Malam itu, saat Biru baru saja pulang, ada tiga perempuan di depan rumahnya. Biru tidak tahu apakah itu mahasiswanya atau bukan, karena Biru tidak menghapal semua wajah mereka. Tapi saat Bulan keluar, Biru tahu itu teman-teman Bulan yang waktu itu.
Wajah Bulan bertekuk dan langkahnya berat untuk masuk ke mobil, kalau saja dia tidak dipaksa, mungkin Bulan tidak akan pergi.
Melihat penampilan mereka membuat Biru jadi membuntuti. Ternyata mereka masuk ke sebuah pub yang cukup terkenal di kota itu. Biru mengikuti dan mendapati Bulan minum bersama teman-temannya.
Lalu, Biru dibuat geram dengan kehadiran lelaki gay yang menarik Bulan menjauh dari tempat ramai itu. Hingga pemaksaan itu membuat Biru tak lagi bisa bersembunyi. Hatinya tergerak ingin melindungi Bulan.
Bulan memberontak, meminta Andra untukmelepaskannya.
"Andra brengsek, lepasin!" Pekik Bulan, dan seketika ia berhenti saat seseorang memegang tangannya.
"Lepas."
Sepasang mata Bulan melebar saat suara baritone lelaki bertubuh besar tiba-tiba saja berdiri seakan melindunginya.
Biru. Ya, sekarang dia menghadap Andra yang sama tinggi, sampai Bulan merasakan tangan Andra melepasnya, digantikan genggaman hangat dari Biru.
"Ah.. lo lagi." Andra berdecak. Dia berkacak pinggang, dan kini menatap tangan yang berpegangan dibawah sana.
Bulan, dia mencoba mencerna semua ini.
Sebentar. Andra kenal dengan.. Biru?
Lalu ia menatap Biru dari samping. Rahang pria itu mengeras.
Apa-apaan ini. Mereka.. saling kenal?
"Ada hubungan apa lo sama cewe gue?"
"Ch.." Biru berdecih dengan tawa. Lalu ia menoleh ke belakang, dimana Bulan berada. "Dia cewe lo?" Kepalanya memutar lagi ke depan. "Bukannya lo sukanya sama laki-laki?"
Bulan menatap Andra saat lelaki itu masih mengaku sebagai pacarnya. Ada gores luka yang kembali menguak padahal ia telah berusaha nenutupnya. Apa maksud Andra mengatakan itu?
"Itu bukan urusan lo!" Ucap Andra garang. Memperlihatkan sisi yang belum pernah Bulan lihat sebelumnya. "Lepasin Bulan, gue mau bicara sama dia!"
Biru menoleh ke belakang, memastikan Bulan aman di belakangnya. Gadis itu terlihat menahan air matanya.
"Bulan ga mau bicara sama lo." Tukas Biru. Berbicara dengan gaya bahasa seperti itu terdengar sedikit aneh di telinga Bulan yang biasanya mendengar Biru berbicara formal.
"Lo ga ada Hak atas Bulan!" Seru Andra berang.
Seringai Biru muncul. Mendengar soal hak memang sempat membuatnya kehabisan kata. Tapi kalimat ini lolos begitu saja dari bibirnya. "Jelas ada. Karena Bulan milik gue."
Bulan seketika mengangkat wajah, menatap rahang yang mengeras dan sorot tajam Biru pada Andra. Bulan yakin dia tidak salah dengar. Milik gue... katanya...?
"Ngga usah sok jadi pahlawan buat jadi pacar pura-pura Bulan. Gue tau Bulan bukan cewe yang mudah beralih hati." Kini Andra mencoba berbicara pada Bulan yang ada dibalik tubuh Biru.
"Bulan, please.. kasih aku waktu sebentar. Aku mau jelasin sesuatu ke kamu. Soal yang lalu, aku mau kita memperbaikinya, Bulan. Aku nyesal, aku belakangan mikirin kamu terus. Bisa kita ngomong, Bulan?"
Bulan bisa merasakan genggaman Biru semakin erat, seolah melarang Bulan untuk berbicara pada Andra.
"Aku tahu aku salah, Bulan. Aku sadar kesalahan aku fatal. Tapi aku mau memperbaikinya. Aku... aku mau berubah dan cuma kamu yang bisa buat aku berubah, Bulan."
Bukan cuma Bulan, bahkan Biru juga bisa menilai bahwa ucapan Andra saat ini adalah kebenaran. Suara yang bergetar, raut wajah, dan sorot mata Andra sudah memperjelas semuanya.
"Bulan..."
Namun itu tidak membuat Bulan tergerak untuk membahas ini lagi dengan Andra. Dikhianati begitu membuat hatinya seperti mati rasa. Bahkan Andra membuatnya berpikir buruk soal laki-laki bertubuh sepertinya. Bulan menunduk, dia menangis tanpa suara.
Yang ia rasakan adalah, Andra mempermainkan dirinya. Setelah semua yang terjadi, Andra bilang menyesal. Apakah dia tahu berapa banyak yang dikorbankan untuk ini semua? Bukan cuma harta benda, tetapi mental, rasa malu keluarga, dan harga dirinya yang diinjak-injak, ditipu soal perasaannya yang sudah 2 tahun lamanya. Setelah semua itu, Andra ingin kembali?
Biru yang menggenggam erat tangan Bulan perlahan mengendur. Entah kenapa dia merasa sedih saja, saat Bulan malah menangis di belakang. Tangisan yang Biru tidak bisa tebak. Apakah Bulan senang karena akhirnya Andra kembali, atau malah sebaliknya.
"Bulan..."
"Enggak." Jawabnya dengan suara parau. Wajahnya sudah basah, lalu Bulan melepas pegangan tangannya dan menghapus air mata dengan cepat. "Aku bukan mainanmu. Aku ga mau nikah cuma untuk nutupin kelakuan burukmu. Apa selama dua tahun waktuku yang terbuang untukmu nggak cukup, Andra? Atau gak ada perempuan lain yang bodoh kayak aku?" Parau suara Bulan memecahkan keheningan malam itu. Bulan terisak-isak dan itu membuat perasaan Biru terusik. Dia menahan Andra dengan satu tangan saat pria itu ingin mendekati Bulan.
"Aku bukan mainan..." lirihnya, lalu pergi dari kedua pria yang kini terdiam dengan situasi ini.
Biru, setelah memberi ultimatum pada Andra, dia mengejar Bulan. Mencari kemana gadis itu pergi.
Setelah bertanya pada orang-orang sekitar, akhirnya Biru menemukan Bulan tengah berjongkok dan menangis sesegukan di balik tembok sepi dan sedikit gelap.
Bulan hanya memikirkan tempat yang aman untuk dia menangis. Perasaannya seperti disayat-sayat. Dia sangat mencintai Andra. Rela melakukan apapun jika pria itu minta. Mengorbankan banyak hal bahkan Bulan sangat patuh padanya. Lalu balasan apa yang ia terima? Dan setelah semua yang ia lalui, Andra memintanya kembali?
Biru berjalan perlahan. Dia mencoba mendekat pada Bulan yang tampaknya tidak lagi peduli pada sekitar.
Tidak ada yang ia lakukan. Hanya duduk disamping Bulan, membiarkannya menangisi semua hal yang menyesakkan dadanya.
Cukup lama Biru disana, diam menemani Bulan. Sampai gadis itu diam dan menyadari pria itu telah lama disebelahnya.
Bulan dengan wajah sembab, menoleh pada Biru. Satu lagi, pria ini juga membuatnya kesulitan. Semua hal yang dilakukannya membuat Bulan tidak bisa berpikir jernih.
Tatapan itu ditangkap Biru dengan baik. Dia tahu, Bulan juga perlu penjelasan soal dirinya yang tiba-tiba menciumnya pagi tadi. Dan demi menghilangkan pikiran buruk tentang dirinya, Biru pun mencoba menjelaskannya, walau sebenarnya Biru bingung bagaimana caranya agar Bulan tidak berpikir hal lain tentang dirinya.
"Saya tahu kamu mau tanya sesuatu ke saya."
Suara Biru membuat Bulan mengalihkan wajah ke arah lain. Pria ini, apa juga ingin mempermainkannya?
"Tanya aja. Saya akan jawab semua dengan jujur..." Tutur Biru, kembali dengan gaya bahasa yang formal seperti layaknya dosen Bulan.
Gadis itu masih diam dan enggan menatapnya. Bulan pusing, permasalahannya menumpuk seperti ini.
"Baiklah, kalau gitu saya yang akan coba jelaskan semua yang terjadi belakangan ini." Kata Biru akhirnya saat Bulan tidak juga menyahuti ucapannya.
"Pertama, saya mau minta maaf sama kamu, Bulan. Soal pagi tadi. Saya tidak bermaksud...."
Bulan memejamkan mata. Apa yang akan Biru katakan? Jangan bilang kalau itu hanya nafsu yang mendadak timbul, atau sesuatu yang harus dilupakan begitu saja.
'Aku bukan mainan....' bisik Bulan pada dirinya sendiri. Sudah cukup Andra yang mempermainkannya. Jangan ada lagi yang lain...
"Saya.. ga mau kamu sampai ga nyaman karena kelakuan saya. Saya minta maaf, karena udah lancang cium kamu..."
Ada jeda dari kalimat Biru. Dia menunggu reaksi Bulan, tapi gadis itu masih bergeming.
"Bulan, saya gak ada niat buat mempermainkan kamu."
Hening. Bulan menghela napas perlahan. Begitu banyak hal yang terjadi dalam waktu dekat. Bulan merasa gak sanggup memikirkan semuanya dalam satu waktu.
Namun dari semua ini, yang lebih dominan di pikiran Bulan sekarang malah Biru. Semua perlakuannya, membuat Bulan diambang kegilaan. Laki-laki itu adalah sepupunya. Tapi yang dilakukan Biru padanya seperti menantang aturan dalam hidup. Apa dia mau merusak hubungan antar keluarga?
"Bulan, maafkan saya." Ucap Biru lagi. Dia lebih suka kalau Bulan marah-marah saja dari pada diam begitu. Biru bingung, dia takut salah tindakan lagi.
Getaran ponsel di genggaman Bulan membuat Biru melirik ke arah layar pipih itu. Didapatinya nama Andra terpampang disana. Lelaki itu masih mencoba menghubungi Bulan padahal hubungan mereka telah berakhir total.
"Bulan.."
"Kalau udah selesai, aku pergi." Bulan berdiri dan berjalan cepat ke depan. Dia menyetop taksi dan pergi begitu saja.
Biru menghela napas. Dia tahu ini akan sulit diterima. Terlebih dia tidak menjelaskan kenapa ia mencium Bulan, karena memang tidak ada alasan yang bisa dimengerti karena dirinya sendiri pun tidak mengerti.
Dan sejak hari itu, Bulan selalu menghindari Biru...
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Fifid Dwi Ariyani
trussehat
2024-01-07
0
Ros Konggoasa
Biru ngskulah km cinta sm Bulan
2023-12-13
1
Efvi Ulyaniek
kenapa ga bilang kl jantung ga bs anteng kl dekat dirimu bulan..kenapa selalu ga bs ngontrol diri kl selalu dekat dg dirimu bulan kenapa harus kata maaf sih biru yg harus keluar dr bibirmu..gemes deh
2023-11-27
0