Mengikuti Naluri

Patriot masuk ke dapur. Dilihatnya Bulan sudah mulai mengerjakan tugasnya, membersihkan peralatan dan sayur. Gadis itu menyadari kedatangan Patriot yang hari ini jadi chef-nya, namun dia tidak bicara karena tengah fokus.

Beda hal dengan Patriot. Dia menyandarkan bokongnya di meja sayur sambil melipat tangan melihat Bulan. Kesigapannya memotong bahan makanan memang harus diacungi jempol. Terlihat bahwa Bulan sudah berpengalaman berkutat di dapur.

"Bulbul." Patriot menghela napas saat mengingat percakapan barusan bersama kakaknya. Ternyata Biru rajin datang karena mengincar Bulan. "Punya cowok lu?"

Bulan berhenti sebentar, menoleh pada Patriot. "Nggak. Mau nyariin?" Tanyanya, lalu kembali mengerjakan tugas.

"Ah. Ngapain nyari. Ini..." Patriot menepuk dada. "Di depan biji mata lo."

"Oooh." Jawabnya singkat. Tidak lagi menanyakan soal apapun sampai Patriot yang memastikan kefokusan Bulan.

"Oh, doang? Yaelah Bul, lo tuh rabun apa yak. Ada cowo ganteng kaya gua gini lo anggurin. Lo ga mau godain gue, gitu?"

Bulan mengisi minyak dalam botol. Lalu mengelap sedikit minyak yang menetes di atas meja. Melihat ketidak pedulian Bulan padanya, Patriot menggeleng kepala. Aneh, padahal cewe-cewe ngerasa sulit ngejar dia. Ini dikasih akses, malah nolak.

"Buuull!" Teriak Patriot di telinga Bulan.

"Apa sih, paat.." Gadis itu mendelik sambil mengubek-ubek telinganya.

"Gue ngomong. Lo nggak dengerin."

"Ga penting soalnya." Gadis itu menyelempangkan lap bersih ke bahunya. "Nih ya, aku kasih tau. Aku tuh, lagi males banget pacaran. Apalagi sama modelan kayak kamu gini."

"Hah. Kenapa?? Emang ada masalah sama tampang gue?"

"Masalah banget. Cowo badan tinggi dan cakep itu potensi jadi gay."

"Astaganaga!" Patriot sampai memegang jantungnya. "Eh, Bul. Gue normal, ya! Sekate-kate lo kalo ngomong!"

"Yah, gimana. Abisnya aku pernah ketipu."

Mendengarnya, membuat Patriot diam sebentar. Ketipu?

"Ketipu, gimana? Lo pernah suka sama cowo gay?"

Bulan mengangguk-angguk. "Hm. Mantan tunangan, seharusnya sih, bulan depan aku nikah. Tapi karena ketahuan mantan tunangan aku ternyata beda selera, yahh.. gitu deh." Bulan menghembuskan napas berat. Mendadak ia merasa ada tekanan di dadanya. Dia melipat bibir, jangan sampai menangis. Seharusnya dia sudah bisa menceritakan ini, kan.

Patriot malah jadi merasa bersalah telah bertanya. Kini terlihat jelas gurat sedih di wajah Bulan. "So-sorry.."

Gadis itu tersenyum. "Ngga apapa. Aku udah baik-baik aja." Ucap Bulan. "Ayo, chef, kita mulai..."

...🍀...

Patriot dan Bulan sama-sama keluar dari pintu penghubung dapur. Diluar hujan, terlihat aliran air deras di jendela kaca yang tertutup. Bulan memandanginya karena memikirkan cara untuk pulang.

Di dalam, hanya beberapa meja terisi. Patriot menebar pandangan, tidak ada Biru disana. Hanya ada kakaknya yang tengah sibuk mengobrol dengan kliennya.

"Bul, gue anter, ya."

"Pat!"

Patriot menoleh pada sang kakak yang melambaikan tangan, memintanya datang.

"Ngga usah, aku naik taksi aja." Bulan mengerti saat bosnya memanggil Patriot. Walau wajah lelaki itu berubah masam. "Sana, dipanggil bos, tuh."

Ingin protes, tapi Patriot tidak mau kalau Bulan tahu Nakula adalah kakaknya. Jadi dia melangkah kesana, supaya cepat selesai supaya dia bisa mengantar Bulan.

Sementara gadis itu turun ke bawah. Di lobi, Bulan termangu. Pasalnya hujan deras sekali, angin kencang, dan petir menggelar. Di depan juga tidak ada orang. Cukup sepi dibanding dengan hari-hari lain. Pasti orang-orang enggan keluar dan lebih suka tidur di kamar saja jika cuacanya seperti ini.

Bulan keluar dari pintu lobi, angin kencang langsung membuatnya harus melindungi wajah yang terkena semburan air hujan.

"Aduh, gimana pulangnya, nih." Bulan bergumam sendiri. Dia menoleh kesana kemari. Kendaraan ramai terparkir di halaman luar hotel, namun hanya satu dua orang saja yang terlihat disekitar.

Bulan mengambil ponsel, guna memesan taksi online. Tapi saat akan menekan layar, suara petir dan sambaran kilat membuat Bulan menjerit kaget sampai ponselnya terlempar. Bulan berjongkok sambil menutup mata dan telinga. Jantungnya ikut berdegup.

Sedetik kemudian ia melihat ponselnya sudah terbaring di lantai. Dia segera mengambilnya. Namun sial, ponsel Bulan mati.

Gadis itu menghela napas kasar. "Belum pas sebulan aku kerja, masa harus rusak, sihhh!!" Bulan memencet-mencet layar ponsel yang hitam legam. Tak lagi bernyawa.

Kalau begini, gimana pulangnya??

Angin bertiup kencang sampai memercikkan air ke tubuh Bulan. Dingin. Pikiran Bulan masih sibuk mencari cara untuk bisa pulang.

Di tengah kebingungannya, Bulan melihat seseorang berjeket dan payung hitam berjalan ke arahnya. Postur tinggi dengan jalan yang santai itu....

Mata Bulan menyipit, di tengah gelapnya malam dan derasnya hujan, Bulan tidak bisa menebak dengan pasti, walau dia seperti mengenal sosok itu. Sampai payung yang dipakai sedikit naik, barulah terlihat wajah yang langkahnya semakin dekat.

Biru, dia berdiri tepat di hadapan Bulan. Dia tersenyum tipis pada Bulan yang masih termangu menatapnya.

"Bulan, kebetulan saya tadi lagi lewat dan ngeliat kamu di depan. Jadi, ayo sekalian pulang." Ucap Biru sedikit Teriak supaya suaranya tak kalah dengan suara hujan.

Bulan melirik hujan yang jatuh dari atas. Sepertinya memang dia harus ikut Biru. Karena jika dilihat, hujan ini bakalan lama berhentinya.

Walau sempat ragu, Bulan akhirnya melangkah maju ke dalam lingkaran payung.

"Mobil saya disana. Kita jalan dikit nggak apapa, kan?"

"Nggak apapa, kak." Bulan tidak berani mendongak melihat Biru. Mereka berjalan perlahan dengan berdempetan. Padahal payungnya cukup besar, tapi badan Biru kayanya yang terlalu besar sampai harus mepet-mepet. Pikir Bulan.

Angin kencang membuat payung Biru terbalik. Bulan kaget sampai bergidik tatkala air hujan jatuh ke kepalanya. Biru dengan cepat membuang payung dan membuka jeketnya untuk ia bentangkan di kepala mereka.

"Ayo, kesana." Biru membawa Bulan ke pinggiran toko yang tutup. Lalu mengibaskan jaketnya, dan membentangkannya di bahu Bulan.

Gadis yang tengah memeluk dirinya sendiri karena kedinginan itu sempat tercenung sesaat. Ini mirip adegan romantis di serial televisi. Sialnya Bulan tidak mau baper ke sepupu bin dosennya ini. Ia pun segera memakai jeket dengan benar karena tubuhnya menggigil. Bajunya agak basah, dan angin kencang sukses membuat dinginnya menusuk hingga tulang.

Di saat itu pula, sebuah mobil melaju cukup kencang sampai menerjang genangan air hingga cipratannya mengarah pada dua orang yang tengah berteduh.

Beruntung Biru dengan cepat melindungi Bulan dengan tubuhnya. Punggung Biru basah.

Kejadian ini.. pernah terjadi. Bulan sampai menahan napas dan tidak berani mendongak saat tubuh Biru sangat dekat dengannya.

"Kamu ngga apapa?"

Namun suara itu harus membuatnya menaikkan pandangan ke atas, melihat Biru.

Dari tempatnya memandang, Bulan mendapati bibir Biru yang menjadi pusat utamanya memandang. Bibir yang pernah menciumnya itu tidak sedang tersenyum, tapi membuat Bulan menelan ludah.

Gadis itu menunduk. "Ngga apapa.." Jawabnya tergagap.

Sebenarnya Bulan ingin mendorong tubuh Biru yang terlalu rapat. Dia tahu, dia sudah dilindungi. Tapi bukankah sudah selesai. Kenapa Biru bahkan tidak mau mundur?

Suara dan napas Biru terasa berat. Bulan yang ada dibawah dagunya terlalu membuatnya tergoda. Biru mengadahkan wajah sambil menutup mata, tidak mau melewati batas lagi. Namun ia juga belum bisa menyingkir karena kakinya seolah terpaku.

Bulan melirik ke atas, dan mendapati Biru tengah mengadahkan wajah hingga terlihat dengan jelas jakun pria itu yang naik turun seolah tengah menahan sesuatu.

Sementara Biru, sebuah sentuhan dengan rasa dingin membuatnya terkejut. Lalu ia menunduk dan melihat Bulan baru saja menyentuh lehernya.

Gadis itu juga tampak terkejut dengan aksinya yang tiba-tiba. "M-maaf, kak..."

Maaf? Bukan yang Biru inginkan. Sentuhan itu sudah menghantarkan aliran listrik ke seluruh tubuh Biru, sampai ia tak lagi mampu menahannya.

Dengan berani Biru mendorong tubuh Bulan hingga punggung gadis itu menyentuh tembok, lalu ia dengan cepat mencium bibir gadis yang telah berani menyentuhnya.

Bulan tentu saja kaget. Terlebih bibir Biru terasa dingin, namun sentuhan tangan Biru di tengkuknya membuat darah Bulan mengalir kencang hingga dingin yang tadi ia rasakan berubah menjadi panas.

Entah ini benar atau salah, Bulan hanya mengikuti naluri dan menutup mata, menerima ciuman Biru yang mulai menuntut, menggigit kecil bibir bawah Bulan hingga gadis itu membuka mulutnya.

Semakin terasa liar, Bulan semakin mengeratkan genggamannya di ujung kemeja Biru yang basah..

TBC

Jangan lupa vote🤗

Terpopuler

Comments

Vanya Lynd

Vanya Lynd

semangat thor

2024-01-09

0

Fifid Dwi Ariyani

Fifid Dwi Ariyani

trussmagat

2024-01-08

0

Mamah Kekey

Mamah Kekey

hadeh mas biru...☺️

2023-12-22

1

lihat semua
Episodes
1 Curiga Gay
2 Balas Dendam
3 Samudra Biru
4 Pintu Kamar Penghubung
5 Kiss and Splash
6 Jiwa yang Terganggu
7 Dijemput Dosen
8 Rasa Ingin Menafkahi
9 Lelaki yang waktu itu...
10 Ciuman Pertama
11 Perlahan Menjauh
12 Tantangan Biru
13 Anting di Kamar Biru
14 Penjelasan Biru
15 Cari Perhatian
16 Mengikuti Naluri
17 Tersentil Ucapan Bulan
18 Digoda Waria
19 Bisikan Biru
20 Ciuman Gila
21 Mantan Kekasih Biru
22 Di Atas Ranjang
23 Membohongi Biru
24 Panggilan Sayang
25 Menggoda Biru
26 Berkenalan Dengan Malika
27 Pemilik Saham Cakra
28 Pelanggan Pertama Wina
29 Dalam Pantauan Biru
30 Pertikaian Yang Seharusnya Tak Didengar
31 Selesai
32 Keputusan Anita
33 Di Kantor Polisi
34 Rasa Rindu Bulan
35 Menggantikan Pengantin Pria
36 Bibir Yang Menjadi Candu
37 Kepergian Bulan Dari Rumah
38 Biru Mengejar Bulan
39 Jangan Berhenti, Biru.
40 Menelan Ludah Sendiri
41 Membuat Rencana Baru
42 Perkenalan Bulan Dengan Rudi
43 Perang Batin
44 Sepupu Baru
45 Kehadiran Biru Membuat Rindu
46 Pemindahan Kekuasaan
47 "Dia itu Gay."
48 Berita Besar Untuk Wina
49 Kecurigaan Biru pada Papanya
50 Berita Baik dan Buruk buat Biru
51 Berlutut Didepan Anita
52 Kunjungan Rumah Sakit
53 Kamera CCTV Dashboard Mobil Cakra
54 Tersebarnya Perselingkuhan Cakra
55 Mengajak Bulan Menikah
56 Panggilan Untuk Mas Pacar
57 Wanita Selingkuhan Cakra
58 Tidak Semua Bisa Diceritakan
59 Ancaman Wina untuk Biru
60 Gombalan Bertubi-tubi
61 Pantai
62 Dibuat Kesal
63 Perjanjian Pranikah
64 Dapat Restu!
65 Di Kamar Mandi
66 Bertemu Rudiantoro
67 Fitting Baju
68 Menuju Hasrat Tertinggi
69 Virgin until Married
70 Foto Kenangan
71 Kehadiran Malika
72 Kehadiran Cakra di Depan Rumah Anita
73 Permintaan Maaf Cakra
74 Keinginan Malika
75 Semua Telah Berakhir
76 Hampir Takluk
Episodes

Updated 76 Episodes

1
Curiga Gay
2
Balas Dendam
3
Samudra Biru
4
Pintu Kamar Penghubung
5
Kiss and Splash
6
Jiwa yang Terganggu
7
Dijemput Dosen
8
Rasa Ingin Menafkahi
9
Lelaki yang waktu itu...
10
Ciuman Pertama
11
Perlahan Menjauh
12
Tantangan Biru
13
Anting di Kamar Biru
14
Penjelasan Biru
15
Cari Perhatian
16
Mengikuti Naluri
17
Tersentil Ucapan Bulan
18
Digoda Waria
19
Bisikan Biru
20
Ciuman Gila
21
Mantan Kekasih Biru
22
Di Atas Ranjang
23
Membohongi Biru
24
Panggilan Sayang
25
Menggoda Biru
26
Berkenalan Dengan Malika
27
Pemilik Saham Cakra
28
Pelanggan Pertama Wina
29
Dalam Pantauan Biru
30
Pertikaian Yang Seharusnya Tak Didengar
31
Selesai
32
Keputusan Anita
33
Di Kantor Polisi
34
Rasa Rindu Bulan
35
Menggantikan Pengantin Pria
36
Bibir Yang Menjadi Candu
37
Kepergian Bulan Dari Rumah
38
Biru Mengejar Bulan
39
Jangan Berhenti, Biru.
40
Menelan Ludah Sendiri
41
Membuat Rencana Baru
42
Perkenalan Bulan Dengan Rudi
43
Perang Batin
44
Sepupu Baru
45
Kehadiran Biru Membuat Rindu
46
Pemindahan Kekuasaan
47
"Dia itu Gay."
48
Berita Besar Untuk Wina
49
Kecurigaan Biru pada Papanya
50
Berita Baik dan Buruk buat Biru
51
Berlutut Didepan Anita
52
Kunjungan Rumah Sakit
53
Kamera CCTV Dashboard Mobil Cakra
54
Tersebarnya Perselingkuhan Cakra
55
Mengajak Bulan Menikah
56
Panggilan Untuk Mas Pacar
57
Wanita Selingkuhan Cakra
58
Tidak Semua Bisa Diceritakan
59
Ancaman Wina untuk Biru
60
Gombalan Bertubi-tubi
61
Pantai
62
Dibuat Kesal
63
Perjanjian Pranikah
64
Dapat Restu!
65
Di Kamar Mandi
66
Bertemu Rudiantoro
67
Fitting Baju
68
Menuju Hasrat Tertinggi
69
Virgin until Married
70
Foto Kenangan
71
Kehadiran Malika
72
Kehadiran Cakra di Depan Rumah Anita
73
Permintaan Maaf Cakra
74
Keinginan Malika
75
Semua Telah Berakhir
76
Hampir Takluk

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!