Sepasang mata sembab semakin deras mengucurkan air mata di depan pintu yang tak tertutup rapat. Indira memegang bagian dadanya yang terasa sangat sakit mendengar ucapan yang Dafi lontarkan. Bahkan oksigen Indira berhenti beberapa detik.
Ia membekap mulutnya meredam suara Isak tangis penuh kesakitan. Dengan langkah sempoyongan Indira menjauh dari tempat itu. Rasa nyeri merambat pada bagian perut Indira, ia meremas perutnya yang terasa sakit.
"Itu keputusan yang keterlaluan, Dafi. Sama saja kamu mencampakkan Indira setelah melahirkan anakmu!"
Arum bangkit dari tempat duduknya, raut wajah wanita itu tampak kecewa dengan keputusan putranya. Ia akui apa yang mereka berdua lakukan salah tapi dalam masalah ini Indira korban.
"Dan kamu bilang umur Indira masih 19 tahunan, dan umur semuda itu dia harus menyandang status janda. Pikirkan baik-baik keputusan kamu itu Dafi. Mama bukan mendukung hubungan kamu dengan Indira dibelakang Airin, tapi kasihan dengan Indira. Dia masih sangat muda," nasehat Arum. Bagaimana pun ia juga seorang wanita dan mungkin takkan sanggup di posisi Indira.
Dafi terdiam sejenak dan tak lama menghela napas panjang. Kepalanya benar-benar sakit memikirkan ini. Ia tidak pernah berada dalam situasi sesulit ini.
"Aku juga kasihan dengan Indira, Ma. Tapi aku tidak mungkin mempertahankannya lebih lama. Belum tentu Airin mau dimadu apalagi dengan pembantu," balas Dafi dengan suara yang terdengar lemah.
"Terserah kamu saja, Mama pusing memikirkan masalah yang kamu buat sendiri. Tapi Mama peringatkan, ambil keputusan yang tidak membuat kamu menyesal suatu hari!" ucap Arum.
•
•
Suara pintu terbuka tak membuat Indira sedikit pun melirik ke arah pintu. Ia meringkuk di atas kasur sambil memeluk perutnya yang masih terasa nyeri. Rasa sakit hati yang ia rasakan semakin membuat perutnya nyeri.
"Indira, kamu kenapa?" Dafi menyentuh bahu sang istri. Pria itu tampak khawatir melihat wajah pucat Indira yang berkeringat dingin. Apalagi Indira tak muncul lagi setelah masalah tadi.
Tak ada jawaban dari wanita muda itu, ia menepis tangan Dafi dibahunya dengan tatapan jijik. Jijik dengan Dafi yang begitu mudahnya ingin melepaskannya tanpa memikirkan beban yang akan ia tanggung ke depannya nanti.
Dafi tampak heran dengan sikap Indira yang menolak setiap sentuhannya dan jangan lupakan tatapan wanita itu yang tersirat kemarahan di dalamnya.
"Apa saya ada salah denganmu, Indira? Apa kamu marah karna masalah tadi?" Dafi berusaha bicara selembut mungkin.
Selembut dan sebaik apapun pria itu berucap tak membuat Indira luluh. Hatinya sudah diliputi kemarahan dan benci.
"Pergi dari sini! Kamu pria brengsek, bajingan! Aku benci kamu!" umpatan kasar untuk pertama kalinya keluar dari mulut Indira pada majikan sendiri nya yang berstatus suami. Napas Indira memburu dengan sorot mata penuh kemarahan.
"Kamu ini kenapa Indira? Marah-marah tidak jelas!" sentak Dafi dengan suara yang meninggi.
Indira menangis tersedu-sedu seraya bangkit dari kasur. Tangan kanannya masih setia memegangi perutnya. Dafi maju melangkah mendekati Indira yang terus menghindar darinya sambil berjalan tertatih-tatih. Andai tak mengkhawatirkan kondisi Indira yang tak baik-baik saja ia tak mungkin membujuk wanita tersebut seperti ini. Apalagi Indira mulai berani berucap kasar padanya. Jujur, ia tidak suka.
"Lepas! Lepaskan aku!" Seperti orang kesetanan Indira memberontak berusaha lepas dari dekapan Dafi. Kesedihan yang wanita itu rasakan membuat ia tidak bisa berpikir jernih dan mengendalikan dirinya.
"Kalian semua jahat! Aku benci kamu, Dafi!"
"Tenangkan dirimu Indira." Pria itu semakin mempererat pelukannya pada Indira.
Dafi mengusap lembut punggung Indira yang bergetar hebat. Ia tak tahu penyebab istrinya tak terkendali dan mengamuk seperti ini. Tapi sebisa mungkin ia menenangkan Indira. Namun, tak lama wanita muda itu hilang kesadarannya.
"Indira bangun, Indira..." Dafi menepuk-nepuk pipi pucat Indira.
Kepanikan dan kekhawatiran tampak jelas di wajah Dafi. Ia mengangkat Indira dalam gendongannya lalu membawa sang istri keluar dari kamar dan beruntung Airin belum kembali ke rumah.
"Dafi, dia kenapa?" tanya Arum terkejut ketika Dafi menggendong Indira yang pingsan. Wajah wanita itu terlihat pucat membuat Arum kasihan melihatnya.
"Dia pingsan. Aku akan membawa Indira ke rumah sakit."
Setelah mengatakan itu Dafi kembali melanjutkan langkah lebarnya keluar rumah. Yang ia pikirkan sekarang segera membawa Indira ke rumah sakit.
______
Hai semuanya! Maaf part bagian ini agak pendek. Besok part berikutnya aku panjangin, ya😁
See you di part selanjutnya:)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Tatik Tabayy
biar Dafi itu sama di modal madul itu
2023-10-10
0
Tatik Tabayy
kabur aja indira
2023-10-10
0
Ainisha_Shanti
untung lah bu arum wanita yang waras akal dan baik hati dan tak menyalahkan indira
2023-08-14
0