Mengandung Anak Dari Majikanku
"Mas, aku pergi dulu." Airin mengecup pipi Dafi ketika wanita berusia 29 tahunan itu hendak pergi.
Pria yang tengah duduk di kursi dan tengah menikmati sarapan paginya itu tersenyum lalu balas mencium bagian sudut bibir Airin wanita yang berprofesi sebagai model tersebut.
"Tapi malam ini kamu pulang, kan?" Pertanyaan Dafi membuat Airin menghela napas.
"Maaf ya Mas, hari ini kegiatanku sangat full apalagi hari ini aku harus pergi keluar kota untuk pemotretan. Jadi, kemungkinan aku menginap." Airin menampilkan raut wajah bersalahnya tapi mau bagaimana lagi menjadi seorang model bukan hanya sekadar pekerjaan bagi Airin tapi hobi yang sudah ia impikan sejak kecil.
"Ya sudah tidak apa-apa. Jaga dirimu baik-baik, ya. Kalau terjadi sesuatu langsung telpon, Mas." Lagi-lagi, Dafi berusaha memahami kesibukan sang istri. Dan menyampingkan keinginannya menghabiskan waktu berdua dengan Airin.
Wanita cantik itu mengangguk semangat lalu kembali mendaratkan ciuman di wajah Dafi.
"Terima kasih ya Mas. Kamu benar-benar suami yang sangat pengertian. Ooh ya, nanti ada pembantu baru yang menggantikan bibi Nunu. Sekitar pukul 10 pagi dia datang."
Dafi mengangguk.
Yaa, karna pembantu lama mereka mengundurkan diri dan sekarang Airin mendapatkan gantinya yang tak lain keponakan dari bibi Nunu. Setidaknya suaminya terurus selama ia sibuk dengan pekerjaannya.
Tatapan Dafi menyendu kala Airin sudah beranjak pergi dari hadapannya dan kembali dengan rutinitas kerjanya yang terkadang membuat Dafi tak suka. Ingin rasanya meminta Airin untuk berhenti bekerja sebagai model, apalagi ia sangat sanggup memenuhi kebutuhan sang istri. Pernah Dafi meminta Airin untuk berhenti bekerja tapi yang ada menimbulkan keributan serta pertengkaran dan membuat Airin tak pulang ke rumah selama seminggu. Mengingat itu membuat Dafi menghela napas panjang. Keras kepala Airin membuat wanita itu sulit di atur.
Sekitar 30 menitan Dafi sudah rapi dengan pakaian formalnya hari ini ada rapat penting dengan klien dan ia harus datang tepat waktu. Dafi merupakan seorang pengusaha muda yang cukup terkenal di beberapa bidang bisnis dan tak heran banyak para wanita yang terpikat dengan ketampanan serta kekayaannya yang pria itu miliki. Namun, tidak ada satu pun yang mampu menggoda bos muda itu. Terlebih Dafi sangat setia dengan Airin.
"Ini kunci rumah. Hari ini ada pembantu baru yang datang." Dafi menyerahkan kunci rumah pada satpam yang berjaga di gerbang rumahnya.
Satpam itu mengangguk seraya menerima kunci yang Dafi serahkan."Baik, Pak Dafi."
•
•
Seorang gadis muda turun dari bus setelah menghabiskan waktu tiga jam untuk sampai di kota ini. Gadis berusia 19 tahunan itu mengeluarkan selembar kertas dari saku bajunya.
"Tinggal cari alamat rumah ini. Tapi aku kurang tahu daerah sini..." gumam Indira menatap alamat rumah yang sudah bibinya tuliskan.
"Eh, Pak!" Indira berteriak kala melihat seorang tukang ojek online yang hendak menjalankan motornya setelah mengantarkan penumpang. Pria dengan jaket hijau itu menoleh menatap gadis muda yang melangkah cepat ke arahnya.
"Bapak tukang ojek?"
"Iya, Neng."
Senyuman mengembang di bibir Indira. Gadis itu segera memperlihatkan alamat rumah yang ingin ia tuju."Bapak tahu alamat ini?"
Tukang ojek yang menatap selembar kertas itu mengangguk."Tahu, Neng."
"Bisa antarkan saya ke sana?"
"Bisa, Neng. Cuma harus order lewat aplikasi dulu. Saya ojek online."
Indira yang mendengar itu mengkerutkan keningnya seolah tak paham."Maksudnya di order apa?"
"Maksudnya di order lewat HP, Neng," ucap tukang ojek online itu sambil memperlihatkan ponsel miliknya."Memangnya Neng nggak punya HP?"
Dengan raut wajah polosnya Indira menggeleng. Ia sebenarnya punya ponsel tapi bentuk ponselnya berbeda dengan yang diperlihatkan tukang ojek itu. Lebih tepatnya ia masih menggunakan ponsel jadul.
"Ya sudah naik, biar saya anterin nggak usah order lewat aplikasi. Tapi bayarannya sedikit mahal."
Indira yang mendengar itu tersenyum berbinar lalu mengangguk setuju. Gadis itu segera mendudukkan dirinya di jok belakang motor dan tas besarnya di pegang oleh tukang ojek online itu. Indira bersyukur karna dengan mudah ia bisa pergi ke alamat tersebut tanpa ada kendala. Teman-temannya di desa selalu mengatakan di kota besar banyak orang jahat dan jambret tapi lihatlah sekarang ada tukang ojek yang mau mengantarkannya ke alamat yang ia tuju tanpa susah-susah bertanya dengan orang-orang.
Sementara di tempat lain Dafi tampak tersenyum menatap balita berusia 2 tahun yang tampak tertawa kala sang ayah mengajaknya bercanda. Sungguh, melihat itu membuat hati Dafi menghangat. Rasanya ingin sekali memiliki putra seperti balita di hadapannya sekarang.
"Airin masih dengan pendiriannya?" tanya Arnold yang tak lain adalah sahabat dari Dafi. Mereka berdua tak sengaja bertemu di restoran tempat Dafi melakukan pertemuan dengan klien nya.
Dafi menghela napas berat mendengar pertanyaan tersebut. Pertanyaan yang selalu di tanyakan orang tuanya.
"Iya. Aku juga tidak bisa berbuat apa-apa. Airin tidak ingin hamil kecuali dia sendiri yang menginginkannya," balas Dafi sendu.
Arnold terkekehan pelan."Seharusnya kamu lebih tegas lagi dengan Airin, Daf. Pernikahan kalian berdua bukan setahun atau dua tahun, tapi 6 tahunan. Sampai sekarang kamu belum memiliki keturunan karna keegoisan istrimu itu."
"Aku sangat mencintai istriku. Dan rasanya tak tega memaksa dia untuk mengandung anakku."
"Dafi, Dafi. Sikapmu yang seperti ini akan membuat Airin bertingkah seenaknya. Cinta boleh tapi jangan sampai membuat kamu lemah seperti ini. Jadi suami harus tegas!"
Dafi hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan Arnold. Matanya lebih fokus menatap balita di pangkuan sahabatnya tersebut.
"Maaf Mas, lama," ucap seorang wanita yang datang menghampiri meja tempat Arnold dan Dafi duduk sekarang.
"Tidak apa-apa, Sayang. Sudah selesai urusannya?" tanya Arnold pada sang istri yang kini mengambil alih putranya dari pangkuan sang suami.
"Sudah Mas. Eh, ada Dafi ternyata." Sinta tampak terkejut dan baru menyadari sosok Dafi ada di sini."Kamu janjian dengan Dafi di sini?" tanya Sinta yang kini menoleh menatap Arnold.
"Tidak, kami tidak sengaja bertemu, Sayang. Dia ada urusan di restoran ini."
Sinta yang mendengar itu manggut-manggut.
"Bagaimana kabar kamu dan Airin, Daf?" tanya Sinta seraya mendudukkan dirinya di samping sang suami.
"Aku dan Airin baik."
"Airin sudah hamil?" Pertanyaan Sinta membuat Arnold menyenggol lengan istrinya memperingatkan untuk tidak membahas hal tersebut.
Dafi menggeleng dan memaksakan senyum di wajahnya."Belum. Doakan saja."
•
•
Dafi melepaskan dasi yang melingkar di lehernya. Pria itu baru saja pulang setelah urusan kantor selesai. Pria itu melangkahkan kakinya menuju kamar namun suara yang bersumber dari dapur menghentikan langkah pria itu. Kini, langkah Dafi berbelok menuju dapur. Matanya menangkap sosok wanita tengah sibuk mencuci piring di wastafel.
"Kamu siapa?"
Suara berat Dafi membuat gadis itu terkejut dan hampir menjatuhkan piring yang ia pegang. Indira membalikkan badannya, matanya menatap sosok pria tinggi tegap berdiri di hadapannya sekarang.
"Sa-saya pembantu baru, Tuan," ucap Indira tersendat-sendat dengan kepala tertunduk tak berani menatap sepasang mata tajam itu.
Dafi menghela napas berat. Ia baru ingat hari ini ada pembantu baru yang menggantikan bibi Nunu.
"Buatkan saya kopi. Jangan terlalu manis. Letakkan di atas meja makan," titah Dafi setelahnya ia melangkah kembali menuju kamarnya.
Indira mulai berani mengangkat pandangan matanya menatap punggung lebar sang majikan yang kini hilang dari pandangan matanya. Gadis itu buru-buru membuatkan kopi yang Dafi minta.
"Aku usahakan untuk datang malam ini." Suara Dafi membuat rasa canggung dan gugup kembali menyelimuti benak Indira.
Saat ini Indira tengah sibuk membuat makan malam sesuai intruksi bibinya sebelum ia berangkat ke kota. Bibinya mengatakan untuk selalu menyiapkan makanan setiap pagi dan malam tanpa harus di minta majikan.
Dafi mematikan sambungan telponnya dan mendudukkan dirinya di kursi dekat meja makan. Pria itu mulai menyeruput kopi panas yang pembantunya buat. Rasanya tidak jauh beda dengan buatan bibi Nunu.
"Siapa namamu?" Pergerakan tangan gadis itu terhenti. Ia menoleh menatap majikannya karna ruang dapur tidak jauh dengan meja makan, membuat Dafi bisa melihat apa yang sedang Indira lakukan.
"Na-nama saya Indira." Lagi-lagi Indira menjawab dengan suara yang tersendat-sendat. Mungkin karna merasa asing membuat gadis itu gugup.
Dafi yang mendengar itu mengangguk samar dan kembali meminum kopinya.
"Malam ini saya pergi. Kamu tidak perlu menunggu saya, saya bawa kunci candangan rumah ini."
"Baik, Tuan."
"Dan saat saya ajak bicara jangan menunduk!"
_______
Hai semuanya! Selamat datang di karya baru aku😆
Spoiler untuk bab selanjutnya aku upload di Instagram @Khazana_va
Dan jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberikan like dan komen. See you di part selanjutnya:)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Soraya
permisi numpang duduk dl ya kak
2023-10-10
1
Tatik Tabayy
sukaaaaa
2023-10-10
0
Tatik Tabayy
bagus
2023-10-10
0