"Mas, aku pergi dulu." Airin mengecup pipi Dafi ketika wanita berusia 29 tahunan itu hendak pergi.
Pria yang tengah duduk di kursi dan tengah menikmati sarapan paginya itu tersenyum lalu balas mencium bagian sudut bibir Airin wanita yang berprofesi sebagai model tersebut.
"Tapi malam ini kamu pulang, kan?" Pertanyaan Dafi membuat Airin menghela napas.
"Maaf ya Mas, hari ini kegiatanku sangat full apalagi hari ini aku harus pergi keluar kota untuk pemotretan. Jadi, kemungkinan aku menginap." Airin menampilkan raut wajah bersalahnya tapi mau bagaimana lagi menjadi seorang model bukan hanya sekadar pekerjaan bagi Airin tapi hobi yang sudah ia impikan sejak kecil.
"Ya sudah tidak apa-apa. Jaga dirimu baik-baik, ya. Kalau terjadi sesuatu langsung telpon, Mas." Lagi-lagi, Dafi berusaha memahami kesibukan sang istri. Dan menyampingkan keinginannya menghabiskan waktu berdua dengan Airin.
Wanita cantik itu mengangguk semangat lalu kembali mendaratkan ciuman di wajah Dafi.
"Terima kasih ya Mas. Kamu benar-benar suami yang sangat pengertian. Ooh ya, nanti ada pembantu baru yang menggantikan bibi Nunu. Sekitar pukul 10 pagi dia datang."
Dafi mengangguk.
Yaa, karna pembantu lama mereka mengundurkan diri dan sekarang Airin mendapatkan gantinya yang tak lain keponakan dari bibi Nunu. Setidaknya suaminya terurus selama ia sibuk dengan pekerjaannya.
Tatapan Dafi menyendu kala Airin sudah beranjak pergi dari hadapannya dan kembali dengan rutinitas kerjanya yang terkadang membuat Dafi tak suka. Ingin rasanya meminta Airin untuk berhenti bekerja sebagai model, apalagi ia sangat sanggup memenuhi kebutuhan sang istri. Pernah Dafi meminta Airin untuk berhenti bekerja tapi yang ada menimbulkan keributan serta pertengkaran dan membuat Airin tak pulang ke rumah selama seminggu. Mengingat itu membuat Dafi menghela napas panjang. Keras kepala Airin membuat wanita itu sulit di atur.
Sekitar 30 menitan Dafi sudah rapi dengan pakaian formalnya hari ini ada rapat penting dengan klien dan ia harus datang tepat waktu. Dafi merupakan seorang pengusaha muda yang cukup terkenal di beberapa bidang bisnis dan tak heran banyak para wanita yang terpikat dengan ketampanan serta kekayaannya yang pria itu miliki. Namun, tidak ada satu pun yang mampu menggoda bos muda itu. Terlebih Dafi sangat setia dengan Airin.
"Ini kunci rumah. Hari ini ada pembantu baru yang datang." Dafi menyerahkan kunci rumah pada satpam yang berjaga di gerbang rumahnya.
Satpam itu mengangguk seraya menerima kunci yang Dafi serahkan."Baik, Pak Dafi."
•
•
Seorang gadis muda turun dari bus setelah menghabiskan waktu tiga jam untuk sampai di kota ini. Gadis berusia 19 tahunan itu mengeluarkan selembar kertas dari saku bajunya.
"Tinggal cari alamat rumah ini. Tapi aku kurang tahu daerah sini..." gumam Indira menatap alamat rumah yang sudah bibinya tuliskan.
"Eh, Pak!" Indira berteriak kala melihat seorang tukang ojek online yang hendak menjalankan motornya setelah mengantarkan penumpang. Pria dengan jaket hijau itu menoleh menatap gadis muda yang melangkah cepat ke arahnya.
"Bapak tukang ojek?"
"Iya, Neng."
Senyuman mengembang di bibir Indira. Gadis itu segera memperlihatkan alamat rumah yang ingin ia tuju."Bapak tahu alamat ini?"
Tukang ojek yang menatap selembar kertas itu mengangguk."Tahu, Neng."
"Bisa antarkan saya ke sana?"
"Bisa, Neng. Cuma harus order lewat aplikasi dulu. Saya ojek online."
Indira yang mendengar itu mengkerutkan keningnya seolah tak paham."Maksudnya di order apa?"
"Maksudnya di order lewat HP, Neng," ucap tukang ojek online itu sambil memperlihatkan ponsel miliknya."Memangnya Neng nggak punya HP?"
Dengan raut wajah polosnya Indira menggeleng. Ia sebenarnya punya ponsel tapi bentuk ponselnya berbeda dengan yang diperlihatkan tukang ojek itu. Lebih tepatnya ia masih menggunakan ponsel jadul.
"Ya sudah naik, biar saya anterin nggak usah order lewat aplikasi. Tapi bayarannya sedikit mahal."
Indira yang mendengar itu tersenyum berbinar lalu mengangguk setuju. Gadis itu segera mendudukkan dirinya di jok belakang motor dan tas besarnya di pegang oleh tukang ojek online itu. Indira bersyukur karna dengan mudah ia bisa pergi ke alamat tersebut tanpa ada kendala. Teman-temannya di desa selalu mengatakan di kota besar banyak orang jahat dan jambret tapi lihatlah sekarang ada tukang ojek yang mau mengantarkannya ke alamat yang ia tuju tanpa susah-susah bertanya dengan orang-orang.
Sementara di tempat lain Dafi tampak tersenyum menatap balita berusia 2 tahun yang tampak tertawa kala sang ayah mengajaknya bercanda. Sungguh, melihat itu membuat hati Dafi menghangat. Rasanya ingin sekali memiliki putra seperti balita di hadapannya sekarang.
"Airin masih dengan pendiriannya?" tanya Arnold yang tak lain adalah sahabat dari Dafi. Mereka berdua tak sengaja bertemu di restoran tempat Dafi melakukan pertemuan dengan klien nya.
Dafi menghela napas berat mendengar pertanyaan tersebut. Pertanyaan yang selalu di tanyakan orang tuanya.
"Iya. Aku juga tidak bisa berbuat apa-apa. Airin tidak ingin hamil kecuali dia sendiri yang menginginkannya," balas Dafi sendu.
Arnold terkekehan pelan."Seharusnya kamu lebih tegas lagi dengan Airin, Daf. Pernikahan kalian berdua bukan setahun atau dua tahun, tapi 6 tahunan. Sampai sekarang kamu belum memiliki keturunan karna keegoisan istrimu itu."
"Aku sangat mencintai istriku. Dan rasanya tak tega memaksa dia untuk mengandung anakku."
"Dafi, Dafi. Sikapmu yang seperti ini akan membuat Airin bertingkah seenaknya. Cinta boleh tapi jangan sampai membuat kamu lemah seperti ini. Jadi suami harus tegas!"
Dafi hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan Arnold. Matanya lebih fokus menatap balita di pangkuan sahabatnya tersebut.
"Maaf Mas, lama," ucap seorang wanita yang datang menghampiri meja tempat Arnold dan Dafi duduk sekarang.
"Tidak apa-apa, Sayang. Sudah selesai urusannya?" tanya Arnold pada sang istri yang kini mengambil alih putranya dari pangkuan sang suami.
"Sudah Mas. Eh, ada Dafi ternyata." Sinta tampak terkejut dan baru menyadari sosok Dafi ada di sini."Kamu janjian dengan Dafi di sini?" tanya Sinta yang kini menoleh menatap Arnold.
"Tidak, kami tidak sengaja bertemu, Sayang. Dia ada urusan di restoran ini."
Sinta yang mendengar itu manggut-manggut.
"Bagaimana kabar kamu dan Airin, Daf?" tanya Sinta seraya mendudukkan dirinya di samping sang suami.
"Aku dan Airin baik."
"Airin sudah hamil?" Pertanyaan Sinta membuat Arnold menyenggol lengan istrinya memperingatkan untuk tidak membahas hal tersebut.
Dafi menggeleng dan memaksakan senyum di wajahnya."Belum. Doakan saja."
•
•
Dafi melepaskan dasi yang melingkar di lehernya. Pria itu baru saja pulang setelah urusan kantor selesai. Pria itu melangkahkan kakinya menuju kamar namun suara yang bersumber dari dapur menghentikan langkah pria itu. Kini, langkah Dafi berbelok menuju dapur. Matanya menangkap sosok wanita tengah sibuk mencuci piring di wastafel.
"Kamu siapa?"
Suara berat Dafi membuat gadis itu terkejut dan hampir menjatuhkan piring yang ia pegang. Indira membalikkan badannya, matanya menatap sosok pria tinggi tegap berdiri di hadapannya sekarang.
"Sa-saya pembantu baru, Tuan," ucap Indira tersendat-sendat dengan kepala tertunduk tak berani menatap sepasang mata tajam itu.
Dafi menghela napas berat. Ia baru ingat hari ini ada pembantu baru yang menggantikan bibi Nunu.
"Buatkan saya kopi. Jangan terlalu manis. Letakkan di atas meja makan," titah Dafi setelahnya ia melangkah kembali menuju kamarnya.
Indira mulai berani mengangkat pandangan matanya menatap punggung lebar sang majikan yang kini hilang dari pandangan matanya. Gadis itu buru-buru membuatkan kopi yang Dafi minta.
"Aku usahakan untuk datang malam ini." Suara Dafi membuat rasa canggung dan gugup kembali menyelimuti benak Indira.
Saat ini Indira tengah sibuk membuat makan malam sesuai intruksi bibinya sebelum ia berangkat ke kota. Bibinya mengatakan untuk selalu menyiapkan makanan setiap pagi dan malam tanpa harus di minta majikan.
Dafi mematikan sambungan telponnya dan mendudukkan dirinya di kursi dekat meja makan. Pria itu mulai menyeruput kopi panas yang pembantunya buat. Rasanya tidak jauh beda dengan buatan bibi Nunu.
"Siapa namamu?" Pergerakan tangan gadis itu terhenti. Ia menoleh menatap majikannya karna ruang dapur tidak jauh dengan meja makan, membuat Dafi bisa melihat apa yang sedang Indira lakukan.
"Na-nama saya Indira." Lagi-lagi Indira menjawab dengan suara yang tersendat-sendat. Mungkin karna merasa asing membuat gadis itu gugup.
Dafi yang mendengar itu mengangguk samar dan kembali meminum kopinya.
"Malam ini saya pergi. Kamu tidak perlu menunggu saya, saya bawa kunci candangan rumah ini."
"Baik, Tuan."
"Dan saat saya ajak bicara jangan menunduk!"
_______
Hai semuanya! Selamat datang di karya baru aku😆
Spoiler untuk bab selanjutnya aku upload di Instagram @Khazana_va
Dan jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberikan like dan komen. See you di part selanjutnya:)
"Akhirnya kau datang juga, Bro!" Jo langsung memeluk sahabatnya tersebut. Sementara Dafi menipiskan bibirnya seolah untuk senyum pun enggan.
Sebenarnya Dafi malas datang ke Bar ini. Tapi karna pikiran yang kalut membuat ia setuju dengan ajakkan sahabatnya tersebut.
"Aku kira kau tidak datang!" ucap Jo sedikit mengeraskan suaranya karna suara alunan musik di Bar itu cukup keras.
Dafi diam tak menggubris ucapan Jo. Ia mendudukkan dirinya di kursi dekat meja pantry.
"Apa kau ingin mencoba ini?" Jo menawarkan segelas wine berakohol pada Dafi. Awalnya Jo hanya bercanda menawarkan minuman beralkohol tersebut karna yakin sahabatnya itu akan menolak tapi di luar dugaan Dafi menerimanya lalu menghabiskan secangkir wine sekali tegukan membuat Jo terkejut.
"Relly? Kau benar-benar meminumnya?"
Dafi tak menggubris pertanyaan Jo. Ia menuangkan wine dalam cangkir miliknya dan kembali meminumnya. Setidaknya meminum ini sedikit melupakan masalah yang beberapa hari ini terus memenuhi kepalanya.
"Apa kau ada masalah Dafi? Ceritakan lah padaku. Dan jangan minum ini terlalu banyak kau bisa mabuk."
Jo tahu betul Dafi tidak terlalu suka mengonsumsi minuman seperti ini kecuali pria itu banyak masalah.
"Aku hanya ingin membuat pikiranku tenang. Setidaknya minuman ini membantu," balas Dafi menatap Jo.
Pria itu terkekeh sambil menunjuk-nunjuk pada Dafi seolah tahu masalah apa yang tengah Dafi hadapi.
"Aku tahu pasti ini tentang Airin?" tebak Jo. "Aku sudah memperingatkanmu untuk tidak menjadikan dia istri. Apalagi dia model, tentu untuk hamil dia akan berpikir ribuan kali."
Jo tertawa lepas tanpa menyadari Dafi melemparkan tatapan dinginnya. Pria lajang yang terkenal playboy itu menghentikan tawanya seolah nasib menyedihkan yang Dafi alami adalah sebuah hal yang lucu. Ia menyeka air matanya karna terlalu banyak tertawa.
Sementara Dafi hanya diam melihat Jo tengah mengejeknya. Ia juga tidak bisa menampik apa yang sahabatnya itu katakan memang benar. Namun, rasa cinta yang begitu dalam pada Airin membuat Dafi tidak bisa memaksa Airin untuk berhenti dari pekerjaan yang wanita itu geluti maupun meminta sang istri untuk mengandung anaknya.
Dan malam ini Dafi menghabiskan malamnya di Bar di temani segelas wine. Dan Jo tampak menikmati waktunya di tempat ini dengan ditemani dua wanita cantik nan Sexy yang bergelayut manja di tubuh Jo. Suara alunan musik semakin keras dan itu membuat pengunjung di sana semakin riuh dan berjoget-joget mengikuti alunan musik. Selama Dafi berada di Bar tidak ada wanita yang berani mendekati pria itu. Baru berniat menggoda Dafi sudah menghunuskan tatapan tajamnya.
•
•
Waktu sudah menunjukkan pukul 1: 00 malam. Dengan langkah sempoyongan serta kepala yang begitu pusing Dafi masuk ke dalam rumah. Terlalu banyak minum membuat Dafi benar-benar mabuk. Bahkan yang mengantarkan pulang ke rumah adalah Jo. Pria itu takut Dafi tidak fokus mengendarai mobil dengan kondisi mabuk.
Langkah Dafi berhenti di sebuah kamar. Ia memutar tuas pintu lalu masuk ke dalam kamar tersebut. Meski mabuk Dafi bisa melihat jelas seorang wanita terbaring di kasur dan tengah tertidur. Senyuman terbit di bibir Dafi.
"Sayang..."
Dafi melangkah mendekati wanita yang tengah tertidur pulas tersebut. Ia mendudukkan dirinya di sisi kasur. Tangan besarnya membelai kepala wanita itu dengan lembut. Hasrat Dafi membumbung tinggi hanya menyentuh kulit mulus serta aroma tubuh wanita itu membuat badannya semakin panas terbakar dalam gairah yang sudah lama tak tersalurkan.
"Aku menginginkanmu, Sayang... Dan aku ingin kamu hamil anakku..." Dafi mengecupi pipi berisi wanita tersebut yang tampak melenguh apalagi sentuhan yang Dafi berikan membuat wanita itu perlahan membuka matanya.
Indira yang merasa terusik dalam tidurnya karna sebuah sentuhan perlahan membuka matanya. Gadis itu melebarkan matanya sempurna kala mendapati sang majikan berada di dalam kamarnya dan sekarang di atas kasur yang sama. Aroma alkohol yang menguar dari hembusan napas Dafi sangat menyakiti indra penciuman Indira.
"Tuan..." Indira berusaha melepaskan diri dari Dafi yang kini mengukung tubuh mungilnya. Ia memekik kala bibir basah itu mengecup lehernya.
"Tuan sadar..." Indira memberontak berusaha melepaskan diri bahkan menampar wajah Dafi agar pria itu sadar tapi yang ia dapatkan Dafi mengunci pergerakkannya.
Air mati berlinang berjatuhan dari ujung mata Indira. Gadis itu berteriak histeris meminta tolong berharap satpam yang berjaga di depan gerbang mendengar.
"Jangan, Tuan..." Indira berusaha mempertahankan pakaian yang hendak di robek paksa oleh Dafi. Pria itu benar-benar dikuasai n*fsu yang tak terbendung.
Seberusaha apapun Indira mempertahankan dirinya, Dafi berhasil mengusai gadis muda itu. Pria itu mengira wanita dibawah kungkungannya sekarang adalah sang istri. Karna yang Dafi lihat dihadapannya sekarang adalah Airin. Minuman sialan itu benar-benar mengusai akal sehat Dafi yang tak sabar meneguk kenikmatan yang sudah dua minggu tidak pria itu dapatkan dari Airin.
"Akh...sakit." Indira menjerit kesakitan ketika Dafi memasukkan miliknya dengan paksa.
Suara jeritan Indira tertahan kala Dafi membungkam bibir wanita tersebut yang gemetar menahan sakit. Dafi mel*mat rakus bibir yang terasa sangat manis dan membuat ia menginginkan lagi. Bersamaan itu Dafi mulai menggerakkan miliknya ketika sudah masuk sepenuhnya. Suara jeritan kesakitan berganti menjadi suara des*han membuat hasrat Dafi semakin terpancing.
•
•
Dafi melenguh dan semakin mengeratkan selimut yang menutupi tubuh polosnya. Pria itu tampak kelelahan setelah melampiaskan hasratnya sampai pria itu benar-benar puas. Sedangkan seorang wanita menangis sesegukan di bawah pancuran air. Bahkan mata Indira terlihat bengkak setelah semalaman menangisi sesuatu yang direnggut paksa.
Wajah wanita terlihat sangat pucat.
Indira menggosok-gosok bagian tubuhnya berusaha menghilangkan setiap jejak yang majikannya berikan termasuk bercak biru kemerahan di leher dan bagian dadanya. Ia hanya ingin bekerja dengan sungguh-sungguh, tapi kenapa ia malah mendapatkan ini. Hingga mahkotanya di renggut paksa.
Indira menangkup wajahnya menangis hingga tak bersuara lagi. Bagaimana ia bisa menjalani hari ini dan hari-hari berikutnya. Kehidupannya mungkin akan berubah seperti neraka.
_____
Hai semuanya! Terima kasih sudah mampir
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberikan like dan komen. See you di part selanjutnya:)
Dafi perlahan membuka matanya kala rembesan cahaya matahari yang masuk melalui sela-sela tirai gorden membias permukaan wajahnya. Kening pria itu mengkerut kala menatap langit-langit kamar yang begitu asing.
Pandangan matanya menelisik ruangan kamar yang tampak kecil berbeda jauh dengan kamarnya sontak hal tersebut membuat Dafi terkejut. Ia juga semakin terkejut kala mendapati tubuhnya yang polos di balik selimut tipis berkarakter Hello Kitty. Otak cerdas Dafi berusaha mengingat-ingat apa yang telah terjadi tadi malam.
"Sial!" Pria itu mengumpat kala mengingat semuanya.
Dan tanpa menunggu lama Dafi bangkit dari kasur lalu mengambil celana d*lamnya yang tergeletak di lantai. Ia harus mencari pembantunya tersebut sebelum gadis bodoh itu mengadu pada istrinya. Namun, tatapan Dafi tak sengaja melihat bercak darah yang mengering di atas kasur.
"Masih perawan?"
Suara pintu kamar mandi yang terbuka membuat atensi Dafi teralihkan. Sementara Indira tampak sangat terkejut melihat Dafi masih ada di kamar ini. Ia kira majikannya sudah keluar.
Dafi melangkah mendekati Indira yang sudah gemetar ketakutan. Wanita itu melangkah mundur.
Indira hendak lari dari hadapan majikannya tersebut, namun dengan cepat Dafi menangkap pergelangan tangan Indira, mencengkramnya begitu kasar membuat wanita itu meringis kesakitan.
"Awas bila kau mengadu dengan istri atas apa yang kita berdua lakukan."
Ancaman yang Dafi lontarkan tanpa sadar membuat air mata berjatuhan dari pelupuk mata Indira. Setelah melakukan perbuatan bejatnya pria di hadapannya sekarang mengancamnya tanpa merasa bersalah sama sekali atas yang apa diperbuat.
"Di ... sini saya yang dirugikan. Tuan sudah memperkosa saya..." Indira memberanikan diri membalas ucapan Dafi walau dengan air mata yang semakin mengucur deras.
Dafi mendengus dan menghempaskan tangan kurus pembantunya tersebut."Berapa harga dirimu itu, heh? Saya bisa membayar berapapun termasuk membeli keperawananmu yang sudah saya ambil. Dan saya melakukan itu saat tidak sadar!"
Ucapan tanpa merasa bersalah sama sekali itu membuat Indira mengepalkan kedua tangannya."Uang tidak akan bisa mengembalikan semuanya! Masa depan saya hancur karna anda!"
Karna emosi yang sudah tak bisa dibendung lagi membuat Indira mengamuk. Wanita itu memukul bahkan berusaha menampar Dafi, namun dengan cepat pria itu menangkap tangan kurus itu. Rasanya ia ingin membunuh majikannya. Pria brengsek yang tidak memiliki hati nurani seperti iblis!
"Kau hanya wanita desa yang bodoh! Semua orang mungkin takkan percaya bila saya memperkosamu. Dan saya bisa saja membalikkan fakta bahwa kau yang lebih dulu menggoda saya hingga kita berhubungan..." ucap Dafi penuh penekanan serta senyuman licik yang terukir di bibirnya.
"Tapi Tuan sudah memperkosa saya..." Indira menangis sesegukan di hadapan Dafi. Tubuh mungil itu gemetar dengan perasaan sakit luar biasa dalam hatinya. Dadanya terasa sesak membuat ia kesulitan bernapas.
"Lalu, kau ingin saya bertanggungjawab? Tidak akan pernah. Sama saja saya menggali kuburan untuk saya sendiri bila harus menikahimu!"
"Saya akan membayar berapapun yang kau inginkan dan gajimu akan saya naikkan berkali-kali lipat! Asalkan kau jaga rahasia ini. Dan jangan pernah berniat kabur dari sini!" peringat Dafi.
Karna bisa saja pembantu bodoh itu kabur dari rumahnya dan membocorkan semuanya apalagi bila Airin sampai tahu semuanya. Ia tidak ingin rumah tangganya dengan Airin hancur karna pembantu bodoh dan kampungan tersebut. Dan reputasinya pum bisa hancur bila berita ini sampai tersebar luas.
Setelah mengatakan itu Dafi pergi dari hadapan Indira begitu saja. Sementara Indira kembali mengucurkan air matanya semakin deras. Karna memiliki harta kekayaan dan kekuasaan pria itu semena-mena padanya. Seolah apa yang telah dilakukan bisa di tebus dengan uang.
Bibinya mengatakan tuan Dafi orang yang baik. Nyatanya pria itu iblis berwujud manusia yang tak memiliki hati sama sekali.
•
•
"Kenapa kau bangun kesiangan? Seharusnya kau sudah menyiapkan makanan untuk kami berdua!" ucap Airin menatap wanita muda di hadapannya yang tampak tertunduk.
Airin baru saja pulang dari luar kota setelah urusan pekerjaannya selesai dan sekarang perutnya sangat lapar. Tapi, pembantu barunya tidak melakukan pekerjaannya.
"Ma-maaf..." Hanya kata itu yang keluar dari mulut Indira. Karna terlalu lama menangis membuat ia kelelahan hingga tertidur.
"Sudah, Sayang. Kita makan di luar saja. Atau kamu ingin pesan gofood saja?" tawar Dafi yang was-was Airin kembali bertanya pada Indira, tentang alasan wanita itu tidak melakukan pekerjaannya dengan benar.
Airin terdiam sejenak."Pesan gofood saja. Dan kau." Airin menatap Indira yang masih berdiri di hadapannya."Bekerja yang benar jangan ulangi hal seperti ini. Aku membayarmu untuk bekerja bukan tidur!"
Ucapan pedas itu sedikit menyakiti perasaan Indira yang saat ini sangat sensitif. Ia yang tidak baik-baik saja harus berusaha terlihat biasa saja seolah tak terjadi apapun.
"Ba-baik Nyonya. Saya tidak akan mengulanginya lagi. Saya permisi." Indira berbalik badan namun baru beberapa langkah pergi dari tempat itu suara Airin membuat langkahnya terhenti.
"Kenapa kakimu itu?" tanya Airin kala menyadari cara jalan sang pembantu terlihat tertatih-tatih.
Indira memejamkan matanya sejenak lalu berbalik badan, kembali menghadap pada Airin yang masih setia duduk di sofa bersampingan dengan Dafi.
"Tadi..." Indira menggantungkan ucapannya, ia melirik Dafi yang sudah menghunuskan tatapan tajam penuh ancaman."Tadi saya terpeleset di kamar mandi," ucap Indira seraya meremas ujung bajunya.
Lagi-lagi ia harus berbohong untuk menutupi masalah ini. Airin yang mendengar itu manggut-manggut.
"Sana pergi. Selesaikan pekerjaanmu," ucap Airin yang langsung diangguki Indira.
Dafi tampak bernapas lega. Sepertinya sangat mudah untuk mengendalikan pembantu itu di bawah kuasanya. Ia yakin Indira takkan berani buka suara.
"Sayang ... aku capek." Airin menyandarkan kepalanya di dada bidang Dafi. Pria itu mengusap lembut kepala sang istri serta memberikan kecupan di kening Airin.
"Lebih baik sekarang kamu istirahat, Sayang. Dan kalau bisa jangan terus bekerja. Setidaknya satu minggu kamu libur, istirahat di rumah."
Airin menggeleng. Ia mendongak menatap suaminya. Tangan letiknya mengusap-ngusap dada kokoh Dafi."Aku tidak bisa libur. Besok aku ada pemotretan lagi."
"Airin, tolong jangan terlalu mengutamakan pekerjaanmu. Satu minggu libur tidak membuatmu rugi. Aku masih sanggup membelikan apapun yang kamu mau."
Airin menjauhkan tubuhnya dari Dafi. Ia menatap kesal pada suaminya."Ini bukan tentang uang. Menjadi model sudah jadi impian ku, Mas. Sudah ah, kamu semakin membuat kepalaku pusing!"
Airin bangkit dari tempat duduknya lalu beranjak pergi dari tempat itu tanpa menghiraukan panggilan suaminya. Moodnya yang tak karuan dibuat memburuk karna Dafi. Setiap ia sakit atau kelelahan Dafi selalu memintanya untuk libur ataupun berhenti dari pekerjaannya.
•
•
Hampir setengah jam Indira duduk melamun di dapur. Sorot mata wanita itu terlihat kosong tapi nyatanya batinnya begitu tersiksa. Bahkan ia berniat kabur dari rumah ini dan mengabaikan segala ancaman Dafi. Ia takut majikannya kembali mengulangi hal serupa.
Dan, melihat wajah pria itu membuat ia merasakan sakit dan pedih. Ingatan tadi malam terus berputar-putar dalam kepalanya.
Indira mendongak kala menyadari seseorang berdiri di hadapannya. Tatapan wanita itu menajam kala melihat Dafi sudah berdiri di hadapannya.
"Saya masih mengawasimu. Kau tidak boleh pergi dari rumah ini sampai saya sendiri yang memintanya. Dan awas saja bila mengadu pada Airin! Bukan hanya kau saja yang saya habisi tapi keluargamu."
Indira meneguk ludahnya kasar dan hawa panas mulai menyelimuti matanya. Indira menatap penuh dendam namun tidak bisa berbuat apa-apa.
"Buatkan saya kopi. Dan bertingkah lah seperti biasa. Jangan sampai membuat Airin curiga."
_____
Hai semuanya! Terima kasih sudah mampir
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberikan like dan komen. See you di part selanjutnya:)
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!