Hujan memang sudah berhenti sejak dua jam lalu di kota Bogor namun langit belum juga berubah penampilan, masih saja menampilkan warna abu-abu yang basah.
Ozzy berjalan sambil menenteng payung lipat berwarna biru muda memasuki stasiun Bogor yang sudah kembali dipenuhi oleh para penumpang yang lebih didominasi oleh para pelajar dari berbagai sekolah di sekitaran kota Bogor.
Kedua mata Ozzy berusaha menyapu seluruh wilayah stasiun berusaha mencari keberadaan Star di dalam sana namun sepertinya Star belum pulang sekolah karena Ozzy belum melihat satu pun murid dengan bet dan lokasi sekolah Star.
“Zy, balik!“ seru salah satu temannya yang sudah bersiap naik ke salah satu rangkaian kereta yang akan segera berangkat.
“Lo duluan deh,” jawab Ozzy sambil berjongkok di atas peron.
“Ngapain lo?“ tanya temannya yang lain.
“Gue nunggu orang.“
“Ada yang ngajak lo duel?“ tanya yang lain.
“Ngga, gue mau balikin payung ini,” ujar Ozzy sambil menunjukan payung yang sejak tadi dia bawa.
“Cewek?“ tanya temannya.
“Ngaco lo! mana ada cewek yang suka pakai payung warna biru muda polos gitu?!“ sambut temannya yang lain dan Ozzy hanya tersenyum melihat perdebatan kedua temannya itu.
“Lah emang kenapa kalau cewek suka warna biru muda?“
Tak lama terdengar suara dari pengeras suara stasiun yng mengabarkan bahwa rangkaian kereta itu akan segera berangkat dan benar saja beberapa detik kemudian rangkaian itu bergerak berlahan meninggalkan stasiun membawa beberapa teman Ozzy pergi.
Ozzy melambaikan tangan sambil tertawa kecil meliht dua temannya yang masih saja berdebat dibawa pergi oleh kereta menjauh.
Ozzy masih berjongkok di salah satu peron stasiun sambil menunggu kedatangan Star dan dia berniat mengembalikan payung biru muda yang sudah tertutup dengan baik itu.
Tak lama segerombol anak dengan seragam dari sekolah Star mulai memasuki stasiun kereta membuat degupan jantung Ozzy yang tak biasa.
“Ozzy!“ teriak Star dari kejauhan dan berlari kecil ke arah Ozzy.
Star hampir saja terjatuh saat sudah berada di hadapan Ozzy namun berhasil Ozzy tangkap
Detak jantung Ozzy semakin menjadi namun disaat yang bersamaan wajah Star pun memerah dan nafas keduanya saling berburu.
“Bangun Star!“ ujar Lisa memecaah keheningan antara Ozzy dan Star beberapa saat lalu.
“Ma— maaf,” ujar Ozzy sambil mendorong Star yang langsung berdiri tegap.
Star yang mendapat berlakuan seperti itu dari Ozzy jadi kebingungan.
“I— ini payung kamu,” ujar Ozzy.
“Kamu?“ ujar Lisa lalu terbahak.
“Eh maksud gue, payung lo Star.“
Ozzy makin terlihat kikuk dan Lisa semakin terbahak.
Star hanya tersenyum dan mengambik payung biru muda miliknya dari tangan Ozzy yang masih terjulur.
Kemudian mereka segera naik ke dalam rangkaian kereta setelah Dewa datang.
Kereta berjalan meninggalkan stasiun Bogor membawa mereka kembali ke daerah mereka.
“Star, punya nomer telepon?“ tanya Ozzy disela obrolan mereka.
“Ada.“
“Boleh minta?“ bisik Ozzy.
“Bayarlah masa minta,” ujar Star lalu terbahak yang membuat Ozzy bingunb namun akhirnya Ozzy ikut tertawa membuat Dewa dan Lisa penasaran.
“Kenapa?“ tanya Lisa sambil menarik lembut lengan kakak kelasnya.
“Ngga ada apa-apa,” jawab Star bingung akan memberi jawaban apa.
“Ngga apa-apa tapi katawanya rame banget,” gerutu Dewa.
Saat mereka sudah sampai stasiun tujuan mereka dan turun, Star mengambil tangan Ozzy dan menuliskan nomer teleponnya.
“Jangan sampai hilang,” ucap Star sambil mengedipkan salah satu matanya dan Ozzy tersenyum kaku karena kaget.
Ozzy mulai membaca nomer yang tertulis di tangannya dan mulai menghafalkannya tapi entah kenapa delapan nomer itu terasa amat sulit Ozzy dihafal.
Ozzy kemudian mengambil pulpen di atas meja admin tempat dia menitipkan motornya.
“Lo ada kertas?“ tanya Ozzy.
“Ada nih. Buat apa?“
“Gue minta aja sini cepet,” jawab Ozzy dan dia meraih sebuah buku dengan halaman kosong di bagian depan dan belakangnya.
Ozzy kemudian memindahkan nomer di atas tangannya ke dalam kertas dan menyobeknya dengan rapih kemudian memasukannya ke dalam dompet miliknya sekalian dia mengeluarkan uang untuk biaya penitipan motornya.
Ozzy pun mengendarai motornya bersama dengan Dewa menuju rumah mereka masing-masing yang jaraknya saling berdekatan.
Tak lama hujan turun namun karena sudah dekat dengan rumah, mereka memutuskan untuk meneruskan perjalanan mereka hingga ke rumah.
Ozzy tersenyum bahagia dan lega karena dia sudah memindahkan nomer telepon Star ke dalam kertas dan meletakannya di dalam dompetnya. Andai dia tak melakukan itu bisa saja dia kehilangan nomer telepon Star.
******
Malam itu setelah mandi dan merapihkan diri, dengan sangat tidak sabar Ozzy sudah berada di atas motornya.
“Mau kemana Zy?“ tanya ayahnya yang sedang duduk di teras sambil menikmati segelas kopi hitam panas.
“Mau keluar sebentar pak,” jawab Ozzy dengan sopan.
“Hujan itu. Mending di rumah aja ngopi bareng bapak.“
“Sebentar aja kok pak, penting ini.“
“Sepenting apa sih sampai mau nerobos hujan?“ tanya ayahnya.
“Ngga hujan pak cuma gerimis aja ini.“
“Tetep aja zy…”
Ozzy turun dari motornya, menyambar tangan ayahnya untuk dicium lalu dia segera berlalu dibawah rintih hujan yang turun meninggalkan ayahnya yang tak bisa berkata-kata lagi.
Ozzy tak memperdulikan titik hujan yang turun mengenai tubuhnya, malam ini akan jadi malam minggu pertama bagi Ozzy untuk melakukan pendekatan yang terang-terangan kepada Star.
Motor Ozzy berhenti tepat di depan sebuah bangunan yang membuat jantungnya berdetak kencang namun sudah kepalang tangung, dia sudah sampai di tempat itu dan tak pernah ada kata mundur di dalam kamus hidupnya selama ini.
Ozzy melangkahkan kaki melewati sebuah pintu dan bertemu dengan seseorang yang duduk di belakang meja kecil.
Laki-laki itu duduk membelakangi jendela yang dibagian luarnya bertuliskan 'WARTEL - WARUNG TELEKOMUNIKASI' dan sempat menoleh ke Ozzy dan berkata, “Silahkan, nomor epat kosong.“
Ozzy memandangi bagian dalamnyatempat itu yang terdapat beberapa bilik yang berjajar dengan sebuah nomor di bagian pintunya.
Ozzy memperhatikan dengan seksama setiap bilik yang ternyata hampir semuanya teriai kecuali bilik nomer empag seperti yang ditawarkan oleh operator.
Sedikit ragu Ozzy memasuki bilik itu namun dia berkata pada dirinya sendiri bahwa dia orang hebat yang tak bisa mundur dalam situasi apapun.
Ozzy masih terrduduk di depan sebuah pesawat telepon berwarna hitam dan masih mengumpulkan keberaniannya untuk menghubungi Star saat kemudian wajah Star dengan senyuman manisnya lewat kilat dalam bayangannya, namun bukan keberanian yang didapatkan Ozzy justru dia semakin resah.
Sebuah ketukan di pintu bilik mengagetkan Ozzy.
“Kalau ngga mau telepon jangan di situ,” ujar operator.
“Maaf bang, saya lupa nomer teleponnya.“
“Ya udah, keluarlah kasian yang nunggu.“
“Ini udah inget kok,” jawab Ozzy.
Ozzy mengeluarkan dompetnya dan memeriksa sebuah kertas yang di dalamnya terdapat nomer telepon Star.
Ozzy memencet nomer di pesawat telepon dan mendengarkan nada sambung sebanyak empat kali yang membuat jantungnya berdebar semakin kencang hingga akhirnya sebuah suara terdengar menggantikan nada sambung itu.
“Hallo!“
“Hallo. Bisa bicara denga Star?“
“Ini dengan siapa ya?“ tanya suara di sebrang telepon.
“Sa— saya Ozzy.“
“Oh Ozzy. Tunggu ya.“
Kemudian terdengar teriakan suara itu memanggil Star, kecil namun jelas terdengar di telinga Ozzy.
Beberapa detik kemudian terdengar suara di sambungan teelpon itu, “Hallo, Ozzy!“
Jantung Ozzy terasa terun ke perut saat dia mendengar suara itu, suara Star.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments