HANYA INSAN BIASA

HANYA INSAN BIASA

BAB 1. Demi Lucia

Kota jakrta pagi itu diguyur hujan deras, sejak pukul lima subuh sampai sekarang sudah pukul enam pagi, hujan masih turun dengan derasnya.

Selain hawa dingin dari dinginnya AC di dalam sebuah ruang kamar, ditambah cuaca hujan deras di luar sana juga makin mendukung untuk kedua orang di dalam sebuah kamar apartemen itu kembali melakukan adegan panas.

"Ah, Anja ... Kamu selalu bisa membuat aku ketagihan meski sudah berulang kali melakukan dengan kamu," bisik pria itu dengan suara serak.

Mereka berdua kembali bermain dengan panas saling memberi dan menerima dan baru berhenti setelah mencapai puncak kenik-matan.

Pria yang baru saja menggagahi Anjani turun dari ranjang, karena mendengar suara ponselnya yang berdering.

Asistennya menelpon bahwa pagi ini ada meeting penting, hanya mengingatkan sang tuan untuk tidak lupa.

Setelah selesai mendengar penjelasan asistennya, pria itu menyimpan hp nya kembali di atas meja, kini matanya melihat ke arah luar jendela, dimana di luar sana masih hujan deras.

Jika pria itu saat ini harus membersihkan badan di kamar mandi, berbeda dengan Anjani yang masih betah tiduran di atas ranjang.

Mata wanita cantik itu tidak terpejam, dengan posisi tiduran miring, wanita itu memeluk erat selimut yang membungkus tubuh polosnya.

Apa yang sedang dirasakan wanita cantik itu, hingga membuatnya kini sedang meneteskan air mata.

Air mata yang di setiap tetesnya memiliki arti makna, dan hal ini hanya berani ia lakukan ketika sendiri, karena di saat di depan semua orang ia harus memasang topeng tersenyum manis, seolah hidupnya baik-baik saja, padahal jauh dari kata tersebut.

Kupu-kupu malam adalah kata yang diperhalus untuk menyebut pekerjaannya, bagaimana mungkin hatinya bahagia jika di rumah saja ia memiliki suami, dan apakah suaminya tahu pekerjaannya ini? jawabnya tentu tahu, dan apakah suaminya mengijinkan? Jawabnya tentu mengijinkan.

Dan jangan ditanya bagaimana perasaan Anjani mengetahui sikap suaminya itu, karena sudah jelas rasanya sakit.

Tapi Anjani memiliki alasan yang kuat, sampai membuatnya rela hingga harus tenggelam sampai membuatnya sulit untuk keluar.

Saat itu, tepatnya dua bulan yang lalu, putrinya yang bernama Lucia tiba-tiba jatuh sakit, paru-parunya bermasalah dan di haruskan untuk di rawat di rumah sakit, tentu biaya rawat inap sangat mahal.

Dan karena Anjani dan suaminya adalah dari keluarga miskin tentu tidak bisa membayar biaya rumah sakit itu, Anjani berdebat dengan suaminya.

"Mas Nudin! Tolong mas cari pinjaman, aku tidak mau Lucia kenapa-napa! Dia harus sembuh Mas." Anjani menangis, sumpah hatinya sakit mengingat keadaan putri kecilnya yang saat ini baru berusia empat tahun, tengah di fonis sakit paru-paru.

Kata dokter semua terjadi karena anak sering mengisap asap rokok saat orang dewasa merokok. Apa lagi selama ini Lucia dekat dengan papanya, dan Mas Nudin memang perokok.

"Apa kamu pikir minjam uang itu seenak membuang uang! Kemana aku harus pinjam uang!" bentaknya pada Anjani.

"Mas! Kamu itu papanya! lalu dalam situasi seperti ini kamu harus menyuruh siapa untuk meminjam uang!" Anjani balik membentak, tanpa ingat bahwa saat ini mereka berada di rumah sakit, tentu suara keras mereka berdua menganggu pasien yang lain.

"Maaf, Ibu Bapak. Tolong jaga suaranya, karena dapat mengganggu istirahat pasien yang lain," suara suster menegur mereka berdua.

Anjani tidak dapat melakukan apa-apa lagi, ia frustasi campur bingung gimana caranya supaya suaminya peka.

Merasa berdebat dengan suaminya hanya sia-sia, ahirnya Anjani milih mencari pinjaman sendiri, kini wanita cantik bermata sembap kerena banyak menangis itu pergi dari rumah sakit, tujuannya mendatangi saudaranya, berharap mereka bisa membantu.

Tapi harapan tinggallah harapan, setibanya Anjani di rumah saudaranya mereka tidak ada yang bisa membantu, karena jumlah uang yang mau Anjani pinjam cukup besar, dan Anjani maklumi karena saudaranya itu juga hidup miskin seperti dirinya.

Anjani tidak patah semangat begitu saja, ia memberanikan diri mendatangi rumah renternir, segala resiko sudah ia pikirkan, yang penting Lucia sembuh.

Sore itu Anjani tiba di rumah renternir yang bernama Pak Barun, orangnya gendut dengan wajah berewok, ia seorang duda.

Melihat Anjani datang ke rumah dengan tujuan minjam uang, mata lelaki itu langsung berbinar, kapan lagi bisa melihat wanita cantik dan masih muda seperti Anjani.

Tiba-tiba hujan turun deras di luar sana, Anjani merasa cemas.

Pak Barun berdiri dari duduknya kemudian menuju pintu, sepertinya laki-laki itu sedang mengunci pintu.

"Di luar hujan kamu berteduh di sini dulu ya?"

Anjani perasaannya langsung was-was mendengar ucapan Pak Barun barusan, ia mendadak takut, khawatir Pak Barun akan bertindak macam-macam padanya.

Dan benar saja apa yang di takutkan Anjani itu kini jadi kenyataan, Pak Barun yang sudah dibisiki setan mau mem-per-kosa Anjani.

"Pak Barun jangan lakukan ini padaku Pak!" teriak Anjani yang kini sudah di bawah Kungkungan Pak Barun.

Anjani sudah menangis rasanya sudah lelah dengan semua ini, namun diantara ia menahan Pak Barun supaya tidak menyentuhnya, tangan Anjani berusaha meraih vas bunga di atas meja dan ....

Bug!

Anjani memukulkan kuat vas bunga yang terbuat dari beling itu ke kepala Pak Barun, ada celah untuk Anjani kabur, wanita malang itu ahirnya kabur ia melompat dari jendela kaca, untung saja jendela itu tidak di tralis.

Begitu Anjani keluar dari rumah Pak Barun, air hujan langsung membasahi tubuh Anjani, di bawah guyuran air hujan dan petir yang menggelegar di langit, Anjani menangis sejadi-jadinya.

"Nak, Mama akan berjuang untukmu," ucapnya untuk menguatkan hatinya yang rapuh.

Dikata sudah tidak berdaya, Anjani saat ini sudah tidak berdaya, ia tidak tahu lagi harus kemana untuk meminjam uang, sedangkan suaminya tidak bisa diandalkan.

Di tengah kesedihannya yang terus berjalan di bawah guyuran air hujan, Anjani tiba-tiba mengingat temannya, yang selama ini ia tahu hidup kecukupan, Anjani berniat mau menemui temannya itu, dengan harapan bisa membantunya.

Tiba di rumah temannya sudah malam hari sekitar pukul delapan malam.

"Anjani baju kamu basah."

Kalimat pertama Siska yang menyapa kedatangan Anjani, kemudian mengajak Anjani masuk ke dalam rumahnya.

Anjani menceritakan tujuannya mau meminjam uang untuk membayar rumah sakit anaknya.

Tapi lagi-lagi Anjani harus menelan kekecewaan karena ternyata Siska orang terakhir yang menjadi harapan besar Anjani bisa membantunya, ternyata tidak bisa membantu, dan malah memberitahu pekerjaan yang selama ini Siska geluti, sebagai wanita malam.

"Aku tidak mau bekerja seperti itu Siska!" suara amarah Anjani sebelum ia pergi dari rumah Siska.

Namun lagi-lagi Anjani harus tertampar kenyataan dan kali ini tentunya lebih sakit dan ngilu untuk dirasakan.

"Jika dari pihak keluarga tidak bisa melunasi biaya admistrasi rumah sakit, maka silahkan putrinya dibawa pulang di rawat di rumah saja."

Aaaaa! Anjani hanya bisa menjerit dalam hati begitu mendengar ucapan dokter, beginikah menjadi orang miskin, tak berarti kehadirannya bila tanpa uang.

Malam itu tidak ada pilihan lain ahirnya Anjani mendatangi rumah Siska dan setuju dengan pekerjaan yang Siska tawarkan sebagai wanita malam.

Semua itu ia lakukan hanya untuk anaknya demi anaknya. Dan mulai sejak malam itu sampai sekarang Anjani bekerja menjadi wanita malam, hanya bedanya ia hanya melayani satu pria yang sudah menyewanya.

"Aku pergi dulu ya? jangan lupa bahagia." Pria tampan itu mencium bibir Anjani sekilas. Membuyarkan lamunan Anjani seketika.

"Mas Reza, hati-hati di jalan."

Pria tampan itu menoleh dan tersenyum ke arah Anjani sebelum ahirnya membuka pintu dan pergi meninggalkan Anjani sendiri.

Reza Adipati Pratama, gumam Anjani.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!