[3 - Afya: For a Long Time to See You]

Musim demi musim berlalu tanpa ada gairah. Tanpa terasa, dua tahun terlah berlalu begitu saja, dengan warna abu-abu yang kusam ini. Aku mentap ke luar jendela, di mana dedaunan kering mulai terhembus angin. Alunan lagu Fallen Kingdom mengalir melewati arus-arus kabel earphone.

Baru saja hendak memejamkan mata, seseorang meneriakkan namaku dari arah pintu, aku menoleh. Di sana ada laki-laki berkacamata bulat yang manis dengan kaos putih polos dan celana kain selutut, ah jangan lupakan keringatnya yang mengalir di mana-mana. Ia rekan olimpiade-ku dua bulan lalu dan salah satu pemain inti voli putra di sekolahku.

Perlu digarisbawahi bahwa ia bukan laki-laki cupu-kutu buku yang suka ditindas, ia termasuk pentolan sekolah. Ia tidak akan segan-segan melayangkan tendangannya pada orang yang mengganggu rutinitasnya.

Aku bangkit menghampirinya. "Ada apa, Kak err ...,"

Wah, aku lupa namanya.

"Astaga, Afya! Hampir dua semester kita les bareng, lo masih belum hafal nama gue? Enggak bisa dipercaya!" Raut wajahnya merengut.

"Maaf, nama lo susah dilafalin."

Ia menghela napas dalam, "Astha Glenmark. Masa Astha susah sih pelafalannya?"

"Dan, enggak usah make embel-embel 'kak', malesin banget dengernya."

Aku mengerutkan kening, "Asta, oke udah. Ada apa?"

"Astha, plis, make t-h-a." Aku mengangguk malas. "Iya-iya,"

"Oh, lo dipanggil ke ruang guru. Sekarang."

"Kan di sana lagi rapat," Ia mengangkat bahu, juga bingung, "yaudah, makasih. Gue ke sana dulu."

Aku berbelok ke kanan di pertigaan koridor, melewati gedung lapangan indoor tempat klub voli biasa latih tanding dengan sekolah lain.

Suara benturan bola dan decitan sepatu yang khas mulai terdengar. Lamat-lamat, memori lama kembali disiarkan oleh otak. Hanya sekilas. Sebelum akhirnya aku memilih abai dan mempercepat langkahku menuju ruang guru.

Awalnya ruang guru itu sesak akan lontaran pendapat tiap-tiap individu. Namun, begitu aku menampakkan diri di hadapan mereka, ruangan seketika senyap. Tiap pasang mata itu berpusat padaku.

"Permisi, maaf menganggu. Kata Astha saya dipanggil ke ruang guru," ucapku.

"Ah, ekhem! Jadi, begini Afya, kami sudah mendiskusikan tentang kamu." Pak Kepala Sekolah mengangkat suara.

Aku menyentuh dadaku, "Saya kenapa, Pak?"

"Kamu akan mengikuti ujian akhir bersama kelas sembilan minggu depan. Dengan kecerdasan kamu itu, kamu berhak loncat kelas. Benar 'kan, Para Guru sekalian?"

Aku terkejut, tentu saja. Saat ini aku kelas delapan semester akhir, yang ujian kenaikan kelasnya masih bulan depan. Tiba-tiba saja dikejutkan dengan ... ah, tapi tak bisa dielakkan kalau aku merasa sedikit bangga.

"S-saya, Pak? A-ah, baik, Pak! Terimakasih atas kesempatannya, saya permisi."

Begitu keluar dari ruangan itu, cowok tadi–ah Astha! Ia langsung menghampiriku dengan bola biru loreng kuning dalam rangkulannya. "Apa katanya? Lo disuruh ikut olimpiade lagi? Yah, gue udah enggak ikut sih, gegara minggu depan udah ujian akhir."

Ia terus nyerocos, mengabaikan aku yang mengacuhkan cerocosannya. "Nanti gue lulus, kita enggak bakal ketemu lagi, loh. Oh ya, nanti lo mau sekolah SMA dimana? Kalo disini sih yang elit ya SMA Kardigan. Gue niatnya mau ke sana sih—"

"Gue disuruh ikut ujian akhir."

Satu kalimat dariku membuatnya terdiam. Aku ikut menghentikan langkahku, mendongak menatapnya karena aku hanya sepundaknya.

"Serius lo?! Anjir enak banget lo!"

"Eh, tapi, beneran?"

Aku memandangnya tanpa emosi, walau dalam hati sangat ingin menjitak kepalanya. "Sepercayanya situ aja," ketusku.

Aku mempercepat langkahku, Astha segera menyusul.

Suara benturan dan decitan itu lagi. Spontan aku berhenti melangkah. Melirik pintu gedung olahraga yang terbuka, menampakkan dua grup berisi enam orang tengah mengoper bola kesana-kemari. Aku mendesah lelah.

Lenganku digenggam oleh jemari yang terlihat familiar. "Afya, liatin aku waktu latihan ya! Nanti aku ajarin kamu juga, oke?"

Aku menurut saja padanya. Aku selalu mengikutinya, menatapnya, meniru semua yang ia lakukan.

Spike kuat datang dari arah jam dua menuju ke arahku. Beruntung reflekku bagus, aku berhasil menghindarinya sebelum mengenai wajahku. Saat itu, ia berlari kearahku, memeriksa wajahku, lantas mendekapku dengan erat. Raut wajahnya bahkan masih kuingat.

Mulai hari itu aku dilarang mengikutinya latihan, walau akhirnya aku tetap mengintip lewat jendela bawah.

"Afya?"

"Afya!" Aku tersentak dari lamunan, menggeleng pelan, lantas menghela napas berat.

"Dari dulu, gue pengen banget nanya ini sama elo. Kenapa setiap lewat di depan gedung voli, lo mesti ngelamun, diem lama, kadang malah langsung buru-buru, jangan-jangan ada yang lo taksir ya disini?"

Aku memejamkan mata sembari menghela napas pelan. "Enggak, bukan apa-apa. Gue ke kelas duluan."

Aku masih belum bisa melupakannya. Tidak, sebenarnya aku tidak benar-benar berniat melupakan orang itu. Namun, saat tiap kali mengingatnya, aku merasa sangat bersalah.

Aku mempercepat langkahku, meninggalkan Astha yang sempat kulihat mengendikkan bahu, lalu memasuki gedung olahraga.

...***...

Tepat seminggu setelah ujian akhir, badai kembali menerjang hidupku.

Nenek ... meninggalkanku.

Menyisakanku bersama rasa sesak yang membelit hati. Aku terasa menyedihkan, di hari duka ini, aku bahkan tidak bisa menangis untuknya.

Di saat Papa dan kerabat lainnya meneteskan air mata, aku tetap diam terpaku. Walau Mama datang memelukku, aku tidak banyak bereaksi. Seakan hati ini sudah terlalu mati rasa untuk merasakan kehilangan.

Tak sedikit teman sekolahku yang datang mengucap duka, termasuk Astha.

Matahari telah bergulir tanpa terasa, lalu lalang orang yang melayat semakin berkurang. Mama dan Papa berada di hadapanku setelah sekian lama.

Ruangan hening dengan tatapan mata yang saling menghindari ini seolah menjadi kecanggungan pertama yang kami alami. Beberapa kali terdengar deringan ponsel, saling bersaut-sautan tanpa ada yang ingin mengangkatnya.

Hingga, kalimat mutlak dari Papa membuat degup jantungku menggila. Tubuhku mendadak dingin dengan napas yang terasa berat.

....・✫・゜・。....

Terpopuler

Comments

SugaredLamp 007

SugaredLamp 007

Saya sangat menikmati ceritamu, jangan berhenti menulis ya author!

2023-07-29

1

Kem mlem 🍨🍨🍨

Kem mlem 🍨🍨🍨

Kalau soal bikin cerita, thor pasti juara!

2023-07-29

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!