Ditengah kebisingan teman-temannya, Bulan melihat dua orang yang baru ia labrak siang tadi masuk ke dalam bar. Padahal baru berpisah, mereka langsung menunjukkan diri seperti itu? Nggak tahu malu.
Bulan masuk tanpa sepengetahuan teman-temannya, ke dalam bar mengikuti Andra dan kekasih laki-lakinya.
Bulan mendapati dua orang itu berada di dalam ruang kecil bersekat kaca, hingga terlihatlah apa yang mereka lakukan di dalam. Cowok bernama Bobi itu tengah tertawa-tawa di pelukan Andra. Pria itu, wajahnya kusut, tetapi tetap tersenyum saat Bobi mengajaknya bercerita.
"Brengsek." Desis Bulan. Dia berjalan sambil meraih satu botol minuman yang ada di meja orang yang tak ia kenal. Bulan menenggaknya sambil berjalan mendekati Andra.
Pemandangan hina. Dia benci melihat itu. Mungkin dia bisa menerima jika Andra memilih perempuan yang lebih baik darinya. Ya, Bulan cukup sadar diri. Mendapatkan Andra yang seorang anak pengusaha adalah hal hebat baginya. Dibanding dirinya yang hanya tamatan SMA dan bekerja sebagai asisten chef di sebuah resto mewah tengah kota. Dia akan memaklumi, tapi bukan dengan cowok itu...
Ketawanya lebar banget kayak badut. Bulan benci. Dia mau menghabisi cowok sialan itu.
Bulan menenggak minuman yang ternyata membuatnya sempoyong, pusing, dan mendadak perasaan sepahit minuman keras itu menimbulkan rasa kecewa di hatinya menjadi begitu terasa. Bulan... menangis.
"Bulan."
Andra berdiri, terkejut melihat Bulan yang berani masuk ke dalam sebuah tempat hiburan malam.
Dilihatnya pula gadis itu menggenggam sebotol minuman keras. Wajahnya basah. Bulan belum bisa menerima apa yang terjadi pada dirinya.
"Bulan, tolong jangan seperti ini." Andra mendekat, ingin menenangkan Bulan.
TRANG!
Gadis itu menghentakkan botol yang ia genggam ke tembok, hingga suara pecahan kaca membuat semua orang diam dan kini menatap mereka yang di dalam ruang bersekat kaca.
Botol pecah yang ia pegang diarahkan Bulan pada Andra yang ingin menyentuhnya. Dia memang masih sayang, tapi untuk disentuh, dia merasa jijik.
"Jangan berani menyentuhku!" Dengan tangan lain, Bulan menghapus kasar air matanya. Dia tak ingin terlihat lemah, tapi air mata sialan ini terus saja mengalir. Agaknya Bulan sedikit mabuk...
Suasana di club malam itu menjadi begitu menegangkan. Tak ada yang berani mendekat terlebih Bulan mabuk. Bisa saja dia melayangkan pecahan botol ke sembarang orang.
Andra berusaha tenang di tengah ancaman Bulan. Dia tahu gadis itu takkan menyakiti, tapi ini Bulan mabuk. Kedipan matanya pun begitu lamban. Bulan tidak bisa berdiri dengan benar.
"Bulan, mari kita bicarakan baik-baik."
"Ngga ada yang perlu dibicarakan lagi. Kita udah selesai. Tapi ngeliat kamu langsung bahagia gitu buat aku semakin terluka." Ucapnya dengan nada rendah. Walau tangannya masih mengacungkan botol pecah, wajah Bulan tidak terlihat mengancam. Justru yang ada, matanya terlihat lelah.
"Bulan, aku memang brengsek udah nyakitin kamu. But trust me, aku benar-benar sayang sama kamu."
Bullshit. Bulan benci sekali mendengarnya. Bisa-bisanya udah ketangkep basah ngamar dengan laki-laki, bilang sayang ke dirinya? Cuma orang bodoh yang percaya.
"Bulan. Ini bukan seperti dirimu. Tolong ya, kita bicarakan baik-baik."
Bulan menatap wajah Andra yang mulai berbayang. Kepalanya pusing.
"Bulan-"
Andra mendadak mundur saat Bulan menaikkan lagi tangannya, mengancam dengan botol pecah yang ada di tangannya.
"Jangan dekat-dekat ..." Bobi, dia berusaha melindungi Andra, berdiri seolah menjadi tameng bagi mantan tunangan Bulan. Melihatnya Bulan semakin benci saja.
"Bulan. Maafin aku. Kuakui, aku memang sayang sama kamu. Tapi..." dia menoleh pada Bobi di sebelahnya, dan itu membuat Bulan sangat mengerti maksudnya.
"Brengsek..." lirihnya. Bulan yang dipengaruhi alkohol tak bisa berpikir logis karena perasaannya sakit sekali. Air matanya tumpah, dia mulai sesegukan lagi.
Tampak pula tangan Bobi melingkar di lengan Andra, tempat favoritnya dulu.
Tentu itu membuat gejolak amarah Bulan menjadi-jadi. Dia mendongak, mencoba menahan air yang sialnya, lolos dari matanya tanpa bisa ia tahan.
"Bulan, please..."
"Kenapa harus aku..." lirih Bulan terisak. Pertanyaan yang terus melayang di benaknya. Bulan menangis sampai bahunya terguncang. Andra tidak bisa menjawabnya.
Kalaupun memang Andra tidak bisa mencintai perempuan, kenapa harus mencari korban, dan kenapa harus dia. Mungkin Andra tidak akan merasakan apa-apa. Tapi dia, Bulan, mengalami patah hati dan traumatis. Apa dia tahu?
"Lo emang brengsek..." Bulan menangis sampai tak peduli banyak mata yang memperhatikannya. Bahunya terguncang, Bulan tak bisa mengendalikan air matanya.
Lalu tiba-tiba, Bulan merasa lengan kanannya disentuh seseorang dengan lembut. Sentuhan yang menjalar dan meraba dari bahu, siku, dan punggung tangan Bulan.
Siapa ini? Pandangannya yang agak buram, juga sentuhan lembut itu membuat Bulan hanya diam, perlahan tangan besar yang menyentuhnya mengambil alih botol itu dari tangan Bulan.
"Jangan gegabah..." Suara berat itu berbisik di telinga Bulan. Aromanya memabukkan. Seketika pikiran Bulan memaksanya untuk sadar. Bau maskulin menyenangkan ini tercium jelas karena Bulan bisa merasakan tubuh bidang menempel di punggungnya.
"Emosi tidak bisa membuatmu berpikir jernih..." Bisikan di telinga membuat Bulan ingin menoleh.
Ia berbalik badan, melihat siapa yang ada dibelakangnya ini. Namun saat ia memutar tubuh, kakinya tidak bisa berdiri dengan benar karena pandangannya terasa berputar.
Tangan besar itu menahannya, memeluk pinggang Bulan yang hampir saja terjatuh, sampai Bulan mendaratkan pipinya di dada pria itu. Beberapa detik merasakan degupan jantung orang asing ini membuat pikiran Bulan sempat teralihkan. Belum lagi aroma tubuh ini...
"Hei. Jangan sentuh Bulan!"
Itu suara Andra, Bulan masih bisa mendengar itu walau otaknya tengah sibuk membaui aroma yang malah menumpulkan kesadarannya.
"Andra! Apa, sih. Biar aja dia. Jangan urusin cewek itu lagi."
Sial. Bulan benci suara itu. Bobi, si cowok brengsek pertama yang ia benci setelah Andra. Dia menjadi orang yang tertawa paling lebar saat Bulan setengah mati menahan perasaannya yang hancur.
Bulan berdiri tegak atas bantuan lengan pria itu, memutar tubuhnya menghadap Andra dan Bobi yang saling bersisian.
"Udah sana, pulang! Gara-gara lo acara kita jadi berantakan." Seru Bobi lantang saat pecahan kaca sudah tidak ada di tangan Bulan. "Lo tuh seharusnya nyadar! Ketertarikan Andra itu gue, bukan el-"
BUK!
Satu hantaman Bulan layangkan pada lelaki non-tulen yang telah memporak porandakan hidupnya. Tidak bisa lagi ia tahan. Kepalan tangan akhirnya melayang sempurna ke hidung Bobi.
"Aaahhh Brengsekkk!" Bobi mengerang. Terlebih Andra tidak membantunya, malah berdiri menatap Bulan dengan tatapan penuh penyesalan. Berbeda dengan Bulan. Dia menatap Andra dingin. Baginya, setelah malam ini, ga akan ada malam cekam seperti ini lagi dalam hidupnya.
Tidak peduli dengan kerusakan, tatapan, juga bisikan orang-orang, Bulan melangkah pergi tanpa mengatakan apa-apa pada Andra. Dia berlalu begitu saja dengan langkah yang tak seimbang. Sesekali ia menabrak orang, lalu kembali berjalan sampai sosoknya hilang dibalik kerumunan.
Kemunculan bulan dari balik pintu besar membuat ketiga temannya langsung menghampiri. Mereka sejak tadi mencari Bulan yang bahkan meninggalkan tasnya di mobil.
"Bulaan!"
Bulan terduduk di depan dengan air mata yang kembali jatuh. Sesak sekali. Dia menangis tersedu-sedu dipelukan ketiga temannya.
Ini sakit... Bulan tidak bisa mengataknnya. Namun sahabatnya mengerti, suara tangisan Bulan menggambarkan semuanya.
...🍀...
Sampai di rumah, Bulan yang masih dalam keadaan hati remuk, harus menghadapi mamanya.
"Darimana kamu? Udah gila ya, batalkan pernikahan gitu aja?"
Bulan yang masih diambang pintu rasanya ingin kembali ke nightclub dan banyak minum disana. Bodoh memilih pulang dan harus mendengar ocehan Nita.
"Liat, setelah putus malah balik lagi main ke klub-klub. Mau jadi apa? Kamu gak kerja? Bolos, kamu? Gila, ya!"
Nita mengomel panjang lebar pada Bulan. Gadis itu sudah tidak ada tenaga. Dia hanya diam, karena dijawab pun tidak ada gunanya.
"Kenapa sih, kamu gak bisa mikir pakek otakmu itu? Seharusnya gak jadi masalah kalau Andra pecinta sesama jenis. Jadi dia gak nyentuh kamu! Kamu itu ngaca, gak ada pengusaha sebaik Andra yang mau menerima kamu. Diangkat derajatnya kok malah nolak. Bodoh!"
Bulan memejamkan mata. Dikata-katain bodoh oleh Nita, memang bukan pertama kali. Tapi hari ini di hatinya terdapat luka menganga. Apa tidak bisa Nita mengerti sedikit saja?
"Udah kubilang kan, kalo laki-laki dari belahan manapun itu sama aja! Kamu aja yang ngimpi-ngimpiin rumah tangga harmonis. Taii! Jadi ketimpa tangga, kan! Udahlah, bilang sama Andra, kamu terima pernikahan itu. Biarin aja dia sama pasangan homonya. Yang penting hidupmu enak, banyak duit! Aku bilang begini karena dulunya juga bego kayak kamu!"
Bulan menghela napas perlahan, kepalanya pusing. "Ma... please. Hari ini... aja." Bulan mau istirahat.
"Aku malu. Kamu gak mikir gimana aku jadi omongan orang-orang kalo tau kamu batal nikah, hah? Mau ditaro dimana mukakku? Sialan!!" Pekik Nita menggebu kesal. Sementara Bulan memijit pelipisnya yang berdenyut.
"Kalo kamu gak mau nikah sama Andra, pergi aja dari rumah ini. Kamu ikut Dina di Jakarta. Besok orang suruhannya akan datang kesini. Aku gak mau tau, kamu harus ikut dia! Dia mau biayain hidupmu. Sana pergi, malu aku kamu disini!"
BRAK! Nita membanting pintu kamarnya dengan keras, membuat jantung Bulan ikut berdetak kaget.
Air matanya kembali mengalir. Sial sekali. Orang tua satu-satunya pun tidak mengerti. Bukan mendukung, Nita malah memakinya habis-habisan.
Bulan menjatuhkan high heels yang sejak tadi ia tenteng. Terserahlah, dia merasa hidupnya memang sudah berantakan.
Lagian, memang perlu dia pindah ke rumah Dina. Adik mamanya yang sejak kecil ingin membawanya karena Dina gak punya anak perempuan. Disana, Bulan akan mendapatkan pendidikan gratis dan tentu saja suasana yang baru. Dia membutuhkan itu.
Bulan masuk ke kamarnya, lalu berdiri di depan cermin. Rambutnya lepek, make up-nya berantakan, sama seperti hidupnya saat ini.
Bulan menarik napas. Rasanya lelah, kepala juga berdenyut karena minuman tadi. Bulan ingin segera memejamkan mata. Namun matanya malah semakin melebar ketika melihat sebelah anting kesayangannya hilang.
"Loh." Bulan menyentuh telinga, menengok kesana kemari. Kemana anting sebelahnya? Kok cuma satu?
Ukh!
Bulan merasa sialnya double. Anting kesayangnnya... Malah hilang entah kemana.
...🍀...
"Bulaan.. selamat datang, sayang." Dina memeluk Bulan yang baru saja sampai di rumahnya.
Koper dan segala macam bawaannya diambil alih oleh asisten Rumah Tangga Dina.
"Ayo, masuk."
Wanita yang tidak ada miripnya dengan Nita itu merangkul Bulan masuk. Dia sudah mendengar berita gagalnya Bulan menikah, hingga muncul ide untuk membawa gadis ini ke rumahnya, dan menguliahkan keponakan kesayangannya ini.
"Nah, Bulan. Ini rumah tante. Bulan kan, ga pernah kesini. Dari dulu tante mulu yang kesana." Ucapnya cemberut, kemudian tersenyum lagi. "Sekarang Bulan tinggal disini, ya."
Bulan memperhatikan sekeliling. Luas sekali. Rumah tantenya sangat besar dan mewah.
"Bulan kamarnya di atas, ya. Dekat kamar Selatan dan Samudra."
Hah? Ah, Sepupunya, ya. Bulan saja lupa wajah mereka. Kapan ya, terakhir ketemu. Ada mungkin, 7 tahun yang lalu.
"Nah, Bulan. Nanti kalau mau berenang ada disana, itu dapur, dan ....." Dina menunjuk-nunjuk berbagai tempat pada Bulan yang hanya diam mengikuti arah tangan Dina.
"Oh, itu dia! Samudra Biru, Bulan datang, nih. Cepat turun!"
Mendengar itu, mata Bulan naik ke atas, dimana lelaki bernama Samudra Biru berdiri di lantai atas dengan kedua tangan bersangga pada besi pembatas lantai.
Bulan melihat wajah sepupunya sebentar. Dengan cepat kilat Bulan mengalihkan wajah saat matanya menangkap tubuh atletis Samudra Biru yang hanya memakai kaos tanpa lengan. Itu mengusiknya.
Entah kenapa, melihat laki-laki berbadan tegap tak lagi membuat Bulan berselera seperti dulu. Trauma, baginya laki-laki seperti itu kemungkinan besar adalah pecinta sesama jenis seperti Andra, si brengsek yang telah berhasil mematikan hatinya.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Fifid Dwi Ariyani
trussabarr
2024-01-07
0
Mamah Kekey
orang ganteng aja belok...bisa dia napsu sama lelaki Andra...
2023-12-22
3
YuWie
ceilahhh..kupikir balas dendam nya sangarr..gak taunya mung nangis mbek mabukk...walah mbul2
2023-11-28
0