Bab 20

“Kakak nunggu Lisa ya?“ tanya salah satu adik kelas Star saat dia sedang berdiri di samping tangga lantai satu gedung kelas satu.

“Iya. Kayak biasa,” jawab Star.

“Lisa udah pulang tadi kak.“

“Udah pupang duluan?! Wah ini anak mulai ngaco,” gerutu Star.

“Lisa tadi pingsan di kelas pas jam pelajaran bu Irma, kak. Jadi tadi dianter pulang sama ketua kelas.“

“Hah! Lisa pingsan, dia sakit apa?“ Rasa kesal Star kini berubah jadi rasa khawatir.

“Biasa kak, sakit datang bulan. Cuma kayaknya Lisa lupa buat konsumsi obat penahan rasa nyerinya. Kakak kan tahu Lisa kalau datang bulan hebohnya kayak apa.“

“Ya sudah kalau begitu. Terima kasih ya infonya,” ucap Star.

“Sama-sama kak. Kakak ngga mau bareng kita pulangnya?“

“Kalian duluan aja. Aku ada perlu ke tukang photo copy,” balas Star sambil tersenyum dan adik kelasnya mengerti dan langsung melanjutkan perjalanan mereka.

Star akhirnya berjalan pelan meuju gerbang sekolah, berdiri beberapa saat di sana sambil berharap Ozzy akan muncul untuk menjemputnya.

Beberapa kali Star menoleh ke arah biasanya Ozzy datang tapi setiap kali dia melongok, setiap kali itu pula dia merasa kecewa.

“Nunggu siapa neng?“ tanya petugas keamanan sekolah itu.

“Teman pak,” jawab Star.

“Sekolah audah sepi, ini juga udah hampir sore mending neng pulang juga.“

Star menengok kebelakang dan benar saja sekolahnya sudah mulai sepi. Lalu Star pun memutuskan untuk berjalan pulang sendiri menuju stasiun Bogor.

Sinar matahari siang itu sungguh menyilaukan mata Star membuatnya semakin inhin cepat sampai di dalam gerbong kereta, menghindari sengatan matahari yang menggigit kulitnya.

Namun harapan Star seperti harus pupus. Dia harus menambah lagi rasa sabarnya karena ternyata tak ada satu pun rangkaian kereta di stasiun Bogor.

Star menarik nafasnya panjang dan menghembuskannya secepat mungkin dan melanjutkan langkahnya memasuki stasiun dengan desainnya yang masih dipertahankan sejak jaman penjajahan belanda itu.

Kondisi stasiun pun minim penumpang, mungkin karena memang sudah lebih sore dari biasanya Star pulang. Para pelajar pasti sudah naik kereta sejak tadi.

Guna menghindari sengatan sinar matahari, Star memutuskan untuk tidak menyebrangi peron dan berdiri di sisi pelataran bagian dalam stasiun yang tertutup atap.

Star memainkan kakinya, menggosokan sepatunya di atas lantai keramik stasiun yang umurnya mungkin lebih tua dari dirinya sendiri hingga akhirnya Star menyadari bahwa ada seseorang yang berdiri tepat di hadapannya.

Star mengangkat kepalanya berlahan dan mendapati bahwa tak hanya satu orang tapi ada lebih dari lima orang laki-laki berseragam putih abu-abu di hadapannya menatap Star dengan pandangan dingin.

“Ada apa?“ tanya Star tanpa rasa takut.

“Lo harus ikut kita,” jawab laki-laki yang berdiri tepat sejajar dengan Star.

“Kemana?“

“Buat ketemu pimpinan kita,” jawab laki-laki itu dingin.

Star melirik bet di lengan kanan seragam laki-laki itu dan Star menyadari bahwa saat ini dia sedang berhadapan sedang para siswa dari sekolah 46.

“Gue ngga kenal pimpinan kalian,” Star berusaha menolak ajakan itu.

“Itu bukan hal yang penting.“

“Gue ngga boleh ikut sama orang yang ngga gue kenal,” jawab Star ketus.

“Tenang aja, ini soal Ozzy. Kalau Ozzy lo pasti kenal kan!?“

Star tak kanget mendapati nama itu di sebut oleh mereka, dia sudah tahu ini semua pasti bersumber pada laki-laki yang selama ini dia sukai.

“Lantas apa utusannya sama gue?“ tanya Star berusaha memberanikan diri.

“Nanti bakal dijelasin kok sama pimpinan kita di sana.“

“Kalau gue ngga mau ikut?“

“Lebih naik lo mau ikut kita atau kita bakal maksa lo dengan cara kasar.“

Star menundukan kepalanya sambil berpikir, walau dia berusaha untuk tetap berani kenyataannya dia tetap ketakutan. Dalam keadaan seperti ini, star sangat mengharapkan kehadiaran Ozzy yang hilang dari pandangannya.

Laki-laki di hadapannya menjulurkan tangannya ke arah Star dan saat Star mengangkat kembali kepalanya laki-laki itu sedang melukiskan senyuman di wajahnya, namun sungguh bagi Star itu bukan sebuah senyuman yang indah.

“Di sini sepi, hampir ngga ada yang bakal tahu kalau lo kita seret dari sini. Tapi kita ngga mau itu terjadi, lo cuma perlu menemui pimpinan kami.“

Star menelan ludah dengan susah payah sambil memandangi wajah laki-laki yang mengelilinginya satu persatu.

Star lalu menyambut tangan itu dan berkata, “Jangan sakitin gue.“

“Gue janji!“ balas laki-laki itu dengan tegas.

Star akhirnya berjalan tepat di tengah gerombolan anak laki-laki dari sekolah 46 seolah dikawal namun bukan rasa aman yang Star raasakan justru sebaliknya.

Mereka semua naik rangkaian kereta yang baru saja sampai dan kini dalam keadaan kosong.

Star didudukan di kursi yang berada di dekat persambungan antar gerbong kereta, sementara yang lain berdiri mengekilingi Star dan membuat Star merasa tidak nyaman.

Kereta berjalan dengan kecepatan seharusnya dan tak berapa lama kereta pun berhenti di stasiun Bojong Gede. Laki-laki yang sejak tadi berkomunikasi denga Star kembali menjulurkan tangannya dan membawa Star turun.

Stasiun Bojong Gede siang ini pun ternyata sepi hampir kosong membuat harapan Star untuk meminta pertolongan kembali pupus. Dengan langkah gontai Star mengikuti kali-laki di depannya.

Mereka berbelok di salah satu gang kecil di antara stasiun kereta. Gang yang amat kecil, yang hanya bisa dilewati satu orang, lebih mirip jalan tikus.

Walau pun Star kebingungan dimana ujung jalan itu dan akan membawa dirinya kemana, Star tetap berjalan karena sudah terhimpit di jalan sempit itu.

Hingga akhirnya Star melihat sebuah ruangan yang cukup luas namun terlihat tidak rapi sama sekali dan penuh dengan asap rokok.

Di dalam ruangan itu terdapat tiga orang yang sedang duduk dan merokok dan saat mereka melihat Star yang datang, mereka mematikan rokok itu.

Di salah satu kursi Star melihat seorang laki-laki tampan namun terlihat garang. Di salah satu pipinya terdapat luka yang sudah sembuh namun meninggalkan bekas yang terlihat jelas.

Laki-laki itu bangkit dari duduk dan mendekat ke arah Star sambil memasang senyuman seram di wajah tampannya.

“Jadi ini pacarnya Ozzy?“

“Bukan, gue bukan pacarnya Ozzy,” jawab Star sengit.

“Tapi anak buah gue bilang kalau Ozzy sering anter lo ke sekolah. Kalau bukan pacar apa dong namanya? Dia ngga akan melakukan hal itu kalau lo bukan orang spesial.“

“Mana gue tahu tapi yang pasti gue dan Ozzy ngga pacaran,” jawab Star sekali lagi namun itu justru membuat laki-laki itu terbahak.

“Nama gue Dante dan gue mau lo jadi senjata gue buat ngalahin Ozzy,” ujar laki-laki itu memperkenalkan dirinya.

“Oh jadi lo yang namanya Dante!“

“Ozzy udah pernah sebut nama gue?“

“Bukan Ozzy tapi Dewa.“

“Oh Dewa, si raja gombal itu!?“ Dante kembali terbahak.

“Jadi maksud lo bawa ke sini buat dijadiin sandera?“ tanya Star setelah mengumpulkan keberaniannya.

“Jadiin sandera?! Ga lah, gue cuma mau lo rayu Ozzy buat ngalah aja sama gue.“

“Apa urusannya sama gue?“

“Siapa nama lo? Star, iya khan!?“ tanya Dante dan Star sama sekali tak berniat menjawab pertanyaan itu.

“Lo pasti sayang sama si Ozzy kan!? Coba bayangin kalau Ozzy sampai kenapa-kenapa di tangan gue. Apalagi kalau dia sampai kehilangan nyawanya kayak si Andri kemarin,” ujar Dante berusaha menakut-nakuti Star.

“Apa, kak Andri meninggal?!“ tanya Star kaget bukan main.

“Iya, gue yang membunuhnya dan itu juga bisa terjadi pada Ozzy.“

“Maaf, tapi sepertinya lo harus kecewa karena gue ngga akan membuat Ozzy menjadi pengecut!“

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!