Biru langsung diam saat Bulan terlihat menghindarinya. Ya, Biru sadar dengan apa yang dilakukannya. Menyentuh kepala Bulan, mungkin berlebihan apalagi sampai mengusap-usap lembut tempat dimana kepala mereka beradu tadi.
Keterdiaman itu tidak berlangsung lama, saat Bulan yang berinisiatif duluan berbicara dan membuat Biru menegang seketika, saat Bulan mengutipi uang yang berhambur di bawah kakinya.
"Maaf, kak. Sebenanya aku kerja bukan sekedar cari uang. Tapi juga ngasah passion aku dibidang culinary." Ucapnya sambil memungut uang di bawah kaki Biru.
Sadarkah dia, jika apa yang dilakukannya membuat tubuh Biru panas seketika. Bulan merunduk, menekan paha Biru, dan mengambil uang yang jatuh tepat di dekat kaki lelaki itu. Hingga posisi ini akan terlihat sangat aneh jika dilihat dari luar.
Apa yang Bulan lakukan mungkin biasa baginya. Tapi tidak dengan Biru. Menahan sesuatu yang selalu bergejolak dalam dirinya setiap dekat dengan Bulan adalah hal terberatnya saat ini. Ditambah keinginan aneh yang mendorongnya untuk terus berada di sisi Bulan, membuat Biru menyadari dirinya diambang kekhawatiran jika ada gadis ini di dekatnya. Dia.. bisa saja lost control!
Sampai detik dimana Bulan mengaduh, ketika ia hendak kembali duduk namun terpaksa membuatnya tertahan sebab rambutnya malah menyangkut di kancing kemeja Biru.
"Aduh..."
Jantung Biru semakin berdetak hebat dengan getaran gila saat Bulan meraba dadanya, mencari kancing dimana rambutnya tersangkut. Biru menelan ludah dengan susah payah, Bulan membuatnya mulai kehilangan akal.
Gadis itu mendongak, ingin melepaskan rambutnya, namun matanya malah berhenti di mata Biru, membuat mereka bersitatap beberapa detik, membuat Biru menyaksikan wajah Bulan yang sangat dekat dengannya. Dan bibir merah gadis itu, mengadah ke atas seolah minta disentuh olehnya.
Hingga tibalah saat Biru berada di puncak yang tak bisa lagi ia tahan. Dia menyelipkan tangannya di tengkuk leher Bulan, menggenggam leher jenjang itu, dan membuka sedikit mulutnya untuk bisa ia raih bibir sensual Bulan yang tak lagi bisa ia biarkan begitu saja.
Biru, pernahkah ia berpikir tentang apa yang ia lakukan saat ini?
Bulan mendadak menahan napas dengan mata membulat, saat hangat napas Biru, juga decepan terdengar di telinganya ketika bibir Biru merasukinya dengan begitu hati-hati namun penuh tuntutan.
Biru, dengan napas memburu menyergap bibir yang telah lama ia ingin rasakan. Dan tindakan diluar kendali ini telah mendapatkan apa yang ia mau selama ini. Merasa tidak mendapatkan penolakan, Biru terus melakukannya, memejamkan mata dan terus menyesap bibir Bulan.
Dan perempuan itu, diam mematung dengan jantung berguncang hebat. Bahkan sentuhan dan ******* yang Biru lakukan di bibirnya membuat seluruh tubuh Bulan bergetar, mulai merasakan ada nikmat yang tak bisa ia tolak.
Sampai Bulan hampir saja melayang, jika bukan karena otaknya masih bekerja dengan baik, hingga Bulan mendorong tubuh Biru dengan kuat.
Biru tersentak saat tubuhnya terbentur pintu mobil. Dia menatap Bulan dengan napas tersengal. Nikmat yang ia rasakan terlepas begitu saja, dan kesadaran Biru perlahan pulih kembali tatkala matanya menangkap mata nyalang Bulan tertuju untuknya.
Bulan membuang wajah sesaat. Dia meremas baju bagian dada karena jantungnya berdebar, bergetar karena sialnya dia ternyata hampir terbuai oleh sapuan lembut bibir sepupunya.
Bulan keluar begitu saja dari mobil Biru. Berjalan cepat dengan pikiran kacau. Kenapa Biru melakukan itu padanya? Apa yang diinginkan lelaki itu darinya?
Banyak pertanyaan yang muncul di benak Bulan. Dia masuk ke toilet dan mengunci diri, duduk di closet sambil terus memegangi jantungnya yang belum mau tenang.
Ponsel Bulan bergetar, dan deretan nomor Biru yang belum disimpan terpampang disana. Biru terus menghubunginya.
Sial. Bulan mengumpat kesal sambil menggigit bibirnya. Ciuman pertama yang ingin ia rasakan bersama Andra dulu, malah dilakukan oleh Biru.
Ah, lutut Bulan lemas seketika. Yang menjadi dominan di pikiran Bulan adalah sebuah rasa. Dia mengerti sekarang, kenapa semua sahabatnya sampai histeris saat menceritakan tentang ciuman pertama mereka. Ternyata rasanya... begini.
Padahal bukan dengan orang yang dicintai. Tapi ciuman itu ternyata menghanyutkannya.
Lalu, bagaimana dengan hubungannya bersama Biru sekarang?
...🍀...
Sejak tadi Bulan hanya menunduk sambil berpura-pura menulis sesuatu di bindernya. Mana mungkin dia bisa menatap ke depan saat Biru tengah berbicara disana.
Beda hal dengan anak-anak lain yang fokus. Malahan para gadis sibuk menatap Biru dari ujung kaki sampai kepala.
"Ganteng banget.." desis Viona dengan bertopang dagu menatap Biru.
Bulan meliriknya, gadis itu senyum-senyum menatap ke depan.
Tadinya Bulan masih berpikir bahwa Biru bukan laki-laki normal. Tapi apa yang terjadi beberapa jam belakangan membuatnya berubah pikiran. Jika Biru melakukan itu, berarti yang kemarin di kolam renang bukan sebuah kebetulan karena mereka jatuh. Bulan yakin itu sengaja dilakukan.
"Bulan.." bisik Viona, membuyarkan lamunanya.
"Pak Biru ganteng banget, kan? Namanya aja yang Biru. Tapi selalu pakai hitam. Ya nggak, sih? Jadi lebih seksiii." Bisik Viona dengan mata tak lepas dari Biru.
Mendengar kata seksi, membuat Bulan mengangkat kepala, menatap Biru yang tengah menulis di papan tulis.
Iya. Hot, seksi. Bulan akui sekarang. Apalagi lengan kemeja hitam itu tergulung hingga siku. Tangannya naik ke atas menulis dan sebelah tangan lain memegang pinggang.
Sejenak Bulan termangu. Punggung lebar itu, juga tangan besar yang sempat bisa ia rasakan di lehernya. Bulan merinding. Dia langsung menyentuh tengkuk yang disentuh Biru tadi.
"Haah. Sial." Desisnya pelan. Lalu fokus Bulan teralihkan, ia merogoh ponsel yang bergetar. Chat dari para sahabatnya yang mengajaknya pergi malam nanti.
Beberapa menit berlalu, kelas hampir selesai. Biru tak bisa menghentikan matanya yang terus begulir untuk melihat Bulan. Tapi sejak tadi yang ia dapatkan hanya Bulan yang tertunduk dengan mencoret-coret buku.
Biru menghela napas. Yah, memang salahnya. Dia harus meminta maaf pada Bulan nanti. Hanya minta maaf karena Biru tidak tahu harus menjelaskan apa.
"Baik, sampai ketemu minggu depan. Semoga hari-hari kalian menyenangkan, ya." Ucap Biru pada seluruh anggota kelas, terutama Bulan. Sebab matanya masih mengarah kesana.
"Iya, paakk.."
"Bapak juga, yaaa."
"Terima kasih, paak.."
Seru semua orang dengan masing-masing ucapan. Biru tersenyum. Ia meraih tas, melihat Bulan sebentar, dan keluar kelas.
"Hufff..." Bulan mengangkat kepala dengan bebas, merenggangkan tubuh kiri dan kanan karena dia terlalu kaku selama dua jam pelajaran.
~
"ADUUHHHH!" Bulan ditarik paksa oleh dua temannya. Tangan kiri dan kanannya dipegang Wina dan Nadin supaya ia tidak kabur. Sementara Yeshika menuntun jalan mereka untuk masuk ke sebuah tempat berisik penuh dengan bau alkohol.
Musik terdengar keras. Lampu-lampu menyorot berwarna-warni.
Bulan menghela napas saat mereka duduk di satu sofa bundar. Padahal dia sudah menolak, tapi ketiga temannya benar-benar datang ke rumah Dina untuk mengajaknya pergi. Dan sialnya, ada Biru pula di depan!
"Gue yang pesen!" Teriak Wina, menepuk dada. Ingin mentraktir minuman buat mereka semua.
Yah, mau gimana lagi. Emang dulu Bulan sih, yang mengajak ketiganya ke tempat beginian. Ngga sangka, ternyata mereka suka banget. Malah saat Bulan bertemu Andra di tempat gym dan memutuskan berpacaran, Andra melarangnya ke tempat seperti ini lagi. Alhasil, dua tahun lamanya Bulan tidak menginjakkan kakinya ke tempat beginian.
"Mbuuul. Jangan diem ajaaa."
"Iya, nih. Ga asik sekarang!"
Bulan meraih gelas yang diisi Nadin, lalu menenggaknya sedikit demi menghormati ketiga sahabatnya.
Perasaan dulu rasanya gak gini. Bulan sampai menyipit merasakan pahit dilidah. Udah gak biasa sih, Bulan jadi pusing sendiri.
"Eh eh eh!!" Nadin menepuk-nepuk pundak Bulan. "Andra nggak, sih? Andra bukan?"
Mata Bulan menyipit. Dilihatnya Andra berjalan ke arahnya. Ya, ke arahnya dan berdiri menjulang menatap Bulan yang kaget akan kedatangannya.
"Bulan!"
Astaga, Bulan sampai tersentak terlebih Andra terlihat marah. Dia menarik tangan Bulan sampai gadis itu berdiri dan berjalan menjauh dari banyak orang.
Bulan melepaskan tangannya dengan paksa. Wajahnya menampilkan rasa tak suka. Apa-apaan. Kenapa tiba-tiba ada di Jakarta?
"Bulan, kenapa kamu main ke tempat kayak gini, hah? Kamu mau digodain orang?" Seru Andra kesal. Aneh, padahal dia sudah tidak ada hubungan apapun dengan Bulan. Tapi Andra masih merasa punya tanggung jawab terhadap gadis ini.
Bulan tersenyum lalu menggerakkan telunjuk, menyuruh Andra mendekat. Lelaki itu mendekatkan kepalanya, lalu Bulan berteriak di telinga Andra. "BUKAN URUSAN LO!"
Andra mengerutkan alis. Bulan berbeda. Bulan dulu gak begini, batinnya.
Andra mencengkram tangan Bulan. "Aku antar pulang. Bukan disini tempat kamu, Bulan. Kalau kamu marah sama aku, boleh. Tapi gak gini caranya. Jangan rusak diri kamu!"
"Aduuuu. Lepas!" Bulan memberontak, berusaha melepaskan cengkraman Andra. Tapi dia tidak bisa melakukan apa-apa, karena tenaga Andra benar-benar kuat.
"Bulan, please jangan ke tempat kayak gini, ya."
"Lepasin, brengsek!" Pekik Bulan.
"Nggak. Kita pulang!"
"Andra brengsek, lepasin! Aku bilang lep-" Bulan menghentikan kalimat saat seseorang berdiri dan mencengkram tangan Andra.
"Lepas."
Bibir Bulan terbuka saat melihat siapa yang sekarang berdiri di depannya.
Biru. Ya, sekarang dia menghadap Andra yang sama tinggi, sampai Bulan merasakan tangan Andra melepasnya, digantikan genggaman hangat dari Biru.
"Ah.. lo lagi." Andra berdecak. Dia berkacak pinggang, dan kini menatap tangan yang berpegangan dibawah sana.
Bulan, dia mencoba mencerna semua ini. Sebentar. Andra kenal dengan.. Biru? Lalu ia menatap Biru dari samping. Rahang pria itu mengeras.
Apa-apaan ini. Mereka.. saling kenal?
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Adzkiamamanya saufa
ya elahhh,ada adegan rambut kesangkut kancing baju...jadi ingat drachin HL
2024-01-31
0
Fifid Dwi Ariyani
true smsgst
2024-01-07
0
Amilia Indriyanti
roman romannya bulan cewen Oneng alias oon Iki kayaknya
2023-12-22
1