Air menjadi beriak dan membentuk ombak besar saat dua tubuh tercebur ke dalam air. Bulan mendadak sesak dan berusaha cepat mencari oksigen, mencoba naik ke permukaan. Namun sayangnya, kakinya tidak bisa menyentuh lantai dasar kolam karena kedalaman yang melebihi tinggi tubuhnya.
Detik itu pikiran Bulan kacau. Apakah dia akan mati di tempat, saat Biru ternyata tidak ada di dekatnya. Tangan Bulan meraih-raih yang bisa membuatnya tetap mengambang, sialnya tidak ada apapun yang tangannya bisa raih.
Bulan mengumpat, kesal, lalu saat itu pula tubuhnya terasa ditarik, pinggangnya di dekap erat sampai akhirnya Bulan bisa mengambil napas banyak-banyak dengan mulutnya.
Bulan yang merasa sesak, terus berusaha mencari oksigen karena pasokannya telah habis, sampai ia menyadari ternyata ia ada di dekapan Biru.
Napas Bulan perlahan mengecil saat tubuhnya dan Biru menyatu, dengan tangan Bulan yang memegang kedua bahu Biru sebagai tumpuan, juga jarak wajah yang amat dekat membuat Bulan menelan ludah. Terlebih tatapan Biru, entah mengapa membuat Bulan seperti mati kutu.
Bulan menatap bibir Biru yang merah. Ingatannya langsung meluncur pada kejadian saat dirinya jatuh ke dalam kolam. Dia ingat tadi mereka berciuman. Bulan yakin, sebab masih terasa di bibirnya bagaimana lembutnya milik Biru.
Biru membawa tubuh Bulan ke tepi, lalu gadis itu dengan sisa tenaganya naik ke atas kolam. Dia mengambil napas dengan mulut, sesak di dadanya perlahan mulai menurun. Tadi itu, dia hampir saja mati tenggelam, dan bisa-bisanya Biru tidak langsung menyelamatkannya.
Biru yang sudah berdiri di tepi kolam, memperhatikan Bulan yang wajahnya sedih. Gadis itu menatap bukunya mengambang, basah, dan hancur di beberapa halaman. Dan itu karena diri Biru.
Bulan pun bangkit, membuat tetesan air mengalir cepat dari tubuhnya, membuat Biru yang menyaksikan itu mehanan napas.
Baju Bulan yang tipis, menerawang hingga memperlihatkan lekukan pinggang dan juga dada berlapis bra hitam.
Biru membuang wajah saat pikirannya mulai kacau. Ia melempar handuk pada Bulan.
"Tutup itu." Katanya, lalu pergi begitu saja.
Biru berjalan cepat menuju ke dalam kamar dalam keadaan basah. Dia masuk ke kamar mandi dan membuka shower untuk segera ia alirkan ke seluruh kepala dan tubuh yang mendadak tegang.
Sial-sial-sial.
Biru meninju tembok. Hari ini dia kelewatan. Belum pernah Biru sebodoh ini, melakukan sesuatu tanpa ia pikirkan. Dan aneh, kenapa tubuhnya bereaksi sendiri? Kenapa mendadak hasratnya naik ketika melihat Bulan seperti tadi?
Biru menyugar rambut, memejamkan mata saat air hangat mengalir ke seluruh tubuhnya. Dia baru melihat pemandangan yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Tubuh perempuan seperti itu, dimana bisa ia dapatkan?
Lalu dalam kelopak mata yang tertutup, wajah dan tubuh Bulan muncul dengan sangat jelas. Biru menelan ludah karena bibirnya telah menyentuh bibir gadis itu. Sangat lembut dan...
"Sial ...."
Biru terus mengutuk dirinya. Kalau begini, mana bisa dia berhadapan dengan Bulan? Tetapi dalam hatinya, Biru sangat menyukai kejadian tadi. Diam-diam terselip keinginan untuk mengulanginya lagi.
Tubuh Biru bergetar. Ini kali pertama dia bertindak tanpa berpikir dan hanya Bulan yang membuatnya seperti ini.
~
Bulan memeluk lutut di atas ranjang. Dia menggigit bibir. Benarkah tadi ia dicium? Tapi respon Biru seperti tidak menunjukkan demikian. Dia terlihat santai bahkan melempar handuknya pada Bulan yang mulai kedinginan.
Bulan menyandarkan kepalanya di sofa. Ingatannya kembali memutar peristiwa aneh itu. Bulan melihat jelas kalau Biru sengaja menciumnya. Ah, tapi.. mungkin saja Biru tidak sengaja melakukan itu, atau sebenarnya Biru juga kesal karena dia ikut tercebur karena hendak menolong awalnya.
Tapi setelah dipikir-pikir lagi, respon Biru itu diluar nalar. Bulan yakin dan tahu betul kalau lelaki itu tidak normal. Buktinya, Biru bisa bersikap sesantai itu. Bulan baru sadar kalau bajunya sangat tipis menerawang.
Lelaki normal pasti akan tergiur melihat itu. Tapi Biru malah buang muka dan melemparkan handuk karena kesal telah melihat hal seperti itu. Lagi pula, tatapan Biru sangat mengintimidasi, seolah menjaga jarak dan memberitahu bahwa dia tidak ingin diganggu.
Lalu setelah itu, baik malam maupun siang, Bulan tidak lagi menemukan Samudra Biru. Dia tidak lagi makan bersama. Kata Dina, Biru memang jarang ada di rumah. Tapi menurut Bulan, Biru menghindarinya karena tak ingin ada kesalah pahaman diantara mereka.
Beberapa hari terlewati, masa orientasi siswa pun berjalan lancar. Hari ini menjadi hari pertama Bulan berkuliah. Dia berjalan sendiri dengan sebelah earphone di telinga dan kacamata belajar menempel, membuat penampilannya benar-benar seperti anak baru.
Baru membuka mata pelajaran semester satu, Bulan menghela napas. Nama Samudra Biru ada disana, sebagai dosen psikologi dasar.
Psikologi, menjadi pelajaran yang harus ada di semua mata kuliah di kampus Bulan, karena ini dianggap penting apalagi di era sekarang.
"Hai."
Sapaan seseorang membuat lamunan Bulan terusik, dia melihat seorang laki-laki duduk di sebelah Bulan.
"Oh, hai." Bulan melepas earphone, dan tersenyum tipis pada lelaki itu.
"Kemarin waktu orientasi gue ga dateng. Ini mata kuliah apa, ya?"
Mungkin hanya cara untuk dekat, karena mata kuliah semua tercatat di Web kampus. Pikir Bulan.
"Pengantar Ilmu Sastra." Jawab Bulan seadanya.
"Aah, itu, ya." Lelaki itu manggut-manggut. "Kenalin, gue Patriot."
Bulan menyambut tangan Patriot, "Rembulan."
"Oh, waw.. Rembulan?"
Lagi, Bulan mengangguk kecil. Lalu menarik pelan tangannya dari Patriot yang menggenggam terlalu lama.
"Patriot Proklamasi?" Seseorang yang duduk di depan, memutar tubuh. Seorang gadis cantik berambut panjang tersenyum.
"Patriot Kastara." Ucapnya dengan sangat jelas.
"Haha. I see. Gue Viona." Dia melambaikan tangan dengan bahagia, membuat Bulan pun tersenyum manis dan membalas lambaiannya.
Dan teman Bulan di hari pertama hanya itu. Di awal orientasi sebenarnya dia punya beberapa, tapi sepertinya tidak satu kelas dengannya.
Maka kelas dua jam itu berakhir, dan mata kuliah selanjutnya...
Hah...
"Psikologi, ya? Kelasnya dimana?" Tanya Viona pada Patriot. Ya, walau tubuhnya memutar ke belakang, tapi matanya menatap Patriot.
"Kayanya di depan. Ayo."
Mereka semua bergerak ke ruangan lain. Bulan bersisian dengan Patriot dan Viona di sebelah lelaki itu, bercerita banyak hal soal dirinya yang enggan Patriot dengar.
"Gue duduk disebelah lo, ya."
Bulan mengangguk, memberi jalan pada Patriot yang lantas duduk, diikuti Viona di sebelahnya. Posisi yang menjadikan Patriot diapit dua cewek cantik.
"Hai."
Sapaan itu membuat Bulan mengangkat wajah. Seorang pria yang kemarin menceburkan diri bersamanya ke dalam kolam, seorang yang beberapa hari tidak terlihat di rumah, kini muncul dengan setelan celana bahan hitam, kemeja biru, dengan jas yang tertenteng di lengan kanan. Sementara di tangan kirinya memegang tas kerja.
"Halooo.." Sapaan ramai terdengar dari suara perempuan. Bisikan, decak kagum, dan tawa-tawa genit terdengar di telinga Bulan.
"Daebakk! Keren banget, njirrr." Kini suara Viona.
Bulan menulis-nulis tak penting di bukunya. Rasanya ingin bilang bahwa lelaki itu tidak normal. Tapi yah, biarkan saja. Pikir Bulan.
Dari tempatnya, bola mata Biru langsung menangkap Bulan yang duduk dengan menyangga dagu, menulis entah apa disana.
Buntalan rambutnya, kacamata, dan bibir seksi sangat terlihat dari tempat yang agak jauh dari Biru. Entahlah, sejak berciuman waktu itu membuat mata Biru selalu tertuju pada bibir Bulan.
"Ehm." Deheman membuat semua mahasiswa tenang, dan berfokus padanya. Di saat itulah, Biru mulai membuka kelas dengan caranya yang menarik.
Walau begitu, Bulan tidak fokus mendengarkan karena dia mulai tidak nyaman. Terlebih ketika Biru mengabsensi seisi kelas, hanya pada namanya Biru tidak melihat. Bibirnya memanggil dengan mata terfokus pada buku absen. Berbeda dengan yang lain, Biru melihat wajah mereka sebagai perkenalan.
Bulan memejamkan mata, entah dia akan lulus atau tidak dengan sepupunya ini. Entahlah, feeling-nyq tidak enak. Tapi jikapun dia tidak lulus, tidak apa. Asal tahun depan dosennya bukan dia lagi.
"Minggu depan saya akan bagikan bukunya. Tapi untuk sekarang, saya mau kalian tulis sub-bab yang akan kita bahas minggu depan. Saya mau kalian mencari ini.." Biru menunjuk layar dengan laser pointer. "Jika ada yang tidak dimengerti, segera tanyakan saya."
Biru duduk setelah menjelaskan sedikit tentang apa yang akan mereka bahas mulai minggu depan. Lalu kembali ia memperhatikan Bulan yang duduk dengan tenang. Sesekali ia menyahut apa perkataan teman sebangkunya.
Bulan, padahal dulu tidak seperti ini. Biru ingat, terakhir kali bertemu saat Bulan masih kecil. Dia memang cantik, tapi tidak disangka akan sampai seperti ini. Bulan tumbuh dengan sangat baik, sampai semua yang ada pada dirinya patut dipuji. Terlebih bibir itu. Biru tidak bisa melupakannya. Bibir yang...
"Pak! Bagaimana, pak??"
"Apa? Bibir siapa?"
Hening. Semua menatap Biru yang buru-buru berdehem karena tenggorokannya mendadak kering kerontang. Mikirin apa dia tadi? Kenapa bisa terucap kata yang membuat semua mahasiswa terdiam seribu bahasa?
"Anu, maksud saya, siapa yang tanya?" Biru mencoba mengalihkan suasana yang mendadak canggung.
"Saya, pak."
"Ya, silakan tanya." Ucapnya, sambil melirik Bulan yang masih setia mencoret-coret bukunya.
Ah, sial. Kalau ini, psyche-ku yang terganggu. Batin Biru kesal.
Namun dia harus menerangkan kembali apa yang ditanya oleh mahasiswa ini, sampai Biru minum untuk ke sekian kali. Tubuhnya seperti terserap sampai energinya habis setiap kali berhadapan dengan Bulan. Tapi sayangnya, hanya Biru yang merasakan ini. Sebab disana, Bulan tidak terlihat terganggu dengan dirinya.
Padahal, Biru menciumnya. Tapi gadis itu bahkan tidak melirik ke arahnya sama sekali. Dan itu membuat Biru mengerang kesal karena biasanya, dia menjadi pusat gadis-gadis. Malah sekarang dirinya hanya terpusat pada satu gadis.
'Nggak bisa. Ini nggak bisa dibiarkan.' Biru menarik napas dalam-dalam, jam kuliah sudah hampir selesai. Dia ingin masalah dahaganya teratasi.
"Bulan!"
Bulan tersentak. Dia melamun dari tadi. Tiba-tiba Biru memanggilnya? Duduknya tegak seketika.
"Temui saya setelah kelas selesai."
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Fifid Dwi Ariyani
trussabar
2024-01-07
0
Edah J
ceritanya bagusss/Ok//Good/
2023-10-31
4
Ririe Handay
si biru kenapa ya
2023-10-21
1