Sudah dua minggu berlalu sejak kejadian itu, dan aku belum bertemu lagi dengannya. Lebih tepatnya, aku menghindarinya.
Kupikir jika kami bertemu kembali, akan lebih baik jika aku berterus terang. Meminta maaf dan pengakuan penyesalan atas apa yang telah kulakukan. Akan tetapi, orang pun tau, easier said than done.
Sejauh ini aku sudah akrab dengan teman-teman sekelasku. Hanya karena wajahku yang kerap tanpa ekspresi bukan berarti kemampuan bersosialisasiku buruk.
Saat ini kelasku sedang gaduh karena guru-guru sedang rapat. Di meja depan, sedang ada dangdutan. Di meja pojok sedang ada bioskop kecil. Di meja tengah kiri sedang menggelar acara gosip. Sedang aku sendiri, duduk termangu menatap jendela luar dengan telinga yang tersumpal earphone.
"Oi, Afya! Ayo keluarin ledakan lo!" Salah seorang dari kerumunan di bangku depan berteriak padaku. Sang sekertaris kelas, laki-laki, salah satu anggota klub teater. Nugraha Albian, disingkat Ngab. Tidak, bercanda.
Lagian, ledakan apa yang ia maksud coba? Aku bukan Megumin yang suka meneriakkan “Explosion!” dengan tongkat sihinya itu.
Aku menoleh malas, lantas beranjak. "Enggak dulu, Ngab. Gak mood gue."
"Lah, lo mau kemana itu?" Gadis berambut panjang bergelombang bernama Sasha bertanya dengan raut heran.
"Nyari ketenangan, lumayan buat nambah ilmu dalam," ceplosku asal, melambaikan tangan dari luar kelas.
"Jangan dibawah pohon ya! Nanti kemasukan setan!"
Selepas itu, kelas kembali ramai.
Aku melangkah ringan sambil bersenandung kecil. Aku berbelok menuju taman belakang. Mataku menangkap bunga berwarna ungu yang berjejer mengelilingi di satu batang. Hyacinthus.
Aku mengambilnya satu.
Lalu, sebuah ide terlintas di otakku. Aku segera berbalik, melangkah cepat menuju loker kelas sebelas. Beruntung saat ini loker sedang sepi, jadi aku tidak perlu merasa malu.
Mataku dengan jeli mencari satu nama. Ah, nomor sembilan dari arah kiri. Namun, hal yang krusial baru saja kulupakan. Loker ini terkunci. Tiba-tiba saja bibirku melengkungkan senyuman. Senyum bodoh.
Aku berpikir keras. Aku menggigit bibir bawahku dengan kaki yang kuketukkan ke lantai dengan berirama. Ah! Selipkan saja di antara celah kecil di lubang kunci. Beberapa kali mencoba tidak berhasil, bunganya selalu jatuh. Alhasil aku kesal dan memasukkannya asal.
Lihat yang terjadi, bunga itu tergantung indah. Ah sial, kemampuan serampanganku lebih baik dari ketelatenanku.
Ah, biarlah. Semoga saja ia paham maksud dari bunga ini.
Aku berbalik, kembali melangkah menuju tujuan utamaku, taman belakang. Beberapa siswa berlalu lalang melintasi pertigaan koridor. Aku mengambil arah kiri, jalan pintas menuju taman belakang.
Rerumputan mulai terlihat di depan. Bunga daisy kuning yang terlihat cerah terhampar dengan rapih. Aku memetiknya setangkai sembari melanjutkan langkahku.
Mencium baunya sejenak. Tidak ada satupun aroma. Merasa sedikit kesal, aku meremasnya. Meresahkan.
"Nakal banget sih. Kalo ada yang liat, kita bakal kena poin."
Hm?
Aku reflek merapat ke tepi dinding pemisah tatkala suara yang cukup familiar terdengar samar-samar.
"Bentar aja, Sayang."
Kali ini suara perempuan, terdengar sedikit dimanjakan.
"Emang kepengen banget, ya? Kamu sekretaris OSIS loh."
"Hubungannya apa coba? Yaudah kalo enggak ma-"
Aku mengedipkan mataku beberapa kali saat suara si perempuan itu terpotong. Akhirnya aku mengintip di pinggir tembok. Namun, sebuah pepatah mengatakan, "Curious killed the cat."
Dua lekukan wajah yang menyatu itu membuatku bungkam. Tubuhku seakan membeku, dan sebentar lagi akan pecah oleh hantaman ombak yang kuat.
Kenapa aku harus penasaran?
Pria dengan yang postur tubuhnya sangat familiar di mataku itu saling menempelkan bibir dengan seorang gadis. Dadaku berdegup keras, napasku tercekat seolah tidak ada lagi oksigen untuk kuhirup. Beberapa saat aku masih terpaku mengintip mereka.
Setelah aku bisa mengendalikan diriku lagi, aku menarik kepalaku. Beralih memandang kosong pada rerumputan yang terhembus angin. Sudut bibirku terangkat.
Mataku mulai berembun. Aku mengambil napas dalam-dalam. "A-ah, kairos yang sempurna."
Dadaku terasa sesak. Sangat sesak hingga membuatku sulit untuk bernapas. Hingga, seseorang menarik lenganku, membawaku ke dalam dekapan hangatnya.
"Nangis aja gak papa," lirihnya. Suaranya terdengar sangat dekat.
"Kalau bisa gue juga mau ...."
Aku mencengkram pinggiran hoodie yang dikenakan laki-laki ini sembari menggigit bibir bawah dengan kuat. Tatapan mataku mulai tidak fokus.
Buram, semuanya mulai mengabur.
Kami terdiam seperti ini selama beberapa saat. Saat benang yang kusut dirasa mulai sederhana, pelukan kami terurai.
"Makasih," Aku melirik name tag di dada sebelah kanannya, "Miko Bagaskara."
"Sama-sama."
Aku pasti terlihat menyedihkan sekarang. Senyum tipis kusunggingkan sebelum akhirnya hilang. Raut wajah tanpa ekspresi miliknya, seakan menyiratkan suatu kesamaan. Seakan melihat pantulan diri.
...***...
Aku mengerjab pelan, menatap pemandangan dari atap yang terlihat menawan.
Eh, kok?
Setelah insiden tadi, laki-laki ini, Miko. Cowok yang pernah menolongku pada hari pertama sekolah. Membawaku ke atap dengan sekotak bekal.
Kami duduk lesehan dilantai dengan naungan bayang-bayang dinding. Kami terdiam cukup lama. Pasalnya kami tidak saling mengenal. Sekedar tau nama saja.
"Jadi ...." Ia membuka suara. Namun, tatapannya mengarah lurus ke depan. Aku menatapnya dari samping.
"Mm, nama lo siapa?"
Aku nyaris menjatuhkan rahangku, terkejut. Sumpah, dia lupa namaku?
Aku meliriknya sinis, "Lo beneran enggak tau? Serius?" Ia menoleh ke arahku.
Dahinya mengernyit, "Lo selebgram? Most wanted girl? Anak presiden? Sampe gue harus tau elo," ucapnya ketus.
Aku membulatkan mataku. Wah, anak ini benar-benar!
"Afya Calyta. Masih enggak inget?" Aku membalas dengan ketus juga.
Ia merengut dengan pose berpikir keras. Aku tidak mengerti lagi, entah ingatanku yang terlalu tajam atau laki-laki ini yang terlalu pikun.
"Oh! Cewek yang make hoodie kuning sama masker itu?"
Aku memasang senyum simpul dengan mata menyipit. "Iya, Tuan Pikun."
"Lagian mana gue inget, orang waktu itu lo make masker kek orang penyakitan."
"Mata lo penyakitan! Gue waktu itu flu."
Ia hanya berdehem. Mulai membuka kotak bekal yang menampakkan dua sandwich yang tumpang tindih. "Buat lo satu."
Aku mengambilnya, mengucapkan terima kasih. Lalu melahapnya dengan perlahan. Aku baru menyadari sesuatu setelah makanannya habis. Laki-laki ini, tidak membawa minuman.
"Eh, buset. Kalo gue keselek terus mati gimana? Lo bisa dituntut pembunuhan berencana kalo gini!" Sebab batinku terguncang, aku jadi melantur ke mana-mana. Padahal gampangnya, aku tinggal bertanya di mana air minumnya.
"Hah? Paan?" Laki-laki ini ... benar-benar pelupa. Aku khawatir pada masa depannya. Walau masa depanku sendiri juga mengkhawatirkan.
"Minum, mana minumnya?" Aku bertanya jengah. Netra laki-laki di depanku ini membulat, pipinya penuh, menguyah sandwich.
"Oh, iya. Lupa." Benar-benar keterlaluan!
"Sudahlah," desahku pelan.
Kami kembali terdiam cukup lama. Angin berhembus cukup kencang di atap. Membuat ngantuk saja.
"Gue pengen ngajuin sesuatu," ucapnya tiba-tiba. Aku menoleh, menatapnya bingung, Miko melanjutkan, "Hubungan mutualisme, kita bakal sama-sama untung."
"Maksudnya?" Aku belum juga terhubung dengan apa yang ia bicarakan, mengapa pula harus berbelit-belit?
Ia tetap menatap lurus ke depan, kakinya menekuk ke atas. "We have something in common."
Aku menyahut lagi, mulai lelah dengan alisku yang terus mengerut bingung, "And, what is it?"
"Perasaan sebelah pihak. Gue pikir, setelah insiden tadi, sebaiknya kita mulai buat move on, bener?"
Aku terdiam, perkataannya tidaklah salah, cuma sedikit berat untuk dibenarkan. Akhirnya aku mengangguk ragu. "Lo suka sama si kapten klub voli itu kan?"
Kapten klub voli, ya. Cocok sekali untuknya.
“Terus, lo bilang insiden tadi, artinya lo-" Aku menjeda kalimatku, menelan ludah susah payah. "Si cewek, sekretaris OSIS. Lo suka dia?"
Ia hanya berdehem. Sudut matanya melirikku.
"Mau?" tawarnya kembali. Aku dengan sigap mengangguk.
Karena ... sudah saatnya aku menyerah.
"Ya."
Untuk menggapai dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
@le_10
Aku ngerasa terhibur dan tidak sendirian setiap membaca cerita ini.
2023-07-31
0