Biru baru sampai dan dengan cepat berjalan mengikuti Bulan. Dia sempat berhenti saat melihat Bulan membuka pintu kamarnya. Sejenak ia merasa Bulan mungkin salah kamar, sampai ia melihat tumpukan berkas di tangan Bulan. Dan sedetik kemudian dia ingat, bahwa ada benda milik Sarah yang ia belum kembalikan.
Dengan langkah cepat Biru menaiki tangga. Jangan sampai Bulan melihat anting itu. Jangan. Dia tidak mau ada kesalahan baru lagi antara dirinya dan gadis molek itu.
Namun terlambat. Dia melihat Bulan berdiri di depan nakasnya. Diam disana beberapa saat dan dilihat Biru dari cermin, benda bening mengkilau itu ada di tangan Bulan.
"Bulan!"
Dengan napas sesak setelah berlari cepat, Biru berdiri di ambang pintu. "Bulan, aku bisa jelasin." Ucapnya dengan panik, terlebih melihat Bulan hanya diam menatapnya disana.
~
Flashback Biru
Baru sampai di kota dengan julukan kota kembang, Biru sudah dihujani banyak pertanyaan dari Dina via telepon.
'Gimana, Biru? Kamu udah ke rumah tante Nita? Trus Bulan gimana? Mama khawatir, nih. Mama takut salah informasi. Kamu tau kan, Nita itu tempramen kalau sama Bulan. Udah Kamu tanya belum? Apa benar pernikahannya gagal? Trus kamu bilang sama Nita, anaknya suruh aja ke sini, biar Mama yang ngurus...' oceh sang mama panjang lebar.
Biru mendengarkan saja dengan tangan sebelah memegang kemudi. Lalu dia menjelaskan pada mamanya bahwa Bulan tidak ada di rumah saat dia datang. Juga Biru sudah menyampaikan keinginan mamanya untuk membawa Bulan ke rumah mereka. Semua yang dijelaskan Nita, disampaikan ke mamanya tanpa ada yang dikurang-kurangi. Dan ucapan terakhir Biru membuat Dina menghela napas lega.
'Syukurlah kalau Nita mau bawa anaknya kesini..'
"Ya udah, Biru mau ketemu teman dulu. Besok pagi-pagi Biru harus terbang."
'Kok ga bareng Bulan aja, Ru?'
"Ngga bisa, ma. Besok pagi Biru ada kelas. Tadi Biru udah bilang ke tante Nita, akan ada anggota Biru yang anter Bulan nantinya." Lagian, Biru ngga akrab sama Bulan sampai harus pergi bersama. Dirinya ini bukan tipe yang bisa duduk dengan orang baru. Jadi, Biru lebih lega kalau dia pulang tanpa membawa Bulan. Memang, Bulan sepupunya. Tapi sudah lama sekali tidak bertemu, mana mungkin bisa langsung akrab. Yah, walau Biru pasti membatasi diri dengan gadis itu, tak mau akrab.
"Dimana?" Tanya Biru saat sudah sampai di depan sebuah Bar n Lounge. Sambil menelepon kenalannya, Biru masuk ke dalam. Dia mencari teman yang katanya tengah melambaikan tangan ke arahnya. Lalu Biru pun berjalan ke arahnya.
"Aduh, sorry." Ucap Biru pada seseorang yang tak sengaja tersenggol olehnya.
"It's okay." Jawabnya, kemudian pergi bergandengan tangan dengan pasangan sesama jenisnya. Biru sempat mengerutkan dahi sesaat, lalu memilih mengabaikan dan duduk bersama teman-temannya.
"Minum dulu, bro. Udah lama lu ga kesini." Ucap temannya, menyerahkan minuman keras berbotol hijau.
"Ngga dulu. Besok soalnya harus pergi pagi-pagi." Tolaknya secara halus. Namun ia membiarkan botol itu tetap ada di depannya.
Dan sedetik kemudian, botol itu telah berpindah tangan. Seorang perempuan berbaju merah meraih botol itu dan menenggaknya sambil berjalan.
"Loh, kok..."
Teman Biru sampai mematung melihat botol minumannya dicuri.
Perempuan itu masuk ke salah satu meja di sudut yang diapit dinding kaca, hingga mereka bisa melihat siapa yang ada di dalamnya.
Biru sampai tak mendengarkan temannya bicara, ketika matanya sudah tertuju pada sepasang kekasih sejenis yang berdiri melihat gadis berdress merah itu datang.
TRANG!
Gadis itu menghentakkan botol yang ia genggam ke tembok, hingga suara pecahan kaca membuat semua orang diam dan kini menatap mereka yang di dalam ruang bersekat kaca.
Biru berdiri, ini situasi darurat. Perempuan itu mungkin saja sedang terpengaruh obat terlarang, sampai berani mengacungkan botol pecah pada dua orang di depannya.
"Don't touch me!" Teriak gadis itu saat salah seorang di depannya ingin menyentuhnya.
"Bulan, mari kita bicarakan baik-baik."
Alis Biru mengernyit. Bulan?
Sosok gadis yang membelakanginya terisak dengan bahu yang berguncang.
"Bulan-"
"Jangan dekat-dekat ..." pekik gadis itu lagi.
Biru langsung teringat dengan cerita tantenya, ibunda Bulan. Bahwa gadis itu katanya diselingkuhi oleh pria, bukan wanita. Dan mendengar siapa nama gadis yang disebut, juga dua orang di depannya itu membuat Biru yakin, bahwa ini adalah Rembulan, sepupunya.
"Bulan, maafkan aku."
"Tapi kenapa harus aku..." lirih gadis itu.
Biru jadi merasa kasihan. Lalu, dia juga tidak mungkin membiarkan Bulan melukai seseorang. Ada baiknya Bulan ia bantu dahulu. Biru mendekati Bulan, dari belakang mencoba dengan hati-hati menyentuh tangan gadis itu.
Biru menyentuh bahu mulus Bulan, lalu ia jalankan sentuhan itu hingga ke telapak tangan yang mengancamkan sebuah botol pecah pada orang di depannya.
Biru menggenggam tangan gadis itu, lalu mengambil alih botol pecah di tangannya.
"Jangan gegabah..." Biru berbisik di telinga Bulan.
Bulan berbalik badan, tapi saat ia memutar tubuh, kakinya tidak bisa berdiri dengan benar karena tubuhnya yang agak mabuk.
Dengan segera Biru menahan tubuhnya, mendekapnya ke badan Biru supaya Bulan tidak jatuh.
Sejenak Biru merasa jantungnya berpacu. Aroma gadis ini membuatnya kaku. Bulan, Biru sampai menunduk melihat gadis itu yang merebahkan pipinya di dada Biru. Terlihat pula bulu mata lebat, hidung, dan bibir Bulan dari bawah dagunya.
Cantik. Batin Biru.
"Hei. Jangan sentuh Bulan!"
Lelaki yang Biru yakini adalah calon suami Bulan, menatap Biru dengan berang. Langkahnya ditahan pasangannya yang tak terima dia masih memperhatikan Bulan yang berada di dekapan Biru.
Gadis itu mendorong pelan tubuh Biru, lalu ia berbalik menghadap kedua pria yang menjadi incarannya. Tak disangka, Bulan melayangkan bogem mentah ke arah pria yang menjadi selingkuhan mantan calon suaminya.
Biru seolah terhipnotis saat dia tidak peduli apa yang Bulan lakukan. Biru hanya diam menatap sisi wajah Bulan saat gadis itu jalan melewatinya.
Raut kusut dengan sorot mata hampa itu berjalan dengan langkah yang tak seimbang. Sesekali ia menabrak orang, lalu kembali berjalan sampai sosoknya hilang dibalik kerumunan. Tanpa peduli kerusakan apa yang dia lakukan, Bulan melenggang meninggalkan lokasi.
Biru terpaku menatap kepergian Bulan, sampai ia tersadar akan teriakan lelaki yang ditinju Bulan.
"Brengseek! Gue ga terima! Gue ga terima! Gue bakalan lapor polisi!"
"Bob. Please. Jangan.."
Perdebatan dua pria itu diabaikan Biru. Dia mengatakan pada penjaga bahwa dia yang akan menanggung kerusakan yang telah dilakukan Bulan.
"Andra! Mau kemana kamu!" Pekik lelaki itu saat mantan Bulan ingin pergi.
"Aku mau nyusul Bulan, Bob. Please, kali ini aja. Aku harus lurusin semuanya."
Biru menahan langkahnya, "Jangan urusi Rembulan lagi."
Alis Andra menyatu. "Apa urusan lo, hah?"
Biru mengeluarkan dompetnya, lalu memberi setumpuk uang pada orang yang bertanggung jawab di tempat itu. Biru tidak lagi menanggapi pria itu. Dia memilih keluar untuk mencari Bulan. Tapi sialnya, Bulan sudah menghilang dari tempat itu.
Saat akan melangkah lagi, Biru menunduk tatkala sebuah benda jatuh dari bajunya. Dia mengambilnya, dan melihat dengan teliti bahwa itu adalah sebuah anting. Anting siapa lagi kalau bukan Bulan? Ingin rasanya menyusul ke rumah Bulan. Tapi Biru tidak yakin, Bulan pun pasti tidak tahu kalau yang memeluknya malam ini adalah dirinya.
...🍀...
Bulan termenung sesaat setelah Biru menceritakan malam pertemuan mereka setelah 7 tahun lamanya tidak bertemu. Gadis itu sudah menduganya. Hanya saja, setelah mendengar cerita Biru, ada terselip rasa malu di hatinya. Terlebih soal bagaimana ia menganggap Biru selama ini.
Lalu bagaimana sekarang? Bulan bahkan belum merespon apapun dari semua cerita Biru. Dia tidak tahu harus bicara apa lagi. Untuk marah pun rasanya tidak pantas.
"Saya memang ingin mengembalikan anting kamu. Tapi saya tunda karena saya tahu kamu mau kesini. Lalu... saya jadi ragu karena punya kesalah pahaman sama kamu." Biru melirik Bulan yang duduk disebelahnya. Angin malam membuat rambut Bulan tersapu pelan di wajahnya. Indah sekali.
Bulan menggenggam antingnya. "Makasih..."
Satu kata itu membius Biru. Makasih, katanya? Hanya itu, sebab Bulan masih menggigit bibir, khawatir salah bicara.
"Sama-sama." Jawab Biru dengan senyum yang ia tahan. Ada lega di dalam hatinya karena kini nampaknya hubungan dengan Bulan akan semakin mulus rasanya. Walau Biru juga tidak berharap banyak. Bisa duduk berdua di balkon dan mengobrol saja membuat Biru meledak-ledak. Mudah-mudahan saja Bulan betah duduk disini walau cuma diam-diaman saja.
Tapi harapan itu pupus. Bulan malah berdiri, membuat Biru mendongak melihatnya.
"Kalau gitu, aku masuk kamar ya, pak. Mau ngerjain tugas dari Bapak. Malam ini harus selesai, kan?"
"E-eh..." Biru terpaksa menelan lagi ucapannya saat Bulan keluar dari kamarnya, sebab pintu balkon Bulan terkunci dari dalam, jadilah gadis itu harus memutar dari pintu kamarnya.
Sial sekali. Biru merutuki diri sambil menatap kepergian Bulan. Ingin lidahnya mengatakan bahwa Bulan tak perlu mengerjakan tugas itu. Ngga apapa, asal berdua saja duduk disini.
Tapi ngga mungkin, kan. Dia harus profesional. Walau tetap saja dia merutuki diri, gara-gara tugas sialan itulah, momen yang dianggap manis oleh Biru harus berhenti karena kepergian Bulan...
To Be Continued...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Fifid Dwi Ariyani
trussabar
2024-01-08
0
Edah J
Semangat💪 pak dosen jangan layu sebelum berkembang yaa💪😉
2023-11-03
2
Afternoon Honey
💐
2023-11-02
1