bertemu Rudiantoro
67
Fitting Baju
68
Menuju Hasrat Tertinggi
69
Virgin until Married
70
Foto Kenangan
71
Kehadiran Malika
72
Kehadiran Cakra di Depan Rumah Anita
73
Permintaan Maaf Cakra
74
Keinginan Malika
75
Semua Telah Berakhir
76
Hampir Takluk

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!