Bulan rasanya ingin menjerit meneriaki nama Andra saat pria itu masuk dan debaman pintu terdengar jelas di telinganya.
Bulan menggelengkan kepala. Nggak mungkin. Andra bukan cowok seperti itu, kan. Bayangan Andra yang membelai rambutnya, mengecup tangannya, dan mengobrol sambil mengelus punggung tangannya dengan lembut kembali terbayang di kepala Bulan. Tapi yang ia lihat barusan itu.. apa.
Gadis itu mendekati pintu. Dia ingin memastikan langsung, bahwa apa yang ia pikirkan saat ini adalah salah. Bisa aja itu memang temannya yang lagi sedih dan butuh Andra. Ya, mungkin begitu.
Tangan Bulan menggantung. Ingin mengetuk pintu, tapi dia harus memikirkan jawaban apa yang akan ia beri pada Andra apabila ternyata mereka tidak seperti yang Bulan pikirkan. Atau apa yang harus ia lakukan jika ternyata memang Andra punya kelainan seperti yang ia sempat bayangkan.
Bulan menarik napas perlahan. Dia menatap pintu cukup lama, sampai tekatnya bulat dan ia pun mengetuk pintu.
Satu kali. Tidak ada jawaban. Bulan kembali mengetuk, kini lebih kencang dan tempo cepat tanpa jeda, sampai si pemilik kamar kesal dan membuka pintu sambil marah-marah.
"Apa, sih? Bisa nggak, ngetuknya pelan-pelan. Di dalam gak budek, tau- Eh." Lelaki itu segera menutup mulut, seperti menyadari siapa yang tengah ia berikan omelan.
Tubuh Bulan bergetar, melihat lelaki itu berdiri tanpa baju di tubuhnya. Terlihat bercak merah kebiruan di leher dan dadanya. Gadis itu menegang dengan tangan yang mengepal saat ia mendengar suara Andra.
"Beib. Siapa?"
Air matanya langsung terjatuh dengan napas tertahan. Andra....
"Di-dia..." lelaki itu sempat tegang, juga Andra yang muncul dan berdiri mematung disana.
"B-bulan.."
Sejenak mereka berdiam, mencerna apa yang sekarang tengah terjadi diantara mereka. Lalu kemudian, Andra cepat-cepat memakai bajunya dengan wajah pias. Tidak pernah dalam dugaannya bahwa Bulan, si gadis penurut ternyata membuntutinya.
Bulan masih diam dengan sesegukannya. Rasanya ini hal yang paling buruk yang pernah terjadi dalam hidupnya. Memergoki Andra berselingkuh, ah.. mungkin tidak sesakit ini ketika ternyata selingkuhannya adalah seorang yang lebih cantik darinya. Tapi ini...
Rasanya ingin roboh, namun Bulan cepat mundur tatkala Andra mendekatinya dengan panik.
"Bulan ... Bulan.."
Gadis itu menangis dalam diam. Dadanya terguncang, namun ia masih bertenaga saat Andra mencoba meraih tangannya, Bulan segera menepisnya.
Suara Andra bergetar. Wajahnya menunjukkan ketakutan saat ternyata rahasianya diketahui oleh calon istrinya.
Dengan berani Bulan menatap mata resah Andra. Mata yang selama ini Bulan pikir menyiratkan kasih sayang, ternyata ia tertipu besar.
'Katakan ini mimpi, kumohon...'
"Bulan... please, dengerin aku..." Andra berucap dengan wajah mengiba, meminta Bulan untuk mau mendengarkannya sebentar saja. Karena dia ingin menceritakan segalanya.
Bulan menggeleng cepat. Begitu hancur perasaannya. Cinta pertama dan hubungan dua tahun lamanya, itu semua apa? Bulan hanya bisa menangis tanpa suara. Dia sudah tidak mampu berpikir dikala Andra telah meleburkan semua harapan dan cintanya.
"Kenapa..." lirih Bulan dengan sesegukan. Dadanya sakit, terasa menyesakkan.
"Bulan ... "
"Kenapa!" Teriak Bulan keras, sampai urat lehernya keluar. Wajah Bulan merah, menahan marah dan kesedihan sekaligus.
Andra hanya menunduk. Melihat sorot kecewa di mata Bulan membuatnya tidak bisa mengatakan apa-apa. Lelaki itu mengepalkan tangan kuat-kuat, mengutuk dirinya.
"Kenapa kamu mau nikah sama aku ... padahal kamu ga cinta sama aku ..." Bulan sesegukan. Kepalanya terasa berat, ini seperti dihantamkan ke tembok berkali-kali.
"Maaf..."
Bukan itu yang ingin ia dengar. Bukan itu...
"Kita.. mau nikah, Andra... semua itu apa..." Suara Bulan terputus-putus. Sesak di dada begitu menyiksa hingga yang bisa Bulan lakukan hanya menangis. Namun ia ingin jawaban. Dia ditipu habis-habisan oleh Andra, orang yang sangat dicintainya.
"Kamu jahat, ... kamu jahat." Bulan memukuli dada Andra. Dia memukuli lelaki itu dengan tenaga yang sudah hilang. Andra yang bersalah hanya diam. Dia membiarkan Bulan melakukan apapun, karena dia sadar telah menghancurkan cinta perempuan itu.
"Stop, stop!"
Lelaki yang menjadi pasangan Andra melerai. Tampak wajahnya tak suka ketika Bulan memukuli Andra.
"Udahlah. Buat apa nangis? Kamu ga liat, Andra ga suka sama kamu. Dia pacar aku, jauh sebelum dia mengenal kamu. Andra sengaja deketin kamu supaya orang tuanya berhenti nyuruh-nyuruh dia buat nikah! Kalo kamu udah ngerti, sana pergi. Ngeganggu aja!"
"Bobi!" Teriak Andra pada pria itu.
Ah.. begitu, ya. Air mata Bulan tumpah sejadi-jadinya. Itukah alasannya? Sungguh...
"Jahat sekali..." Lirih Bulan.
"Bulan, please-"
Bulan menghindari tangan Andra yang ingin menggenggamnya. "Cukup. Hubungan kita selesai, dan cepat beritahu ibumu, aku memutuskanmu."
"Bulan!"
Teriakan Andra tak lagi ia hiraukan. Bulan berlari keluar dengan hati yang remuk. Perasaan cinta yang luar biasa di hatinya dibakar dan terbang menjadi abu oleh Andra sendiri. Bagaimana sakitnya, Bulan tidak pernah berpikir sekalipun kalau cintanya akan berakhir seperti ini. Tidak pernah.
Dan kini, tidak akan ada lagi pernikahan. Dia harus mengatakan semuanya pada orang tua Andra, dan juga pada ibunya sendiri.
...🦋...
Bulan tersedu-sedu dalam pelukan sahabatnya. Setelah mendengarkan cerita Bulan yang ternyata sesuai dugaan, mereka jadi kasihan dan prihatin. Terlebih acara pernikahan Bulan sebentar lagi. Melihat rintihan Bulan membuat hati ketiganya ikut teriris.
"Bulan..." Nadin yang paling depan memeluk Bulan. Gadis itu ikut berlinangan air mata. Bulan tersedu-sedu sampai baju Nadin ikut basah.
Wina dan Yeshika pula naik ke ranjang dan ikut mengelus punggung Bulan supaya gadis itu bisa lebih tenang.
"Aku ga nyangka.. hiks..."
"Bulan, udah ya. Aku tau kamu pasti sedih banget. Tapi Andra loh, bukan cowok yang cocok untuk ditangisi!" Tukas Yeshika mengerang kesal. Kalau aja Andra ada di disini, udah pasti gadis itu akan menonjok wajahnya.
"Emang kasus ini ga sedikit..." Ucap Wina, mengenggam tangan Bulan. "Banyak dari mereka menikah cuma untuk menyembunyikan diri dari pandangan buruk orang-orang."
"Tapi kenapa harus aku...."
Suara Bulan dipelukan Nadin membuat semua diam. Benar, Bulan gadis baik. Kenapa Andra jahat menjadikannya korban atas penyimpangan yang dia lakukan? Demi menutupi semua, dia memanfaatkan perasaan Bulan padanya.
Setelah beberapa jam, Bulan mulai tenang. Dia bersandar di kepala ranjang, mengompres mata yang bengkak. Setelah dipikir-pikir, benar juga. Buat apa dia menangisi Andra. Tidak ada gunanya, terlebih Andra tidak akan menyesal karena dia tidak selera dengan perempuan.
Bulan mengecek ponsel. Banyak sekali panggilan tak terjawab dari Andra, juga rentetan pesan permintaan maaf dan penyesalan Andra. Tidak guna. Itu tidak membuatnya lebih baik. Lalu ada pula pesan dari bosnya. Ah, sial. Dia pasti dipecat kalau mendadak tidak datang tanpa kabar begini.
"Mbul, kamu gimana. Ikut kita aja, ya.."
Ketiga temannya tengah bersiap-siap menuju acara pesta teman mereka. Sebenarnya Bulan diundang, tetapi dengan kondisi yang sekarang, Bulan tidak mungkin menunjukkan wajahnya.
Yeshika mendekat, "Mbul, dari pada di kamar, trus buat kamu jadi ngelamun ga jelas, mending ikut kita aja."
"Bener, Mbul. Ayo, kita senang-senang. Lagian kamu kan, kerja terus. Pasti udah lama ga party. Ayo kita kesana!"
Bulan menyedot ingusnya, kayaknya bener juga. Dari tadi matanya sampe capek nangis terus. Rambutnya lepek, kepalanya pusing.
"Gimana? Kita tunggu, nih. Inget, cowo lu itu gay. Ga guna ditangisi." Tukas Wina mencoba membuat Bulan berpikir logis.
"Ayo, Mbul. Udah lama kita ga nongki cantik. Udah lama ga tebar pesona..."
"Go Bulan, Go!"
Ketiganya kompak memberi semangat, membuat Bulan akhirnya terkekeh pelan.
"Iyaa iyaa. Oke. Aku ganti baju dulu." Ucapnya dengan suara parau.
"Yeaayy!" Kompak ketiganya riang saat Bulan masih bisa berpikir dengan baik.
Bulan membuka lemari, mengambil satu dress bertali spaghetti burgundy yang sudah lama sekali tidak ia kenakan. Sebab dilarang oleh Andra sialan itu.
Bulan lalu mengambil dangle earrings miliknya dan memasang di telinga. Senyumnya muncul melihat anting kesayangannya akhirnya terpakai juga.
Kemudian ia mengaplikasikan make up tipis, eyeliner, lipstik merah dan sepatu heels yang membuatnya terlihat lebih percaya diri dan... anggun.
"Wuaaah... Bulan kita..."
"Nah, gini kalau Bulan kita yang biasa jadi chef di dapur bermake-up, beuhhh...."
Senyum Bulan muncul. Benar juga, ya. Selama pacaran dengan Andra, lelaki itu banyak ngatur. Ga boleh dandan, sampai pakai baju minim dan high heels pun Bulan tinggalkan. Bodohnya semua itu dibalas dengan kisah cintanya yang tragis.
Bulan menatap diri di cermin. Tidak dipungkiri, hatinya masih sakit dan suasana batinnya sendu. Tapi dia tidak mau begini terus, menangisi gay sialan itu. Dia harus bangkit.
"BERANG-BERANG MAKAN COKLAT. BERANGKAAAT!!" Seru teman-teman Bulan serentak, dan mereka menuju lokasi dengan mobil Wina.
~
"Yang ini kan, gedungnya? Aku takut salah, deh."
Mereka sudah keluar dari mobil, dan dihadapkan dengan deretan gedung besar.
"Duh, yang mana satu? Jangan sampe ya, kita salah masuk." Ujar Wina.
"Cek satu-satu aja nggak, sih.."
Ketiganya sibuk menatap ponsel, memperhatikan alamat yang ada di undangan digital.
Ditengah kebisingan teman-temannya, Bulan melihat dua orang yang baru ia labrak siang tadi masuk ke dalam bangunan bertuliskan Bar and Lounge. Padahal baru berpisah, mereka langsung menunjukkan diri seperti itu? Nggak tahu malu.
Tanpa berpikir lagi, Bulan langsung masuk mengikuti keduanya. Darahnya mendidih, tak sabar dia ingin membalas perbuatan dua bajingan yang tengah bersenang-senang di atas penderitaannya. Malam ini juga, Bulan akan melampiaskan emosinya....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Fifid Dwi Ariyani
trusshst
2024-01-06
0
Afternoon Honey
ayo bulan tunjukkan kekuatan dirimu
2023-11-02
3
Edah J
biasanya pembalasan lebih sakit daripada perbuatan😀😀✌️
2023-10-31
1