"Kamu ke mana saja Mas?" Pertanyaan mengintimidasi Airin membuat Dafi menegang diambang pintu kamar. Wanita itu sudah rapi dengan dress bermotif dan aroma wangi menguar dari tubuh wanita cantik itu.
Airin terus menatap suaminya menunggu jawaban yang keluar. Saat terbangun dari tidurnya ia sudah tidak mendapati Dafi di sampingnya.
Dafi terdiam untuk beberapa saat memikirkan alasan yang tepat untuk menjawab pertanyaan tersebut. Ia tidak ingin Airin sampai mengetahui semuanya.
"Kenapa diam? Jawab Mas!" tekan Airin.
"A-aku tidur di ruang kerja. Kamu tahu kan pekerjaan ku beberapa hari ini menumpuk," jawab Dafi tampak gugup namun berusaha menutupi kegugupannya dengan raut wajah yang tenang.
Raut wajah Airin yang menegang perlahan melunak. Dafi tersenyum melihat perubahan raut wajah sang istri, ia memeluk Airin lalu mengecup keningnya. Bibir yang baru saja mengecup kening Indira kini mengecup kening Airin.
"Maaf, ya. Pasti kamu mencari-cariku." Dafi semakin mempererat pelukannya pada Airin.
"Iya, tapi jangan sampai ketiduran lagi di ruang kerja." Airin mendongak menatap suaminya lalu membalas pelukan Dafi.
Namun, aroma tak asing menguar dari tubuh Dafi, menciptakan kerutan halus di kening Airin. Ia melepaskan pelukannya lalu mengendus-ngendus aroma tubuh Dafi, membuat pria itu tampak keheranan.
"Kenapa, Sayang?"
"Aroma tubuh kamu kenapa agak lain. Tapi, aku juga tidak asing dengan aroma ini."
Dafi kembali menegang.
"Ini mungkin aroma pewangi pakaian makanya agak beda. Sekarang aku mandi dulu, ya." Dafi kembali mengecup kening Airin lalu berlalu pergi dari hadapan sang istri.
Bila terlalu lama bersama Airin, maka pertanyaan akan terus meluncur. Maka dari itu Dafi memilih menghindar. Aroma tubuh Indira melekat pada tubuh pria itu termasuk aroma percintaan mereka berdua.
Airin duduk manis di dekat meja makan dan tengah menikmati roti tawar yang ia oleskan dengan selai kacang. Beruntung setelah Dafi keluar dari kamar, Indira terbangun dari tidurnya dan bergegas membersihkan diri.
"Ini Nyonya... " Indira meletakkan secangkir teh hangat di depan Airin.
"Hari ini aku akan pergi dan mungkin akan pulang malam." Airin berucap membuat Indira yang hendak beranjak mengurungkan niatnya.
"Kamu mau ke mana, Airin?" Bukan Indira yang bertanya melainkan Dafi yang kini ikut bergabung duduk di samping sang istri.
Pria itu tampak rapi dengan kemeja abu-abu dipadukan dengan celana kain hitam.
"Aku ada pekerjaan Mas, jadi seharian aku tidak pulang."
"Tapi hari ini mama datang, sebaiknya kamu batalkan saja."
"Aku sudah janji, jadi tidak bisa di cancel. Mama juga datang ke sini selalu menanyakan tentang kapan aku hamil dan sebagainya!"
Jujur, Airin benar-benar lelah dan muak dengan pertanyaan mertuanya. Lagipula menikah tujuannya bukan melahirkan keturunan, kan tapi untuk bahagia? Jadi buat apa dipermasalahkan.
"Kalau kamu nggak mau ditanya seperti itu, maka jangan ditunda-tunda lagi untuk hamil, Airin. Wajar orang tuaku selalu menanyakan itu. Aku anak satu-satunya!"
Airin mendengus, selera makannya seketika hilang. Anak selalu menjadi biang pertengkaran dan keributan mereka berdua. Ia belum siap tapi keadaan selalu menekannya untuk memberikan sesuatu yang sulit ia berikan.
"Ya sudah, aku akan pulang cepat sebelum mama ke rumah ini. Puas! " Napas Airin memburu di sertai gejolak amarah yang berusaha ia rendam untuk tidak meledak. Di tambah ia sedang datang bulan membuat Airin sangat mudah terpancing emosinya.
Sementara Indira memilih pergi dari hadapan keduanya. Jujur, ia tak nyaman ketika dua majikannya bertengkar di hadapannya secara langsung. Dan ia juga merasa kasihan dengan Airin.
"Saya pergi dulu." Dekapan seseorang dari belakang membuat Indira terkejut. Dafi memeluk dan mencium pucuk kepala sang istri.
"Tu-tuan lepas, ada nyonya Airin." Indira berusaha melepaskan diri dari jeratan suaminya. Entah apa yang ada dipikiran Dafi saat ini hingga berani melakukan tindakan yang memancing bahaya.
Kurang dari dua menit Dafi melepaskan pelukannya pada Indira, wanita itu terus memberontak.
"Ada nyonya Airin di sini. Saya tidak mau nyonya sampai tahu hubungan kita!" Indira menatap kesal pada Dafi.
"Airin baru saja pergi, jadi tenang saja. Ooh ya, hari ini orang tua saya datang. Tolong jamu dia sebaik mungkin," ucap Dafi memberitahu.
Indira mengangguk mengiakan, tanpa diberitahu pun ia akan melakukannya. Bagaimana orang tua Dafi adalah mertuanya walaupun pernikahan mereka berdua tidak diketahui siapapun termasuk orang tua suaminya sendiri.
"Jaga diri baik-baik, kalau ada apa-apa langsung telpon saya." Dafi kembali mencium puncak kepala Indira. Pria itu bersikap seperti suami sebagai mestinya. Walaupun Dafi bersikap seperti ini saat Airin tak ada di rumah. Setidaknya Dafi bisa berperan menjadi suami yang baik bagi Indira.
•
•
Setelah kepergian dua majikannya, Indira segera sarapan pagi sebelum melanjutkan pekerjaannya rumah, lain lagi bila Airin memberikan pekerjaan tambahan. Lelah? Tentu, apalagi posisi Indira sekarang tengah hamil muda membuat ia mudah kelelahan. Rasanya ia ingin beristirahat dan berleha-leha di atas kasur.
Indira yang tengah membersihkan ruang tamu seketika menghentikan aktivitasnya kala suara bel rumah berbunyi cukup keras. Ia segera melangkah menuju ke pintu. Saat pintu di buka lebar tampak sosok wanita paruh baya berdiri di depan pintu. Kening wanita paruh baya itu sedikit terlipat menatap Indira.
"Kamu siapa?"
"Saya pembantu di sini, Nyonya," ucap Indira menjawab pertanyaan wanita itu.
Tampilan wanita itu terlihat sangat wow dengan perhiasan yang melekat di bagian tubuhnya termasuk pakaian yang terlihat simpel namun memiliki harga yang cukup mahal dan bermerek.
"Kamu pembantu baru di sini?"
Indira mengangguk membenarkan ucapan wanita yang entah siapa namanya.
"Saya orang tua Dafi, pasti Dafi sudah memberitahu kamu kalau saya akan ke sini?"
"Iya, Nyonya. Silahkan masuk." Indira menyingkir dari tengah pintu, memberikan jalan untuk wanita itu.
Arum, wanita berusia 55 tahunan itu melangkah masuk ke dalam rumah tersebut. Setiap bulan ia akan berkunjung ke rumah putranya. Dafi terlalu sibuk dengan pekerjaan di Jakarta hingga untuk berkunjung ke tempatnya tidak ada waktu.
Indira mengikuti langkah Arum dari belakang. Arum mendudukkan dirinya ke sofa di ruang tamu.
"Di mana Airin?" tanya Arum, tak mendapati menantunya tersebut.
"Nyonya Airin sedang pergi kerja," jawab Indira seadanya.
Arum berdesis. Entahlah, Airin seolah tengah menghindar darinya. Dan ia benci itu. Seolah menantunya itu tak menghormati dan menghargai dirinya.
Terkadang mertua ingin menantunya menghargai dan menghormatinya, sementara menantu menginginkan mertua yang bisa memahaminya. Termasuk Airin yang menginginkan mertuanya, Arum bisa menghargai keputusan yang ia pilih untuk menunda kehamilan.
"Dasar anak itu, aku kira dia sudah berhenti bekerja sebagai model tapi masih saja. Dan Dafi benar-benar tidak tegas!" gerutu Arum. Beberapa hari yang lalu ia meminta Dafi untuk menyuruh Airin berhenti sebagai model.
Karna profesi yang Airin geluti, wanita itu selalu beralasan kariernya akan terancam karna hamil.
"Nyonya ingin minum apa? Biar saya buatkan," ucap Indira dengan sopan.
"Teh hangat saja. Kapan Dafi pulang?" Arum melontarkan pertanyaan kala Indira hendak beranjak.
"Biasanya tuan Dafi pulang agak sorean."
Arum yang mendengar itu manggut-manggut.
Indira beranjak dari hadapan wanita paruh baya itu lalu segera membuatkan minuman serta menyiapkan cemilan yang akan ia bawa ke ruang tamu. Sekitar beberapa menit Indira kembali ke ruang tamu membawa nampan.
Wanita muda itu meletakkan secangkir teh hangat serta toples-toples kecil berisi cemilan di atas meja. Arum memperhatikan.
"Kamu sudah lama bekerja di tempat ini?" tanya Arum sekedar basa-basi.
"Sudah hampir 3 bulanan saya bekerja di sini, Nyonya. Saya bekerja di sini menggantikan bibi saya."
"Dilihat dari wajah, kamu masih sangat muda. Berapa umur mu?" Arum mulai nyaman membuka obrolan dengan Indira.
"19 tahun. Awalnya setelah lulus sekolah ingin langsung kerja di kota tapi bibi melarang karna takut saya kenapa-kenapa. Dan saat bibi memilih berhenti bekerja di rumah tuan Dafi, bibi meminta saya menggantikan bibi menjadi pembantu di sini."
Senyuman tipis terbit di bibir Arum mendengarkan penjelasan wanita muda tersebut.
•
•
Jam menunjukkan pukul 15:00 sore. Terlalu lama menunggu kedatangan putranya termasuk menantunya, Airin. Arum memilih beristirahat di kamar lantai atas. Beruntung Indira tidak memindahkan barang-barangnya ke kamar itu, kalau tidak tentu itu akan menjadi pertanyaan yang sulit ia jawab.
Indira menyiapkan bahan-bahan masakan yang akan ia buat. Malam ini ia akan membuat beberapa menu makanan cukup banyak. Saat Indira tengah sibuk mencuci daging ayam yang akan ia gunakan, seseorang mendekap tubuhnya dari belakang. Tentu, Indira terkejut namun aroma parfum yang tak asing membuat ia bisa menebak siapa yang tengah memeluknya.
"Apa yang kalian berdua lakukan?" Teriakan keras seorang wanita membuat Dafi yang tengah memeluk Indira sontak melepaskan pelukannya pada Istri keduanya.
Wajah Dafi mendadak memucat dan tegang kala berbalik badan. Otaknya bekerja cepat memikirkan alasan yg tepat agar wanita yang tengah berdiri tak jauh darinya tidak salah paham dan berakhir hubungannya dengan Indira terbongkar.
_____
Spoiler bab selanjutnya aku posting di Instagram @Khazana_va
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Tatik Tabayy
siapa tuu
2023-10-10
0
Tatik Tabayy
wah2
2023-10-10
0
Ludi Asih
up
2023-10-10
0