"Untuk apa datang ke sini?" Pertanyaan ketus Dafi membuat Jo yang melangkah menghampiri sahabatnya tersebut mengkerutkan keningnya, tak biasa dengan sikap Dafi saat ini.
"Hey, kamu kenapa Dafi? Sepertinya tidak suka sekali aku datang ke sini." Jo menampilkan raut wajah herannya.
Dafi mengusap wajahnya kasar. Kenapa ia jadi kesal seperti ini hanya karna melihat Jo berdekatan dengan Indira. Ia harus sadar dari kegilaan ini, Indira hanya wanita kampungan yang ia nikahi hanya sekadar tanggungjawab. Jangan sampai ia menyukai wanita kampungan itu.
Jo menatap heran sekaligus bingung dengan sikap aneh Dafi.
"Kamu kenapa, Dafi? Seperti orang banyak masalah," celetuk Jo, menyentuh bahu sahabatnya tersebut.
"Aku tidak apa-apa. Sebaiknya kita masuk ke dalam." Dafi masuk ke dalam rumah diikuti oleh Jo.
Jo menjatuhkan dirinya ke sofa sebelum Dafi mempersilakan nya duduk terlebih dahulu. Terlalu sering bertamu ke rumah Dafi membuat Jo menganggap rumah ini seperti rumah keduanya.
"Ada apa kamu datang ke sini?"
"Heh? Bukannya aku sudah biasa datang ke sini? Kamu sepertinya kurang minum air putih, Dafi. Mendadak kamu pelupa dan cepat kesal." Jo terkekeh geli sementara Dafi mendengus.
"Kepalaku sangat pusing sekali. Orang tuaku terus memintaku untuk cepat menikah sedangkan aku belum siap," ucap Jo yang mulai curhat. Raut wajah pria itu terlihat frustasi.
Di usia ke-30 tahun yang menjadi usia cukup matang untuk menikah bagi seorang pria, namun Jo benar-benar belum siap untuk mengikat hubungan serius dengan seorang wanita. Saat ini ia begitu menikmati kesenangannya sebagai playboy yang suka gonta-ganti wanita dan tidak yakin akan setia dengan istrinya nanti.
Dafi tampak malas-malasan mendengar curhatan sahabatnya tersebut. Sudah beberapa kali Jo curhat masalah ini.
"Ucapan orang tuamu memang benar. Umurmu sudah sangat tua dan sudah seharusnya kamu menikah."
"Hey! Aku masih sangat muda. Dan aku belum siap untuk_"
Jo yang awalnya menyela ucapan Dafi, tiba-tiba terdiam. Suaranya lenyap. Pria itu menatap ke arah belakang Dafi. Tentu hal tersebut membuat Dafi heran dan mengikuti arah pandang Jo. Tampak Indira muncul dari dapur lalu menghampiri mereka berdua dan meletakkan dua cangkir teh hangat di atas meja.
Kekesalan Dafi yang awalnya sudah mulai padam kini kembali naik dengan dada bergemuruh ketika Indira menghampiri mereka berdua. Dan jangan lupakan tatapan Jo yang tak lepas memandangi istri keduanya itu.
"Jangan lihat dia seperti itu!" sentak Dafi membuat Jo beralih menatapnya."Dan kamu, kembali ke belakang! Saya tidak meminta dibuatkan teh!"
Bentakkan Dafi membuat Indira tersentak sekaligus takut. Ia membuat teh sesuai perintah majikannya, Airin. Tanpa ingin memperpanjang masalah Indira segera kembali ke dapur dengan perasaan sesak. Ia selalu salah di mata majikannya.
"Seharusnya kamu tidak membentaknya seperti itu, Daf. Kasihan dia," ucap Jo tak suka dengan sikap Dafi cukup kasar.
Dafi mengeraskan wajahnya."Dia pembantuku. Terserahku ingin berbuat apa!"
Jo yang mendengar itu membulatkan mulutnya. Sekarang ia tahu bahwa wanita muda itu IRT di rumah Dafi. Senyuman penuh maksud terukir di bibir Jo. Dafi yang melihat senyuman sahabatnya itu seolah bisa membaca apa yang dipikirkan Jo saat ini.
"Jangan berani-berani mendekati pembantu ku!" peringat Dafi mewanti-wanti Jo.
"Memang kenapa? Dia belum ada yang punya, kan?"
Tanpa Jo ketahui, kedua tangan Dafi sudah mengepal di bawah sana. Berusaha merendam rasa panas dalam dada nya. Meski hanya istri siri yang dinikahi karna terpaksa, Dafi menganggap Indira miliknya, selama wanita itu berstatus sebagai istrinya.
"Tapi aku melarang kamu mendekati Indira. Cari wanita lain. Dia masih kecil."
Sekarang Jo kembali tahu tentang nama wanita muda. Entahlah, semakin Dafi melarangnya, ia semakin ingin mendekati wanita muda itu.
"Biar kucoba dulu. Siapa tahu kami berdua cocok. Umur tak jadi masalah." Jo tertawa ringan setelah mengatakan itu. Wajah Dafi semakin keruh.
•
•
"Sengaja memperlihatkan diri di hadapan teman saya? Murahan!" Ucapan pedas dengan begitu mudah meluncur dari mulut Dafi. Ucapannya tak sejalan dengan hatinya. Sikap cemburu Dafi seperti anak remaja yang labil.
Dafi pun tak mampu menepis rasa cemburu yang merabat dalam benaknya.
Sementara Indira sangat terkejut ketika Dafi menarik pergelangan tangannya begitu kasar. Dan ucapan Dafi yang begitu kasar dan merendahkan dirinya membuat hati Indira sakit.
"Maksud Tuan apa?"
Dafi berdecak.
"Tidak usah pura-pura tidak tahu. Mulai sekarang jangan pernah memperlihatkan dirimu di depan teman saya ataupun pria manapun!"
Indira mengigit bibir bawahnya berusaha meredam rasa sesak menghantam dadanya. Bukan, bukan karna ucapan suaminya yang membuat ia sakit tapi cara bicara suaminya begitu kasar.
"Tapi, kenapa?"
"Tidak perlu bertanya kenapa. Yang jelas saya tidak suka dan menurut dengan perintah saya!"
"Ba-baik Tuan." Tanpa permisi terlebih dahulu, Indira pergi dari hadapan suaminya. Tak ingin membuat Dafi melihat rembesan air mata yang berhasil meluruh.
Melihat kepergian Indira tiba-tiba saja rasa bersalah menyusup dalam benak Dafi. Apa ia terlalu kasar? Apalagi melihat raut wajah Indira begitu takut.
Jam dinding menunjukkan pukul 12:00 malam, namun Dafi belum tertidur. Ia menoleh menatap Airin yang tertidur begitu nyenyak di sampingnya. Istrinya terlihat sangat kelelahan. Dafi mendekat pada sang istri lalu memberikan kecupan di kening Airin.
Kini, Dafi turun dari kasur lalu melangkah keluar dari kamar. Tungkai panjang pria itu berjalan menaiki tangga. Entah mengapa Dafi ingin melihat keadaan Indira. Setelah kejadian tadi siang wajah istri kecilnya terlihat murung. Sepertinya ia memang sudah keterlaluan.
Saat membuka pintu kamar Indira yang terlihat adalah kosong. Tidak ada sosok Indira dalam kamar tersebut. Dafi menatap ke sekeliling setiap sudut ruangan. Jantungnya berdegup lebih cepat.
"Ke mana dia? Apa jangan-jangan..." Dafi kembali menuruni anak tangga begitu buru-buru lalu berjalan menuju dapur.
Dafi bernapas lega ketika mendapati sosok Indira berada di kamar belakang. Kenapa wanita itu kembali lagi ke kamar ini padahal ia sudah mengatakan untuk tidur di kamar lantai atas. Pria itu melangkah menghampiri Indira lalu mendudukkan dirinya di bibir kasur.
Dengan lembut Dafi menarik bahu Indira yang tidur membelakanginya. Kini, Indira tidur dengan posisi telentang. Yang pertama kali Dafi lihat dari wajah Indira adalah mata sembab dan hidung merah istrinya. Bahkan air mata di wajah istrinya masih terasa basah.
"Apa saya terlalu kasar, hmm?" Dafi membelai wajah Indira begitu lembut.
Sentuhan yang Dafi berikan membuat sepasang mata coklat itu terbuka.
"Tu-tuan..." Indira begitu terkejut mendapati majikannya berada tepat di depan wajahnya.
Dan saat Indira ingin menjauh dari Dafi, dengan gerakkan tak terduga pria itu membenamkan bibirnya di bibir ranum sang istri. Tubuh Indira mendadak kaku bak patung.
______
Hai semuanya! Terima kasih sudah mampir
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberikan like dan komen. See you di part selanjutnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Ludi Asih
duhh takut ada perangg
2023-10-10
0
Toto Suharto
yakin tuh fantasi liarnya mau diterusin🤣🤣🤣nanti airin bangun trs php lagi kaya kemarin 🤣🤣🤣
2023-08-08
0
Ainisha_Shanti
dasar lelaki munafik, suka sangat membelakangi hati dan perasaannya sendiri
2023-08-08
2