Secercah sinar cahaya matahari pagi mulai muncul. Kicauan burung yang bersahut-sahutan di pagi hari menjadi hal pertama yang masuk ke indra pendengaran Dafi. Perlahan pria itu membuka matanya. Tatapan Dafi menatap ke arah Indira, entah sengaja atau tidak wanita muda itu merapatkan tubuhnya pada dirinya seolah mencari kenyamanan. Wajah polos sang istri membuat rasa bersalah menyusup dalam benak Dafi.
Apakah Dafi menyesal telah merusak wanita muda itu? Maka jawabannya adalah iya. Bohong bila ia tidak menyesal atas apa yang ia lakukan pada Indira. Apalagi usia istri keduanya saat ini terbilang masih muda. Kini, tatapan Dafi beralih pada bibir pink pucat milik Indira. Bibir yang pernah ia nikmati. Meski dalam keadaan mabuk ia masih ingat betul rasa bibir istri keduanya tersebut termasuk malam panas yang mereka berdua lewati.
Masih dalam posisi berbaring, Dafi perlahan mendekatkan wajahnya hingga ia bisa merasakan hembusan napas hangat wanita tersebut. Tidak apa-apa ia mencium Indira, toh wanita itu sudah jadi istrinya.
Namun, belum sempat ia menyatukan bibirnya Indira melenguh dan perlahan membuka matanya, membuat Dafi buru-buru menjauhkan dirinya.
"Eugh... Tuan. Apa sudah pagi?" tanya Indira serak.
Dafi yang sudah mengubah posisi tiduran menjadi duduk membelakangi Indira menoleh sekilas.
"Kamu bisa lihat sendiri jam dinding!"
Ucapan Dafi yang sedikit ketus membuat Indira tampak sedih. Tanpa ingin berkata apapun pria itu bangkit dari ranjang yang membuat sekujur tubuhnya terasa sakit. jujur, ia tak biasa tidur di tempat keras seperti itu. Di tambah nyamuk mengigit tubuhnya, meninggalkan benjolan merah-merah yang terasa gatal di tubuh Dafi.
Melihat suaminya keluar dari kamar, Indira bangun dari kasur. Tiba-tiba saja perutnya terasa bergejolak. Buru-buru ia bangkit dari ranjang lalu membuka jendela yang ada di kamar tersebut. Indira memuntahkan cairan bening dari dalam mulutnya. Air mata berguguran dari manik coklat indah itu.
Setiap pagi ia selalu tersiksa dengan rasa mual yang benar-benar menyiksa. Sebuah sentuhan lembut di punggung membuat Indira menoleh. Bibi Nunu mengusap punggung keponakannya. Tatapan wanita paruh baya itu tampak iba.
"Apa setiap bagi sering seperti ini, Nak?" tanya bibi Nunu lembut tanpa menghentikan gerakan tangannya mengusap punggung sang keponakan.
Indira mengangguk sambil ia mengusap kasar sudut bibirnya.
"Nanti Bibi buatkan teh jahe supaya nggak mual lagi. Selama hamil kamu makannya banyak?"
Indira menggeleng."Nggak, Bi."
Bibi Nunu menghela napas berat."Harus banyak makannya apalagi kamu sering muntah seperti ini. Bibi sedih lihat badan kamu kurus kayak gini."
Bibi Nunu memeluk Indira. Bukan hanya sedih melihat kondisi fisik keponakannya tapi sedih atas masalah yang menimpa keponakannya tersebut. Ia seberusaha mungkin menahan kristal bening jatuh dari pelupuk matanya. Ia tidak ingin Indira semakin sedih melihatnya menangis.
Dalam hatinya bibi Nunu berdoa agar masalah yang menimpa Indira tergantikan oleh kebahagiaan. Dan berharap Dafi benar-benar menjaga Indira.
"Kamu kenapa?" Dafi sedikit terkejut melihat Indira bersandar di ranjang kayu dengan raut wajah yang begitu pucat dan lemas.
Dafi baru saja dari kamar mandi sekadar cuci muka. Pria itu mendekat pada sang istri.
"Tidak apa-apa Tuan," balas Indira mengulas senyum tipis. Tangan Dafi terulur menyentuh kening sang istri. Suhu badan wanita itu normal tapi kenapa Indira terlihat seperti sedang sakit?
"Ini di minum dulu teh jahenya."
Dafi menoleh ketika bibi Nunu masuk ke dalam kamar lalu memberikan secangkir teh jahe pada Indira.
"Indira mual-mual, jadi Bibi buatkan teh jahe," ucap bibi Nunu menjelaskan sebelum Dafi bertanya.
Dafi diam tak membalas, tatapannya fokus dengan Indira yang kini meminum teh jahe tersebut sampai tandas.
"Tuan Dafi mau makan apa? Nanti bibi buatkan," ucap bibi Nunu.
"Terserah saja, Bi. Bisa tinggalkan kami berdua?"
Wanita paruh baya itu mengangguk. Sementara Indira menatap suaminya dengan kening mengkerut. Setelah melihat bibi Nunu benar-benar keluar dari kamar, Dafi mulai membuka suara kembali.
"Setelah sarapan pagi kita langsung pulang. Pekerjaan saya banyak jadi tidak bisa berlama-lama di sini."
"Tapi apa boleh saya tinggal sementara di sini, Tuan? Nanti saya akan kembali lagi ke kota sendiri." Jujur ia masih ingin berlama-lama di rumah ini.
"Tidak bisa!" sambar Dafi cepat."Kamu harus ikut saya pulang."
Indira menghela napas pelan setelahnya mengangguk. Melihat raut wajah sang istri yang berubah membuat Dafi sedikit kasihan.
"Kapan-kapan kita ke sini lagi. Saya takut Airin tiba-tiba pulang."
Indira kembali mengangguk lalu mengulas senyum tipis.
•
•
Setelah sarapan pagi dan sedikit mengobrol santai dengan bibi Nunu dan paman Abdi kini keduanya berpamitan pulang. Dafi seperti di buru waktu membuat Indira yang ingin berlama-lama di sini karna rindu harus kembali lagi ke kota. Sekarang statusnya bukan pembantu lagi tapi istri namun apakah ia bisa berperan sebagai istri bila di rumah ia juga harus berpura-pura sebagai pembantu demi menutupi hubungannya dengan majikannya, Dafi?
Memikirkan hal ini membuat kepala Indira terasa sangat pusing.
Sekitar dua jam perjalanan pulang dari Bandung akhirnya keduanya sudah sampai di rumah. Dafi keluar lebih dulu dari mobil setelah itu baru di susul oleh Indira sambil membawa tas dan beberapa barang lainnya . Pria itu seperti tak peduli dengan sang istri yang begitu kesusahan membawa barang miliknya.
"Ini tempat tidurmu. Jangan tidur di belakang lagi."
Setelah memasuki rumah Dafi menggiring Indira ke kamar atas. Kamar yang biasanya menjadi kamar tamu
Indira menatap kamar yang didominasi warna abu-abu dan putih tersebut. Kamar ini tak beda jauh dengan kamar yang ditempati oleh Dafi dan Airin. Ini terlalu luas bagi Indira.
"Saya lebih baik tidur di belakang saja, Tuan. Saya tidak ingin nyonya Airin sampai curiga," ucap Indira sendu.
Dafi terdiam sejenak. Apa yang Indira katanya memang benar. Tapi saat ini Indira tengah mengandung anaknya. Ia tak ingin anaknya kenapa-kenapa.
"Biar itu urusan saya. Kamu tetap tidur di sini. Dan jangan beraktivitas berlebihan," ucap Dafi datar namun tersirat perhatian di dalamnya.
"Dan satu lagi jangan sampai Airin tahu status kita, saya menikahimu karna tanggung jawab."
_________
Hai semuanya! Terima kasih sudah mampir
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberikan like dan komen. See you di part selanjutnya:)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
MissHaluuu ❤🔚 "NingFitri"
duhhh perihhh banget sihhh
2023-08-03
0
Maulana ya_Rohman
ku do'akan semoga cepet buvin sama Indira😠😠😠😠😡
2023-08-03
0
Ita Rosita
menikah karna tanggung jawab ntar lama lama juga bucin s davi
2023-08-03
0