Cinta Tumbuh Di Jalan Senayan (Cium Dilan'S)

Cinta Tumbuh Di Jalan Senayan (Cium Dilan'S)

Kisah Es Kopi

Jika engkau bertanya akan kebaikan Tuhan terhadap hambaNya, Maka mungkin inilah jawabannya. Jika engkau bertanya akan keadilan Tuhan terhadap hambaNya, Maka mungkin inilah wujud keadilan itu.

By : Caca

***

“Ca, mikirin apa, sih?” tanya Christie–Adik dari ibunya Caca yang beragama Kristen.

Caca tersadar dari lamunannya, "Nggak mikirin apa-apa kok, Te," jawab Caca, berbohong.

Christie mengangguk pelan, "Kalau ada masalah, ceritalah. Setidaknya, kalau kamu tidak bisa cerita pada manusia, ceritakan pada Tuhan. Dia adalah pendengar dan pemberi yang terbaik."

Christie tersenyum tipis, mengelus lembut kepala Caca yang sudah ia anggap putrinya sendiri. Dia pun berlanjut pergi, meninggalkan Caca, seorang diri di teras rumah, saat senja di hari itu.

Caca menghela nafas kasar dan bergumam dalam kalbunya, "Andai aku bisa menikah dengan Haikal, pasti ibu dan ayah nggak akan seperti ini." Matanya menatap jalanan depan rumah, tanpa berkedip.

Meski sudah dua tahun lebih, dia berpisah dengan Haikal, namun kecewa dan sakit hatinya tak kunjung usai. Membekas dan sesekali masih terasa perih. Kadangkala, Caca berpikir 'akankah dia bisa kembali bersama lagi seperti dulu,' saat keheningan datang menyapanya.

Caca kini sudah tidak lagi bekerja menjadi seorang pendidik. Dia mengundurkan diri sejak masih menjalin hubungan dengan Haikal–satu tahun sebelum dia berpisah dengan Haikal. Profesi barunya saat ini adalah seorang entrepreneur muda, di bidang fashion muslimah.

Profesi tersebut sempat dia jalani bersama dengan Haikal, hanya beberapa bulan saja. Saat mereka berpisah, usaha Caca menjadi sedikit terganggu, sebab ada banyaknya serangan fitnah yang menyerangnya, tanpa dia ketahui–siapa otak dibalik semua kerusuhan yang terjadi.

"Assalamualaikum …" Salam dari seorang wanita berkulit putih dengan mata sipit.

"Waalaikumussalam, tumben kesini nggak bilang-bilang dulu, Da. Ada apa?" tanya Caca.

"Gak papa, lagi mendadak gabut aja, sih. Keluar yuk," ujar Sahida.

"Boleh-boleh … kebetulan, aku juga lagi sumpek. Jenuh di rumah," jawab Caca.

"Tunggu ya, aku ganti baju dulu …" Caca bergegas masuk rumah untuk bersiap-siap. Sementara Sahida, masih menunggu Caca di teras rumah.

Dia duduk seorang diri, sambil berselfie ria. Tak lama, wanita paruh baya muncul, menyapa Sahida yang membuat Sahida kaget dan ponselnya hampir jatuh.

"Masuk dulu, Nak …" ujar wanita itu.

"Eh, iya, Bu … saya disini saja, cari angin," ujar Sahida.

"Ibu buatkan minum ya, Nak …" Wanita paruh baya itu tersenyum dan berjalan, kembali masuk ke rumah.

"Tidak perlu repot-repot, Bu! Saya mau keluar sama Caca!" teriak Sahida. Wanita itu menjawab ucapan Sahida dengan teriakan juga, sebab dia sambil berjalan ke arah dapur.

Sahida bergumam dalam hatinya, "Kok bisa, ya … Caca hidup seperti ini. Jarang keluar rumah, juga terlalu banyak musibah yang dia alami, tapi gak pernah stres dan masih bisa tersenyum."

"Da, ayo, aku udah siap," ujar Caca yang tiba-tiba sudah berada di belakang Sahida.

Mereka berdua pergi mengelilingi kota sambil berpikir 'akan kemanakah mereka' hari itu. Hingga pada akhirnya, Caca mengajak Sahida untuk ke cafe temannya, sekaligus mengenalkan Sahida dengan temannya. Jarak cafe dengan jalanan yang saat ini mereka lintasi, sudah cukup dekat. Hanya perlu waktu tiga menit saja untuk bisa sampai pada lokasi tujuan.

***

"Hai, Bestie! Lagi rame banget, nih. Mau dibantuin nggak?" tanya Caca, dengan suara cukup keras, yang membuat Saras terkejut.

"Astaga … ini anak, selalu ya! Dari dulu nggak pernah bikin gue nggak jantungan. Elo itu kenapa sih, sebenernya? selalu …aja, bikin orang itu naik darah. Nggak bisa apa, ngomong itu yang santai, terus kalau kesini itu janjian dulu gitu?" gerutu Saras.

"Ya sorry … aku niatnya ke sini tuh, secara dadakan gitu. Ya … karena aku gabut di rumah, terus kebetulan ada Sahida yang datang ke rumah untuk ngajakin aku keluar. Ya udah aku ngikut aja," ujar Caca.

"Anehnya, kita sama-sama nggak punya tujuan mau ke mana. Jadi ya … aku pikir lebih baik aku numpang gabut di sini aja, deh. Boleh kan? boleh dong …" Caca memainkan alisnya, menggoda Saras yang sedang kesal.

Sahida terkekeh, sambil menabrakkan lengan tangannya ke lengan Caca. Saras hanya menghela nafas dan menyuruh Caca beserta Sahida menunggu di ruang studio miliknya. Akan tetapi, Caca menolaknya. Dia lebih memilih untuk menjadi tamu cafe dan duduk di ruangan cafe, sambil menikmati semilir angin yang sejuk.

Pyar! Segelas es kopi terjatuh dan membasahi sepatu Caca. Dia mendecik karena kesal. Dengan sigap, pria muda berbadan atletis itu meminta maaf pada Caca karena tidak sengaja mengotori sepatu Caca dengan es kopi. Pria itu pun panik dan mengambil sebuah tisu untuk membersihkan sepatu Caca yang terkena kopi.

"Argh. Sudah. Biar aku bersihkan sendiri! Kalau jalan itu lihat-lihat dong!" ujar Caca.

"Kalau begini, aku nggak bisa salat Dzuhur di jalan, nanti." Caca mengerutkan dahinya sembari terus mengomel dan memarahi pria muda itu.

Pria muda itu pun terus meminta maaf kepada Caca. Dia tiba-tiba menyuruh Caca untuk menunggunya di cafe karena dia akan kembali lagi. Dia berlari keluar dari Cafe. Tidak lama kemudian, dia kembali ke cafe sambil membawa sepasang stocking atau kaos kaki coklat dan rok panjang yang masih baru dan memberikannya ke Caca.

"Hah, buat apa?" tanya Caca.

"Buat ganti nanti kalau mau salat, Mbak. Rok nya itu, 'kan juga kena najis," ujar pria itu.

"Masih baru kok, bukan bekas. Beli di toko sebelah, tadi." Dia tersenyum memandang Caca.

"Nggak usah. Aku bisa salat di rumah, nanti. Telat sedikit nggak apa-apa," jawab Caca.

"Jangan, Mbak. Ini sudah kewajiban saya, karena saya yang salah. Lagi pula, menunda salat itu tidak baik. Selagi kita masih bisa tepat waktu, kenapa memilih untuk menunda?" Dia menyodorkan kresek hitam itu pada Caca, lalu meminta maaf dan kembali memesan minuman.

Bibir Caca masih tampak cemberut dan panjang melebihi hidungnya yang minimalis. Tapi walau begitu, menurut Saras dia masih tetap terlihat manis dan imut. Berulangkali Sahida dan Saras meledek Caca dan menyuruhnya untuk berhenti manyun. Tetapi gadis jutek itu tidak peduli dengan ucapan mereka.

"Ca, cowok tadi itu ganteng, loh. Kamu gak pengen kenalan?" tanya Saras–menggodanya.

"Iya, Ca. Apalagi pas senyum. Aduh ..., meleleh coklat di mulut. Manis bange ...t" sahut Saras.

Caca hanya menirukan ucapan Saras dengan tanpa suara. Dia benar-benar merasa sebal, apalagi yang berulah adalah seorang pria. Sejak dia putus dari Haikal, dia sangat benci dengan pria bahkan dia tak lagi mau percaya.

Terpopuler

Comments

Erni Fitriana

Erni Fitriana

start yg apik....mampir y thor....tertarik untuk lanjut😘🙏🙏🙏

2023-10-18

3

Tri Winarni

Tri Winarni

lanjut Thor jangan gantung ceritanya🙏💪👍

2023-07-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!