Bab 9

Daffin dan Dillan saling menatap ketika mendengar sebuah ketukan dari luar kamar.

"Astaga, baru juga mau istirahat. Siapa sih," ujar Dillan jengkel. Daffin mengedikkan bahu. Ia lebih memilih fokus lagi didepan komputernya.

Mau tak mau Dillan berdiri membuka pintu. Ketika pintu itu terbuka dan menampilkan sosok gadis yang dia kenal berdiri didepannya cowok itu tertegun. Winter? Kenapa gadis itu di sini? Tidak mungkin mau bertemu dengannya kan? Mereka tidak pernah saling menyapa. Bahkan Dillan yakin seratus persen Winter tidak mengenalnya.

"Hai Dillan," sapa Winter melambai padanya. Caranya menyebut nama Dillan terdengar cukup akrab ditelinga. Membuat Dillan antara percaya tidak percaya. Winter kenal dia? Bahkan tahu namanya. Padahal setahu Dillan, Winter ini adalah sosok gadis cuek yang tidak begitu peduli dengan keadaan di sekitarnya. Sebenarnya ada cukup banyak laki-laki yang menyukainya karena tampangnya cantik, namun karena sikapnya yang terlalu cuek, mereka mundur sendiri.

Dillan tidak tahu harus bersikap bagaimana mana pada gadis itu, akhirnya yang bisa dia lakukan hanyalah tersenyum. Setidaknya dengan begitu dia akan terlihat ramah.

"Ada perlu apa ke sini?" tanyanya kemudian. Ia melihat Winter mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan di dalam, dan mata gadis itu berhenti pada sosok yang tengah duduk di meja menghadap laptop. Winter mengatur jantungnya. Tiap kali melihat laki-laki itu ia harus ekstra sabar.

Winter pernah bilang pada dirinya sendiri kalau dia hanya akan melihat laki-laki itu dari kejauhan selama hidupnya. Tak akan membiarkan Daffin tahu tentang keberadaannya, apalagi mengenalnya. Tapi karena kesalahan yang dia lakukan malam itu, kesalahan konyol mencuri payung milik Daffin, dia akhirnya harus berhadapan dengan pria tersebut. Bahkan Daffin masih mengenalinya. Tiga tahun dirinya bersembunyi dan mati-matian agar tidak terlihat oleh pandangan laki-laki itu akhirnya pupus sudah. Dia harus menerima kalau Daffin sudah mengenalinya sekarang.

"Winter, jadi kenapa kamu ke sini?" Dillan mengulang pertanyaannya karena Winter masih berdiri diam didepannya.

Sementara di dalam sana, Daffin yang sejak tadi cuek, tak peduli siapa yang datang, menghentikan aktifitasnya di depan laptop saat mendengar Dillan menyebut nama itu. Nama yang baru sekali dia dengar tapi sudah melekat dihatinya. Satu-satunya nama yang sangat cepat ia ingat dari sekian banyak perempuan. Lelaki itu menoleh ke arah pintu dan tatapannya langsung bertemu dengan pemilik mata hitam itu yang indah. Entah kenapa Daffin merasa hatinya nyaman melihat mata hitam pekat tersebut.

Sedang Winter yang berdiri di sana, cepat-cepat membuang muka ke arah lain. Dillan menatap gadis itu aneh.

"A ... Aku ingin mengambil koperku." gumam Winter menatap Dillan. Pria itu mengerutkan kening.

"Koper?"

Winter mengangguk.

"Koperku ada padanya," ucapnya lagi menunjuk ke Daffin yang kini berjalan ke arah mereka dengan koper merah miliknya.

Kini terjawab sudah koper itu milik siapa. Dari tadi Dillan penasaran. Dan rasa penasaran siapa pemilik koper tersebut akhirnya terjawab sudah. Sekarang dia lebih penasaran kenapa koper gadis itu ada bersama Daffin.

Daffin menyerahkan koper tersebut kepada Winter. Dillan mengamati interaksi mereka. Winter yang tampak malu-malu, dan Daffin yang terus menatap wajah gadis itu lekat-lekat. Aneh, Dillan merasa tertarik. Belum pernah sebelumnya dia melihat Daffin menatap cewek seperti itu. Seperti ada rasa ketertarikan antara seorang laki-laki terhadap seorang perempuan.

"Kau sangat pelupa. Apa selalu seperti itu?" ucap Daffin menyerahkan koper merah ditangannya ke sang pemilik yang sebenarnya.

Lagi-lagi Dillan terheran-heran. Daffin bicara duluan pada makhluk yang namanya perempuan? Tentu saja selain mama dan adiknya. Perlu di catat kalau laki-laki semacam Daffin ini tidak pernah sekalipun berbicara duluan bahkan kepo pada yang namanya wanita.

"Kalian berdua saling kenal?" Dillan memutuskan bertanya. Saking penasarannya. Tapi jawaban Daffin dan Winter bertolak belakang. Daffin mengangguk, sedang Winter menggeleng-geleng, tentu saja Dillan kebingungan. Sebenarnya mana yang benar?

"Jadi yang benar yang mana?" tanya Dillan lagi menatap keduanya bergantian.

"Tentu saja aku mengenalnya. Dia adalah pencuri pa mmph...," dengan gerakan refleks dan sangat cepat, Winter maju buru-buru menutupi mulut Daffin. Walau kakinya harus berjinjit-jinjit kesusahan, saking perbedaan tinggi mereka yang cukup jauh. Daffin bahkan harus menunduk karena tarikan gadis itu. Biasanya Daffin akan merasa jijik saat ada perempuan asing yang menyentuhnya begini, tapi berbeda dengan gadis bernama Winter ini. Tak ada rasa jijik sedikitpun di hati Daffin. Pria itu malah cenderung menikmati.

Winter sangat dekat dengannya. Bahkan tangan mungil yang membekap mulutnya itu terasa harum. Daffin menggeleng-geleng. Ya ampun, dia sudah gila. Sadar Daffin, sadar. Tingkah kedua makhluk itu jelas membuat Dillan kebingungan setengah mati.

Winter yang sadar dengan tindakannya cepat-cepat menurunkan tangannya yang masih menempel di mulut Daffin. Saking malunya gadis itu meraih koper dan berbalik pergi sambil berlari terbirit-birit. Membuat Dillan tercengang. Winter tak peduli walau ada beberapa orang yang melewati koridor itu menatapnya aneh.

Daffin tersenyum lebar lalu menggeleng-geleng kepala. Wajah gugup Winter malah menjadi kesenangan tersendiri baginya. Gadis itu pasti malu mengingat kasus dia mencuri payung. Saat ia menoleh ke samping kiri, ia melihat Dillan masih berdiri disebelahnya dengan tampang ingin tahu.

"Ceritakan apa yang sudah aku lewati. Kenapa gadis itu sangat malu melihatmu? Dan kenapa kalian terlihat dekat." tuntutnya.

Daffin menghembuskan napas panjang lalu mulai menjelaskan. Mulut Dillan terbuka lebar saking takjubnya mendengar cerita Daffin. Sesaat kemudian pria itu tertawa keras.

"Jadi dia mencoba mencuri payungmu dan ketahuan?" Dillan masih tidak berhenti-berhenti tercengang. Kocak juga sih Winter. Padahal Winter yang dia kenal sebelumnya tidak seperti itu. Lebih pendiam dan cuek. Pantas saja Daffin seperti senang menggoda gadis itu, karena mencuri payung memang lucu. Baginya lucu dan berkesan bahkan walau hanya dengar ceritanya. Pasti bagi Daffin juga. Kalau tidak, pria itu tidak akan mungkin mengingat Winter sedikitpun. Pasti kejadian itu sangat berkesan bagi seorang Daffin, terlihat jelas pria itu senang setelah bertemu lagi dengan sih gadis pencuri payung itu.

"Aku yakin tiap kali gadis itu melihatmu, dia akan teringat pada payungmu." kekeh Dillan.

Daffin mengedikan bahu dan ikut tersenyum. Lalu kembali melangkah ke meja tempatnya duduk tadi. Fokus ulang didepan laptop.

Terpopuler

Comments

Bunda

Bunda

keasyikan baca..lupa kasih giftnya 😁

2023-07-20

0

Rita

Rita

semangat ya thor jgn lupa tristan jg😂✌️selalu suka karyamu

2023-07-20

0

Lovey

Lovey

next thor. Suka ceritanya

2023-07-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!