Bisikan Biru

Setelah pulang kuliah, Bulan berjalan kaki menuju salah satu toko servis ponsel yang berada tak jauh dari kampus. Tadi sebenarnya, Patriot ingin menemaninya. Namun gadis itu menolak lantaran sekalian ingin jalan-jalan sendiri.

Klakson terdengar nyaring, Bulan menoleh dan mendapati mobil Biru berhenti tepat di sebelahnya. Kaca mobilnya terbuka dan menitahkan gadis itu untuk masuk.

"Mau kemana kamu? Saya kan, udah bilang. Tunggu di depan Fakultas, nanti saya jemput." Ucap Biru saat Bulan sudah memasang seatbelt.

"Saya ga mau kalau ada yang liat saya naik mobil kakak. Kakak mau kita dijadikan bahan gosip?"

"Kan, kamu tinggal bilang kalau kita sepupu."

Mata yang semula melebar itu mendadak ciut. Bibirnya merapat dan Bulan pura-pura menggaruk belakang leher dan memutakan kepala ke arah luar jendela.

Iya juga, ya. Mendadak rasa malu menguasai dirinya. Terlalu kepedean. Bulan sampai lupa kalau mereka sepupuan lantaran sikap Biru padanya tidak terlihat sedang menjalin persaudaraan. Lebih tepatnya menjalin cinta.

Biru menahan senyum. Apalagi melihat sikap Bulan yang selalu mengalihkan wajah ke jendela jika gadis itu merasa malu padanya.

"Oh, ya. Aku ada sesuatu buat kamu." Biru mengambil sebuah kotak di kursi belakang, lalu menyerahkannya pada Bulan.

Gadis itu membelalak. "Hp?"

"Katanya hp kamu rusak, kan? Jadi saya belikan aja yang baru."

"Cuma rusak dikit, kak. Kayaknya bisa diperbaiki, kok." Tolak gadis itu secara halus.

"Saya pengennya beliin kamu. Habisnya kalau saya kasih uang, kamu pasti nolak." Biru membantu Bulan membukakan kotak ponsel keluaran terbaru. "Sini, sim kamu."

Gadis itu memberikannya dengan lamban, lalu Biru segera masukkan nomor Bulan ke ponsel itu.

"Sudah, ya. Saya pusing kalau nomor kamu ga aktif."

"Ta-tapi ini..."

"Ngga gratis." Tegas Biru. "Jelas saya mau kamu bayar. Tapi bukan dengan uang."

'Bukan uang? Jadi apa? Jangan-jangan....' Bulan menelan ludah.

"Masakin saya makanan. Gimana?"

"Itu aja?" Tanya Bulan tak percaya. Pasalnya ini ponsel harganya belasan juta. Kok cuma masakin makanan.

"Memangnya kamu mau saya suruh apa?"

Bulan menelan ludah, memaki diri. Bisa-bisanya dia berpikir soal itu. Padahal jelas Biru bukan orang seperti itu, walau memang agak mesum.

"Tapi, kak.."

"Ngga ada tapi-tapian. Itu sudah saya kasih bonus di galeri. Cek aja."

Bulan bingung bonus apa maksudnya, sampai ia mengecek galeri dan mendapati banyak foto Biru disana. Mulai dari foto aneh, cringe, sampai foto-foto kerennya.

Bulan menahan senyum. Apalagi ada foto Biru yang bertelanjang dada begitu. Membuat imajinasi Bulan melalang buana.

"Di rumah aja mandanginnya. Sekarang kita makan siang dulu, gimana."

"Apaan, sih." Bulan langsung memadamkan ponsel saat tak sadar dia terlalu lama menatap foto-foto Biru.

Sementara Biru hanya tertawa lirih sembari menjalankan mobil ke tempatnya makan siang bersama Bulan.

...🍀...

'Mbuuuullll!! Kemana aja, siiihhh. Kita nyariin tauuukk!'

'Tau, nih. Aku sampe nyariin ke prodi juga kamu ga ada!' Omel Nadin.

'Bul, Are you okey?'

Bulan melipat kakinya di atas kasur, memposisikan ponsel di depan wajah supaya ketiga temannya bisa melihat jelas. "Okey kok, guys. Belakangan aku sibuk soalnya udah kerja juga, kan."

'Jangan sibuk-sibuk dong, Mbul, jadwal ngumpul kita kapan??' Tanya Wina.

'Iya, Mbuul. Terakhir ketemu malah kabur sama pak dosen.' Sambung Nadin.

"Kok... kalian tau??"

'Tau, lah. Kan, kita ngikutin. Kita juga mau nyamperin, Mbul. Tapi udah kedeluan sepupu tampanmu itu...' Kata Yeshika.

'Mbuuul, kamu ga ada hubungan apa-apa sama sepupumu, Mbul? Kok kayaknya dia ngelindungin kamu banget?' Tanya Wina penasaran.

"Nggak ada!" Jawab Bulan cepat. Pasalnya dia juga tidak tahu hubungan apa yang terjalin. Belum jelas, dan tidak mau terlalu berharap.

'Kalau nggak ada, kenalin kita dong, Mbuuul!!'

Bibir Bulan mencebik. "Giliran sama yang ganteng aja, lupa sama cowo sendiri."

'Kenalan doang kali, Mbul. Itung-itung koleksi stok dulu kan, siapa tahu Wina mau putus sama Andre.' Kata Nadin.

'Enak aja! Sialan, lo! Amit‐amitttt gue ga bakalan putus sama cowo gue.'

Yang lain terkikik mendengar umpatan Wina. Sementara Bulan melongok ke arah pintu balkon saat ia mendengar ketukan.

"Bulan..."

Suara Biru memanggilnya. Bulan membuka tirai dan mendapati Biru tengah tersenyum dan mengangkat dua buah plastik di tangannya.

"Eh, udah dulu, ya. Gue ada tugas. Ntar lanjut lagi. Bye, muah!" Bulan memutuskan sambungan tanpa menunggu jawaban. Dia membuka pintu dan Biru sudah meletakkan dua buah plastik itu di atas meja balkon.

"Saya bawain kamu makanan. Saya tahu kamu tadi ga ikut makan malam karena pulang telat." Biru membuka bungkus plastik dan kotak makanan yang ia beli.

"Sini, duduk." Ia lalu menarik kursi untuk Bulan, dan ia sendiri duduk di hadapan meja kecil.

Bulan menyandarkan sebelah bahunya di pintu balkon. Tiba-tiba membelikan makanan dan mengajak makan berdua di balkon begini. Lucu juga dia. Batin Bulan.

"Eii, jangan melamun. Cepet, ntar keburu dingin makanannya."

Bulan duduk berhadapan dengan Biru. Ada beberapa jenis makanan yang tersaji di atas meja dan aromanya membuat perut Bulan berteriak minta diisi.

"Tadi saya chat kamu, tapi ga dibales. Rupanya kamu lagi sibuk teleponan sama temen-temen kamu. Gosipin saya, ya."

"Hah. Enggak." Bulan baru tau kalau Biru punya sisi kepedean juga. Eh, atau dia denger ya, percakapan mereka tadi.

"Berarti saya salah denger, ya." Katanya sambil terkekeh. Sementara Bulan membelalak kaget. Beneran dia denger?

"Ayo, makan." Biru membukakan makanan Bulan dan meletakkan sendok di atasnya. Tak lupa ia mengibas sebentar asap yang masih mengepul di atas makanan itu.

Biru menyantap makanannya. Sedang Bulan terenyuh dengan perhatian kecil yang Biru berikan. Dia ini, sadar nggak sih, kalau tingkahnya membuat Bulan akan semakin mudah membuka hati. Pasalnya, ia tidak mendapatkan ini dari Andra.

"Mau saya suapin?"

Bulan menggelengkan cepat dan mulai mengambil sendok. "Kakak belum makan juga, ya. Bukannya tadi Katanya pulang cepat."

"Sengaja. Saya tadi liat kamu belum pulang. Jadi saya nggak ikut makan di bawah. Biar bisa makan bareng kamu." Jelasnya.

"Ooh." Terdengar begitu cuek, namun hati Bulan berdebar-debar mendengar penjelasan lelaki itu. Bulan melirik. Biru mengunyah dengan rahangnya yang tegas. Lengannya begitu terlihat dengan kaos polo navy yang dipakainya, membentuk bagian dada dan lengan. Biru punya tubuh yang benar-benar disukai Bulan.

Kalau aja mereka bukan sepupu. Bulan pasti meluncurkan serangan supaya bisa mendekati Biru seperti dia mendekati Andra dulu. Walau begitupun Bulan menikmati saja apa yang Biru lakukan padanya. Toh, dia juga suka.

Tok..tok..

"Biru.."

Suara ketukan pintu terdengar dari depan. Biru menoleh. "Mama.."

"Buka aja, kak."

Baru Biru ingin bergerak, terdengar suara lain dari balik pintu.

"Biru, ini gue, Malika. Buka pintu, dong."

Biru langsung menoleh pada Bulan. Mendengar suara pintunya dibuka, Biru langsung mengemasi makanan di atas meja.

"Biru?" Suara itu terdengar lagi.

Biru meletakkan tiga kotak makanan di tangan Bulan yang terpaksa mengadahkan tangan saat Biru menyerahkannya.

"Cepat masuk." Biru membuka pintu balkon Bulan dan mendorong pelan bahu gadis itu. Dia pun masuk dan menutup pintu perlahan.

"Biru ga ada, tante." Ucap Malika membuka pintu balkon.

"Kok ga ada, ya? Perasaan di rumah, kok. Mobilnya juga di depan, kan."

Bulan sampai heran kenapa dia harus ikut bersembunyi begini. Padahal yang dicari hanya Biru. Kalaupun dia terlihat lagi makan di balkon, apa salahnya?

Dan lagi, posisi ini nggak enak, banget. Bulan sampai melirik Biru di atas kepalanya yang masih mengintip dari balik gorden, mengawasi dua orang yang masih mengobrol di depan tanpa sadar tubuhnya menghimpit Bulan. Terpaksa gadis itu mendempetkan badannya ke belakang tembok kaca dan kedua tangan yang memegang tumpukan kotak makanan. Hampir penyet, karena Biru menghimpitnya.

"Huufff..." lelaki itu menghela napas saat dua orang yang tengah mencarinya keluar dari kamarnya.

Lalu ia tersadar, menunduk, menatap Bulan yang menyorotnya tajam karena sebelah tangan lelaki itu menutup mulut Bulan.

Biru tersenyum. "Sorry." Bisiknya, namun enggan melepaskan tangannya dari bibir Bulan.

"Mmmppph." Bulan merasa bisikan Biru terlalu bahaya. Membuat bulu-bulu harusnya berdiri seketika. Dia membelalakkan mata, meminta Biru menyingkirkan tangannya.

Bukan menuruti, Biru malah mendekatkan wajahnya, menunduk untuk merapatkan wajahnya dengan wajah Bulan. Mata Bulan sontak mendelik tajam dengan napas yang ia tahan. Jangan sampai Biru menciumnya lagi, jangan...

Cup! Biru mencium tangannya sendiri yang menutup bibir Bulan. Lalu ia berbisik di telinga Bulan. "Jangan tegang gitu, saya cuma bercanda."

Bola mata Bulan yang awalnya menatap mata Biru, bergerak ke bawah melihat ukiran senyuman yang terpampang di bibir Biru. Jantungnya berdebar, dia menelan saliva melihat tonjolan di leher Biru yang pernah ia sentuh.

"Kamu lanjut makannya, ya. Saya harus balik ke kamar untuk memeriksa tugas siswa." Katanya, lalu menoleh pada pintu penghubung. "Saya lupa kalau ada pintu itu." Biru kembali menatap Bulan. Senyum nakal pun terukir. "Kuncinya ada di saya. Kamu ga takut kan, kalau saya mendadak masuk kesini dari pintu itu?"

"Mmmpppp!" Mata Bulan membelalak lagi. Biru tertawa dengan reaksi imut Bulan di matanya.

"Bercanda." Biru melepaskan tangannya lalu mengacak pelan rambut Bulan. "Jangan lupa belajar. Besok kelas saya, kan?"

Tatapan Bulan tak lepas dari Biru sampai tubuh lelaki itu menghilang, barulah Bulan melepaskan napas.

Gila. Biru jadi senekat itu sekarang. Tapi.. kenapa Bulan jadi semakin suka???

To Be Continued....

**Biru ini kayanya lebih bahaya dari Arga**

BTW PEN, Jangan Lupa singgah di karya baru aku..

Terpopuler

Comments

Fifid Dwi Ariyani

Fifid Dwi Ariyani

trusshat

2024-01-08

0

FR

FR

hubungan yg berat 🥺 karna mreka sepupu dekat

2023-12-02

0

Edah J

Edah J

kalau mamanya Biru tahu kalau anaknya suka Bulan gimana yaa?/Bye-Bye/

2023-11-03

1

lihat semua
Episodes
1 Curiga Gay
2 Balas Dendam
3 Samudra Biru
4 Pintu Kamar Penghubung
5 Kiss and Splash
6 Jiwa yang Terganggu
7 Dijemput Dosen
8 Rasa Ingin Menafkahi
9 Lelaki yang waktu itu...
10 Ciuman Pertama
11 Perlahan Menjauh
12 Tantangan Biru
13 Anting di Kamar Biru
14 Penjelasan Biru
15 Cari Perhatian
16 Mengikuti Naluri
17 Tersentil Ucapan Bulan
18 Digoda Waria
19 Bisikan Biru
20 Ciuman Gila
21 Mantan Kekasih Biru
22 Di Atas Ranjang
23 Membohongi Biru
24 Panggilan Sayang
25 Menggoda Biru
26 Berkenalan Dengan Malika
27 Pemilik Saham Cakra
28 Pelanggan Pertama Wina
29 Dalam Pantauan Biru
30 Pertikaian Yang Seharusnya Tak Didengar
31 Selesai
32 Keputusan Anita
33 Di Kantor Polisi
34 Rasa Rindu Bulan
35 Menggantikan Pengantin Pria
36 Bibir Yang Menjadi Candu
37 Kepergian Bulan Dari Rumah
38 Biru Mengejar Bulan
39 Jangan Berhenti, Biru.
40 Menelan Ludah Sendiri
41 Membuat Rencana Baru
42 Perkenalan Bulan Dengan Rudi
43 Perang Batin
44 Sepupu Baru
45 Kehadiran Biru Membuat Rindu
46 Pemindahan Kekuasaan
47 "Dia itu Gay."
48 Berita Besar Untuk Wina
49 Kecurigaan Biru pada Papanya
50 Berita Baik dan Buruk buat Biru
51 Berlutut Didepan Anita
52 Kunjungan Rumah Sakit
53 Kamera CCTV Dashboard Mobil Cakra
54 Tersebarnya Perselingkuhan Cakra
55 Mengajak Bulan Menikah
56 Panggilan Untuk Mas Pacar
57 Wanita Selingkuhan Cakra
58 Tidak Semua Bisa Diceritakan
59 Ancaman Wina untuk Biru
60 Gombalan Bertubi-tubi
61 Pantai
62 Dibuat Kesal
63 Perjanjian Pranikah
64 Dapat Restu!
65 Di Kamar Mandi
66 Bertemu Rudiantoro
67 Fitting Baju
68 Menuju Hasrat Tertinggi
69 Virgin until Married
70 Foto Kenangan
71 Kehadiran Malika
72 Kehadiran Cakra di Depan Rumah Anita
73 Permintaan Maaf Cakra
74 Keinginan Malika
75 Semua Telah Berakhir
76 Hampir Takluk
Episodes

Updated 76 Episodes

1
Curiga Gay
2
Balas Dendam
3
Samudra Biru
4
Pintu Kamar Penghubung
5
Kiss and Splash
6
Jiwa yang Terganggu
7
Dijemput Dosen
8
Rasa Ingin Menafkahi
9
Lelaki yang waktu itu...
10
Ciuman Pertama
11
Perlahan Menjauh
12
Tantangan Biru
13
Anting di Kamar Biru
14
Penjelasan Biru
15
Cari Perhatian
16
Mengikuti Naluri
17
Tersentil Ucapan Bulan
18
Digoda Waria
19
Bisikan Biru
20
Ciuman Gila
21
Mantan Kekasih Biru
22
Di Atas Ranjang
23
Membohongi Biru
24
Panggilan Sayang
25
Menggoda Biru
26
Berkenalan Dengan Malika
27
Pemilik Saham Cakra
28
Pelanggan Pertama Wina
29
Dalam Pantauan Biru
30
Pertikaian Yang Seharusnya Tak Didengar
31
Selesai
32
Keputusan Anita
33
Di Kantor Polisi
34
Rasa Rindu Bulan
35
Menggantikan Pengantin Pria
36
Bibir Yang Menjadi Candu
37
Kepergian Bulan Dari Rumah
38
Biru Mengejar Bulan
39
Jangan Berhenti, Biru.
40
Menelan Ludah Sendiri
41
Membuat Rencana Baru
42
Perkenalan Bulan Dengan Rudi
43
Perang Batin
44
Sepupu Baru
45
Kehadiran Biru Membuat Rindu
46
Pemindahan Kekuasaan
47
"Dia itu Gay."
48
Berita Besar Untuk Wina
49
Kecurigaan Biru pada Papanya
50
Berita Baik dan Buruk buat Biru
51
Berlutut Didepan Anita
52
Kunjungan Rumah Sakit
53
Kamera CCTV Dashboard Mobil Cakra
54
Tersebarnya Perselingkuhan Cakra
55
Mengajak Bulan Menikah
56
Panggilan Untuk Mas Pacar
57
Wanita Selingkuhan Cakra
58
Tidak Semua Bisa Diceritakan
59
Ancaman Wina untuk Biru
60
Gombalan Bertubi-tubi
61
Pantai
62
Dibuat Kesal
63
Perjanjian Pranikah
64
Dapat Restu!
65
Di Kamar Mandi
66
Bertemu Rudiantoro
67
Fitting Baju
68
Menuju Hasrat Tertinggi
69
Virgin until Married
70
Foto Kenangan
71
Kehadiran Malika
72
Kehadiran Cakra di Depan Rumah Anita
73
Permintaan Maaf Cakra
74
Keinginan Malika
75
Semua Telah Berakhir
76
Hampir Takluk

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!