Waktu menunjukkan pukul 12: 00 malam namun Indira masih sibuk berkutat dengan setrika, menyelesaikan menggosok pakaian Airin. Kantung mata wanita itu tampak hitam, sayu, dan bengkak karna terlalu lama menangisi nasib sial yang ia dapatkan. Apalagi setelah tahu ia positif hamil. Pikirannya saat ini benar-benar kalut dan bercabang.
Ia bingung harus bagaimana ke depannya. Dan bagaimana mengatakan hal ini pada majikannya tentang kehamilannya. Apa ia rahasiakan saja? Karna tidak menutup kemungkinan pria itu mau bertanggungjawab dengan janin yang ia kandung sekarang. Yang ada majikannya akan semakin memberikan tekanan yang lebih menyakitkan bila tahu kehamilan ini.
Dan semenjak kejadian malam mengerikan yang menimpanya waktu itu, Indira jarang makan dan itu pun sedikit. Membuat badan wanita itu terlihat sangat kurus dan pipi yang awalnya chubby kini tampak tirus.
Sepasang kaki melangkah mendekati ruangan tempat Indira tengah sibuk dengan pekerjaannya. Tangan kekar itu terulur memutar daun pintu secara perlahan namun tetap menimbulkan suara yang membuat Indira menatap ke arah pintu. Lagi-lagi tubuh wanita itu menegang dengan sorot ketakutan yang terpancar dari matanya melihat sosok Dafi berdiri di ambang pintu.
Mau apa pria itu ke sini? Pikiran-pikiran buruk mulai menyelimuti isi kepala Indira.
"Buatkan saya kopi," ucap Dafi memerintah dengan nada suara yang dingin. Setelahnya pria itu pergi dari sana.
•
•
Indira mengaduk-aduk kopi yang tengah ia buat untuk sang majikan. Walaupun hatinya bersikeras untuk tidak menuruti perintah pria itu karna rasa benci yang tertanam kuat dalam hatinya. Namun, bagaimana pun Dafi tetap majikannya yang memegang kendali atas dirinya. Jika uang sudah berbicara semua akan tunduk apalagi Dafi memiliki kekuasaan.
"Ini, Tuan..." Indira meletakkan secangkir kopi panas di atas meja.
Saat ini Dafi tengah duduk santai di balkon tengah malam dengan udara malam yang begitu menusuk ke tulang.
Dafi meraih cangkir kopi itu baru satu hirupan pria itu tiba-tiba menyemburkannya membuat Indira terkejut melihatnya.
"Kamu sengaja ngasih garam di kopi saya?" ucap Dafi ketus meletakkan kasar cangkir kopi itu ke meja.
"Ti... tidak," balas Indira tersendat-sendat Seingatnya ia memasukkan gula bukan garam.
"Akh..." Indira terpekik kala Dafi menarik pergelangan tangannya dengan kasar.
"Sekarang kamu minum kopi ini!"
Dafi memaksa Indira meminum kopi itu. Mata wanita itu membulat sempurna dan pelupuk mata yang berair merasakan rasa asin yang sangat menyiksa indra perasanya. Meskipun begitu, Indira menelan kopi itu, tak berani memuntahkan di hadapan Dafi. Bahkan nyali dan tenaga Indira semakin menciut kala Dafi menatap tajam padanya.
"Bagaimana dengan rasanya? Tidak enakkan?!" bentaknya, tanpa sadar membuat mata wanita muda itu berkaca-kaca.
Indira mengangguk."Ma ... maaf saya tidak sengaja, Tuan. Biar saya buatkan lagi."
"Tidak perlu. Pergi sana!" Dafi mengusik secara kasar Indira. Membuat dada wanita muda yang saat sensitif itu terasa pedih dan sesak.
Indira berlalu pergi dari hadapan Dafi dengan air mata berguguran membasahi wajahnya yang pucat. Dafi menatap kepergian wanita itu, tapi tunggu, ia baru sadar badan Indira terlihat sangat kurus berbeda saat pertama kali bekerja. Meskipun begitu Dafi menghiraukan kondisi pembantunya tersebut. Toh bukan urusannya.
Pria itu menyalakan sebatang rokok lalu menyesapnya. Pertengkarannya dengan Airin membuat emosinya tidak bisa di tahan. Akhir-akhir ini mereka berdua selalu bertengkar.
•
•
Suara alarm jam membuat Dafi yang tampak nyenyak dalam tidurnya kini terbangun. Dengan mata yang masih terpejam ia meraih alarm jam itu lalu mematikannya. Hari ini ia harus berangkat pagi ke kantor. Dafi menoleh ke samping kasur. Kosong. Airin sudah tidak ada. Dan itu sudah hal biasa bagi Dafi karna Airin sangat mengutamakan pekerjaannya.
Dengan malas Dafi bangun dari kasur. Ia menghela napas panjang seraya mengusap wajahnya kasar. Pria itu bangkit dari kasur untuk segera mandi setelah itu ia akan berangkat ke kantor.
Sekitar 20 menitan Dafi sudah rapi dengan pakaian formalnya. Ia melangkah menuju ke meja makan yang tampak kosong. Tidak ada secangkir kopi ataupun sarapan yang selalu Indira sediakan setiap pagi.
"Indira!"
Suara keras Dafi menggelar dalam ruangan itu memanggil pembantunya. Namun, tidak ada sahutan ataupun tanda-tanda wanita itu akan muncul.
"Ke mana dia?"
Dafi melangkahkan tungkai panjangnya menuju kamar Indira. Entah mengapa hatinya memintanya untuk ke kamar wanita tersebut. Biasanya Indira akan datang saat ia panggil.
"Indira..." Dafi mengetuk pintu kamar wanita itu yang tertutup rapat. Dan lagi-lagi tidak ada sahutan dari dalam. Dafi memutar daun pintu kamar lalu mendorongnya.
Saat pintu terbuka, terlihat Indira meringkuk di atas kasus seperti bayi kedinginan. Tubuh wanita muda itu gemetar.
"Indira, kamu kenapa?" ucap Dafi yang kini berdiri di samping kasur. Ia terkejut kala menyentuh lengan Indira."Kamu demam."
Kini, tangan Dafi beralih menyentuh kening Indira. Suhu tubuh wanita tersebut panas tinggi. Indira memejamkan matanya yang terasa berat dan panas. Ia mendengar majikannya memanggil namanya tapi tubuhnya benar-benar tak bertenaga untuk sekadar menyahut panggilan Dafi.
Pria itu menarik tubuh mungil Indira dalam pelukannya lalu menggendongnya. Indira pasrah kala majikannya mengangkat tubuhnya dari kasur. Tubuhnya benar-benar lemas. Sementara Dafi membawa Indira keluar dari kamar. Pria itu berjalan tergesa-gesa membawa pembantunya keluar dari rumah.
Dafi memasukkan Indira ke dalam mobil. Ia akan membawa wanita tersebut ke rumah sakit. Ia tidak sejahat itu membiarkan Indira seperti ini. Dan ia membawa Indira ke rumah sakit karna kasihan serta memiliki tanggung jawab pada wanita tersebut.
•
•
Sebuah mobil hitam berhenti di sebuah gedung yang menjadi studio tempat photoshoot. Airin turun dari mobil itu kala Seno membuka pintu mobil untuknya membuat ia tersenyum.
"Kamu yakin suamimu tidak marah kita berangkat kerja bersama?" tanya Seno seraya melangkahkan kakinya menyelaraskan langkah Airin.
Wanita itu menoleh dengan senyuman menawannya."Tidak. Untuk apa marah toh aku bekerja, bukan?"
"Bagaimana setelah kamu photoshoot kita makan siang bersama? Aku yang akan mentraktirmu."
Airin mengangguk. Seno tersenyum lebar. Tidak memungkiri pria itu jatuh dalam pesona Airin. Wanita itu sangat cantik dari segi fisik. Dilihat dari sisi mana pun Airin sangat menarik dan nyaris sempurna. Jadi, tak heran banyak beberapa perusahaan yang menawarkan wanita itu kontrak kerja sebagai model mereka.
"Dafi sangat beruntung mendapatkanmu," ucap Seno memuji. Airin hanya menanggapi dengan kekehan ringan.
_______
Hai semuanya! Terima kasih sudah mampir
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberikan like dan komen. See you di part selanjutnya:)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Ludi Asih
kayaknya airin bakal kena perangkap seno dech
2023-10-10
0
Maulana ya_Rohman
kapan ya Indira bisa terbebas dari tekanan Dafi🤔🤔...
aku ikutan mewek thor😭😭😭😭😭😭
2023-07-26
1
MissHaluuu ❤🔚 "NingFitri"
kurang banyak🤭🤗
2023-07-26
0