Satu Minggu Kemudian

Dengan keadaan tubuh yang lemas karena kantuk dan mata yang setengah terpejam, seorang gadis jutek itu masuk ke dalam kamarnya. Tanpa mencuci muka dan tangan, serta kaki, dia tiba-tiba menghempaskan tubuhnya ke kasur dan mematikan lampu kamarnya.

Gadis itu merasa sangat lelah sekali setelah seharian mengurus dua pekerjaannya sekaligus. Meskipun dibantu oleh temannya, tetapi dia masih merasa kelelahan, sebab terlalu banyak yang harus dia urus.

Baru beberapa jam dia memejamkan matanya, telinganya sudah mendengar sebuah teriakan dari seorang pria yang suaranya tidak asing lagi di telinganya. Pria itu memanggil namanya berkali-kali sembari mengatakan sesuatu yang tampak samar-samar di telinganya.

Gadis itu bangun–menatap pria berparas rupawan. Dia penasaran dengan kata-kata terakhir yang diucapkan oleh pria tersebut yang menyebabkan dia juga berteriak memanggil nama pria itu, saat sang pria beranjak pergi, hanya untuk menanyakan perkataan apa yang pria itu sampaikan di akhir kalimat.

Tapi pria bertubuh atletis dan berwajah cukup rupawan itu tidak mau mengulangi kata-katanya lagi dan dia memilih untuk pergi begitu saja–meninggalkan sang gadis seorang diri, bersama dengan rasa penasarannya.

Prank! Tiba-tiba saja ada suara benda jatuh yang sangat keras–membuat sang gadis tersentak. Dia membuka matanya lebar-lebar sembari menghela nafas berat karena ternyata kejadian bersama pria itu hanyalah mimipi.

"Astaga …, kok bisa ya, aku mimpiin Raditya." Caca diam termenung.

"Terus …, tadi dia ngomong apa ya di akhir kalimat. Aku seperti mendengar dia mengungkapkan cinta. Tapi masa iya, sih. Ah, nggak mungkin, lah. Ini pasti cuma bunga tidur karena aku tidurnya masih terlalu sore. Sekarang aja, masih jam setengah delapan malam," gumamnya lirih.

Gadis itu turun dari ranjangnya dan keluar dari kamarnya–menuju ke kamar Sandi–abangnya. Dia mengetuk-ngetuk pintu kamar namun tidak ada suara sahutan sama sekali. Tangan kecilnya meraih daun pintu dan berusaha membukanya, namun ternyata di kunci. Dia lalu pergi ke kamar ibunya, namun hal yang sama pula yang dia dapati.

"Argh. Hidup macam apa, ini." Caca menghela nafas kasar, lalu memilih pergi ke ruang tamu dan duduk di sudut ruangan itu.

Dia kembali teringat dengan masa-masa kecilnya dulu saat masih ada ayahnya bersama dia, Sandi dan ibunya. Kini hidupnya terasa hambar dan sunyi, tanpa adanya seorang ayah.

"Andai perceraian itu nggak terjadi, pasti hudupku nggak akan sekelabu ini," gumamnya dalam hati.

"Ca, kamu kok disini, sih. Bukannya tadi kamu tidur ya?" Suara pertanyaan itu tiba-tiba muncul dari samping pintu ruang tengah.

Ya, siapa lagi kalau bukan Sandi– abangnya yang terbangun dari tidurnya.

"Kebangun. Habis mimpi aneh, tadi. Kamu sendiri ngapain bangun?" tanya Caca.

"Aku belum tidur. Tadi lagi video call sama bebeb," ujarnya sambil meringis.

Caca meliriknya dengan wajah murung. Setiap kali dia mendengarkan kata cinta ataupun sejenis pacar, gadis itu memang sangat tidak menyukainya. Baginya cinta itu neraka yang hanya membuat luka dan membangun istana kepedihan, kesengsaraan.

Penilaian itu muncul ketika dia melihat hubungan kedua orangtuanya yang hingga kini tidak bisa bersatu dan juga melihat dirinya sendiri yang tidak bisa bersatu dengan Haikal.

Bripda Raditya mengirim pesan! Suara keras itu datang dari ponsel milik Caca. Dia sengaja memberikan nada dering custome, agar tahu siapa pengirimnya meski tidak melihatnya. Sesuai dengan nada deringnya yang menyatakan bahwa ada pesan masuk dari Bripda Raditya, dia segera mengambil ponselnya dan membuka isi pesan yang sudah masuk di Wa-nya. Tanpa dia sadari, dia tersenyum sendiri ketika membalas pesan dari Raditya.

Sebuah pesan yang hanya berisi sapaan dengan stiker boneka yang lucu, berwarna pink. Sesederhana itu, cara untuk membuat Caca bisa tersenyum kembali. Caca pun membalas pesan itu dengan sapaan. Tentunya dengan stiker yang berbeda, namun sama-sama berbentuk boneka.

Bripda Raditya : Lagi apa sekarang? Saya ganggu kamu, ya?

Caca : Nggak ganggu, kok. Lagi santai aja, nih. Kamu?

Bripda Raditya : Sama dong, saya juga santai. Baru pulang kerja. Kamu sudah salat? Sudah ngaji?

Caca : Udah kok, tapi belum ngaji.

Bripda Raditya : Ya sudah. Ngaji dulu sana, nanti lanjut lagi chating nya. Hehe

Caca terkejut dengan gaya chatting ala Raditya. Di sepanjang umurnya, baru pertama kali ini dia menjumpai seorang pria yang mengajak kenalan dan chatting, hanya sebatas mengingatkan salat dan mengaji. Padahal pada umumnya yang ditanyakan pasti 'sedang apa, sudah makan apa belum, bagaimana bekerjanya, dan ucapan selamat tidur semoga mimpi indah' di waktu malam hari.

Caca tertawa, melihat ada sesuatu yang berbeda dari Raditya– membuatnya menjadi penasaran dan ingin mengenal Raditya lebih jauh. Jiwa usil Caca pun kembali muncul. Dia jadi memiliki ide untuk menjahili Raditya.

Dia sengaja membuat spam chat di WA Raditya, saat dia berpamitan untuk mengaji. Caca berpikir 'Raditya pasti hanya berbohong dan sekedar basa-basi, agar dikira alim' olehnya. Tapi ternyata dugaan Caca salah. Pesannya benar-benar tidak ada satupun yang dibalas oleh Raditya.

Sepuluh pesan darinya yang sengaja dia kirimkan ke WA Raditya itu baru dibalas oleh Raditya ketika malam hari–sekitar pukul sepuluh malam. Pria lulusan pesantren itu meminta maaf ke Caca karena telat membalas pesannya.

Dia juga menjelaskan kepada Caca bahwa, dia baru pulang dari kegiatan Hadroh, di Masjid Nur Hidayah–Polda, bersama teman-temannya satu letting alias satu angkatan.

Hal tersebut membuat Caca menjadi semakin penasaran. Tidak hanya dengan Raditya, tapi juga dengan kegiatannya di kantor dan di asrama. Sebab selama ini yang Caca ketahui dari pekerjaan seorang Polisi hanyalah mengatur jalan, melakukan pengawalan, melakukan penjagaan dan melakukan pengamanan. Dia tidak tahu jika ada kegiatan yang lain, selain kegiatan tersebut.

Caca : Memangnya itu bagian dari kegiatan kantor ya?

Bripda Raditya : Ya, benar. Lebih tepatnya, sama seperti saat kita sekolah dulu, semacam ekstrakurikuler. Hanya saja, ada di dalam suatu institusi bukan sekolah. Itu saja yang membedakan. Hehehe

Caca : Berarti, semua Polisi ikut serta dong?

Bripda Raditya : Nggak, Ca … ini adalah kegiatan Polisi santri. Kegiatan ini adalah ide dari teman-teman yang dulunya pernah mondok dan mendaftar ke Polisi melalui jalur prestasi.

Caca : Sepertinya aku tertarik dengan ceritamu, Pak Pici. Hehe

Bripda Raditya : Sudah malam, lekaslah tidur. Ceritanya kapan-kapan saja ya, kalau ketemu. Hehe

Caca menggerutu, saat pesan balasan terakhirnya tidak bisa masuk karena Raditya sudah mematikan data selulernya. WA nya kini sudah centang satu. Namun tak lama kemudian, Caca tersenyum dan merasa heran dengan sikap Raditya–pria yang pernah ia anggap menyebalkan. Caca kembali ke kamarnya untuk tidur–mengistirahatkan tubuhnya, agar dapat bekerja kembali dengan baik, di esok hari.

Belum cukup lama dia tidur, sudah muncul suara teriakan seorang wanita yang memanggil namanya. Suara itu berasal dari depan rumahnya. Dia juga mendengar Sandi membuka pintu dan menanyai wanita yang belum Caca ketahui. Tetapi pertanyaan Sandi justru di respon dengan perkataan yang menyakitkan–yang menimbulkan perdebatan, sehingga membuat Caca merasa terusik.

Caca keluar dari kamarnya untuk menemui Sandi. Rupanya wanita itu adalah mamanya Haikal yang tidak terima dengan keputusan Caca karena sudah memutuskan hubungan dengan Haikal secara sepihak. Menurutnya, keputusan Caca tidak adil untuk anaknya yang kini sedang sakit dan memanggil-manggil namanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!