"Kamu pesan makanan, Mas?"
Airin menatap Dafi membuka kantong plastik lalu mengeluarkan makanan yang pria itu pesan melalui gofood. Dafi tersenyum menatap sang istri sambil mengangguk mengiakan ucapan Airin.
"Indira sedang sakit jadi sementara waktu kita pesan makanan dulu dari luar. Mau masak juga Mas nggak bisa," ucap Dafi mengambil tiga piring kosong di dapur.
Airin terdiam mendengar ucapan Dafi, selama menikah dengan suaminya ia memang tidak pernah memasak. Ia juga tidak bisa melayani Dafi sepenuhnya karena pekerjaan yang sulit di kesampingkan. Tapi beruntung Dafi bisa mengerti kesibukannya walaupun mereka berdua terkadang bertengkar karna masalah pekerjaan yang ia geluti sekarang.
"Mas..."
"Apa, Sayang?" Dafi menatap Airin yang memasang wajah sedih. Tangan wanita itu terulur menyentuh tangan suaminya.
"Maafkan aku yang belum bisa sepenuhnya menjalankan peran ku sebagai istri, Mas..."
Dafi menggenggam tangan Airin lembut. Senyuman hangat terukir di bibir pria itu."Aku tidak pernah menuntut apapun dari kamu termasuk menjalankan peran mu sebagai istri sepenuhnya. Aku sudah sangat bersyukur mendapatkanmu walaupun kita harus menunda untuk mendapatkan keturunan..."
Ucapan Dafi seperti sindiran keras bagi Airin. Saat ini ia benar-benar belum siap hamil dan melepaskan pekerjaannya. Egois memang, tapi ia juga tidak mungkin menuruti permintaan Dafi untuk mengandung keturunannya sedang ia belum siap. Airin melepaskan tautan tangan keduanya. Suasana yang awalnya menghangat seketika berubah.
"Untuk masalah anak aku masih belum siap. Aku__"
"Karna pekerjaan?" Dafi dengan cepat memotong ucapan Airin."Sampai kapan? Jujur, aku ingin kamu secepatnya hamil. Orang tuaku selalu menunggu kabar kehamilan mu, Airin?"
Ucapan pria itu tersirat kekecewaan di dalamnya. Enam tahun menikah namun Airin masih dengan pendiriannya.
"Mas, aku mohon untuk sekarang jangan membahas ini dulu. Kepala selalu pusing bila kita selalu bertengkar karna ini," ucap Airin. Membahas tentang anak selalu menimbulkan keributan yang tak berkesudahan.
Dafi membuang napas kasar. Pria itu mengambil piring kosong lalu memasukkan beberapa lauk yang ia beli. Airin memperhatikan suaminya, tanpa mengatakan apapun ia tahu Dafi sedang marah dengannya.
"Mas, kamu mau ke mana?" Airin menahan lengan Dafi, ketika pria itu bangkit dari kursi makan.
"Mengantarkan makanan untuk Indira."
Kening Airin mengkerut mendengar itu."Untuk apa mengantarkan makanan untuk Indira? Dia bisa mengambilnya sendiri!"
"Dia sedang sakit, Airin. Kita bertanggung jawab atasnya apalagi dia bekerja di rumah kita."
Setelah mengatakan itu Dafi beranjak dari tempat itu meninggalkan Airin yang menatap rumit suaminya. Sejak kapan Dafi perhatian pada asisten rumah tangga itu? Padahal saat awal-awal Indira masuk bekerja di sini suaminya selalu memperlihatkan wajah tak sukanya.
Indira terkejut dan hampir memekik ketika mendapati Dafi sudah berada di kamarnya. Pria itu meletakkan sepiring makanan di atas meja. Dengan wajah yang basah setelah mencuci muka ke kamar mandi, kini Indira melangkah ragu-ragu mendekati majikannya.
"Tuan ada perlu apa ke kamar saya?"
Suara Indira membuat Dafi berbalik badan. Pria itu menatap sejenak wanita muda itu.
"Saya membawakan makanan untukmu." Dafi melirik piring yang ia letakkan di atas meja."Harus makan yang banyak dan teratur. Dan jangan lupa minum obat," ucapan Dafi terdengar perhatian namun tetap datar.
Indira menatap penuh curiga pada majikannya. Mendadak pria itu bersikap baik padanya dan itu menimbulkan tanda tanya besar.
"Apa Tuan menginginkan sesuatu dari saya?"
Dafi menipiskan bibirnya. Pria itu mengusap tengkuknya menyamarkan sesuatu dalam dirinya.
"Saya ke sini bukan hanya sekadar mengantarkan makanan tapi ingin mengajukan sesuatu."
Sebelah alis Indira terangkat, penasaran dengan ajuan Dafi.
"Ajuan apa?" tanya Indira.
"Saya akan menikahimu, bertanggung jawab atas anak yang kamu kandung sekarang."
Detak jantung Indira berhenti persekian detik mendengar itu. Bola mata wanita itu membola sempurna. Ia benar-benar tak percaya dengan apa yang ia dengar sekarang.
"A-apa saya tidak salah dengar? Bukankah Tuan tidak ingin bertanggung jawab dan meminta saya untuk melupakan apa yang sudah kita lakukan malam itu, tapi sekarang Tuan menawarkan pernikahan?"
Indira benar-benar bingung dengan situasi sekarang. Ia juga bingung dengan Dafi yang tiba-tiba ingin bertanggung jawab. Ada apa dengan pria ini?
"Saya menikahi kamu karna ingin bertanggung jawab atas janin yang kamu kandung sekarang. Bagaimana pun dia darah daging saya. Tapi perlu kamu ingat, saya menikahi kamu demi anak saya yang kamu kandung," ucap Dafi yang secara terang-terangan mengakui janin yang Indira kandung sekarang.
Wanita muda itu terdiam sejenak mendengar penuturan Dafi. Menikah tanpa cinta apakah bisa bertahan. Ucapan Dafi juga berhasil membuat dadanya terasa sesak.
"Lalu, bagaimana dengan Nyonya Airin? Tuan sudah memiliki istri__"
"Saya menikahimu hanya sekadar tanggung jawab bukan berarti kita menjalani pernikahan ini sebagai mestinya. Airin tetap istri saya satu-satunya," ucap Dafi tanpa beban.
Lagi-lagi rasa sesak dan perih itu semakin meremat rongga dada Indira. Lalu, untuk apa yang ia dinikahi bila dirinya tak dianggap. Ia benar-benar ragu menerima ajuan pernikahan majikannya. Ia takut hatinya tidak kuat.
•
•
"Kamu kenapa lama sekali mengantar makanan Indira?" tanya Airin yang sudah lama menunggu suaminya di meja makan.
Wanita tampak tak menyentuh makanannya sedikit pun. Ia ingin makan bersama suaminya.
"Aku sedikit ngobrol dengan Indira supaya dia bisa lebih menjaga kesehatannya. Bagaimana pun tenaganya sangat kita perlu kan di sini," dusta Dafi.
Raut wajah pria itu begitu tenang membuat siapa saja akan muda termakan dengan segala kebohongannya termasuk Airin yang percaya dengan ucapan suaminya.
"Ooh ya, Mas. Aku besok aku harus ke Bali karna ada pemotretan di sana. Mungkin seminggu aku menginap di Bali. Jadi, apakah Mas mengizinkannya?" Airin menatap penuh harap.
"Kapan aku melarangmu untuk pergi? Walaupun aku larang kamu tetap pergi juga, kan?"
Lagi-lagi Dafi kembali melontarkan ucapan mengandung sindiran pada Airin. Sementara Airin berusaha acuh dengan sindiran suaminya. Kali ini ia tidak ingin berdebat, bukan hanya menguras emosi tapi juga tenaga.
Kini, keduanya mulai menikmati makan malam dalam keheningan hanya suara sendok dan garpu yang terdengar.
"Mas..." Tiba-tiba saja Airin memeluk Dafi dari belakang ketika pria itu hendak masuk kamar."Kita sudah lama tidak berhubungan. Aku juga sudah lama tidak memberikan hakmu di ranjang," ucap Airin dengan suara yang mendayu-dayu seolah menggoda suaminya.
Dafi berbalik badan dan Airin kembali melingkarkan tangannya di pinggang Dafi. Tanpa menunggu Dafi yang memulai, Airin lebih dulu mendaratkan ciuman hangat di bibir suaminya. Mel*mat serta menyesap bibir hangat itu. Tidak ada balasan dari Dafi membuat Airin melepaskan tautan bibir mereka berdua.
"Kamu kenapa nggak balas ciuman aku?" Airin memasang wajah kesalnya.
"Aku lelah. Sebaiknya kita tidur."
Airin terperangah mendengar itu. Kenapa suaminya jadi seperti ini? Biasanya Dafi sangat semangat saat mereka akan berhubungan ranjang, tapi sekarang suaminya seperti tidak berhasrat padanya.
_______
Hai semuanya! Terima kasih sudah mampir
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberikan like dan komen. See you di part selanjutnya:)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Tatik Tabayy
nahhh
2023-10-10
0
Ludi Asih
mulai
2023-10-10
0
Maulana ya_Rohman
gak intropeksi diri... dan menjadi egoisssssssssssss blm nyadar kau Airin 😤😤😤😤
2023-07-28
1