Menguatkan Hati

"Selamat untuk kalian, semoga kalian puas!"

Renata menatap Danu dan Sarah yang baru saja tiba dengan senyum sinis.

Lalu melangkah keluar meninggalkan kediaman keluarga Rajasa.

Danu yang bingung hanya menatap Renata dengan heran.

Sonya memberi isyarat pada Sarah dengan menunjukkan amplop cokelat yang berisi surat perceraian yang telah ditandatangani oleh Renata.

Sarah mengangguk mengerti, lalu menggamit lengan Danu untuk segera naik ke atas menuju kamar.

"Yuk, kita ke atas saja, Mas. Kamu pasti lelah setelah meeting tadi."

Danu mengangguk setuju, dan menuju kamarnya.

Sarah menuangkan air dalam gelas dan memberikan pada Danu. Danu meneguk hingga habis dan memberikan kembali gelas kosong pada Sarah.

Sarah meletakkan gelas di atas meja, lalu melonggarkan dasi yang dikenakan Danu. Melepas dasi, dan jas yang dikenakan Danu. Lalu duduk di sisi Danu yang telah duduk di sofa sambil menatap ke arah luar melalui jendela.

"Aku dan Renata dulu teman baik. Ternyata kami menyukai lelaki yang sama saat itu. Renata begitu sangat menyukaimu hingga tergila-gila, membuatku tak tega melihatnya tersiksa karena mencintaimu saat itu. Lalu aku mengalah, dan membiarkan kalian dekat. Namun, apa yang terjadi, dia mencampakkan dirimu dan lebih memilih pekerjaannya. Kamu sendiri, dan tak pernah bercerita pada orang lain, hingga kita bertemu kembali beberapa bulan yang lalu. Kamu sakit di luar kota saat itu, dan kebetulan kita sedang dalam proyek yang sama. Aku menunggumu waktu itu, dan mengabari Renata, namun, dia tak kunjung datang. Kamu di rawat selama beberapa hari di rumah sakit, dan beberapa hari di hotel waktu itu. Lalu kamu menceritakan bahwa kalian bermasalah, Renata telah berubah dan sering tak peduli dengan mu. Lalu saat kamu kecelakaan kemarin, dia tak peduli padamu, dan tiba-tiba datang menunjukkan batang hidungnya, mengatakan peduli padamu." Cerita Sarah pajang lebar.

Danu menatap Sarah yang masih melayangkan pandangan ke arah luar.

Danu meraih jemari Sarah dan menggenggamnya.

"Terima kasih."

"Untuk apa?"

"Untuk membantuku selama ini." Danu merangkul pundak Sarah, dan Sarah menyandarkan kepala di dada Danu dengan nyaman.

"Aku akan memilikimu untuk selamanya." Batin Sarah sambil tersenyum.

*

Renata membenamkan kepalanya pada bantal dan meluapkan semua kesedihannya.

"Mengapa kamu membohongi ku, Sar? Jika kamu menyukai Mas Danu, harusnya lakukanlah dengan terhormat, bukan seperti ini. Menusuk dan merebut milik teman sendiri. Aku benar-benar sangat kecewa padamu, Sarah!"

Renata kembali meratapi dirinya dan mengurung diri sendiri.

Tok tok tok

Suara ketukan pintu memudarkan lamunan Renata. Dengan berat, dia turun dari ranjang dan melangkahkan kaki membukakan pintu.

Restu tersenyum sambil membawakan sekotak martabak manis cokelat kacang kesukaan Renata.

"Restu! Kok, nggak ngabari kakak, kalo mau pulang." Renata terkejut sambil memeluk adik semata wayangnya itu.

Restu membalas pelukan kakaknya, lalu menatap wajah Renata yang terlihat kusam dan mata yang sembab.

"Ada apa lagi, Kak?"

"Ibu yang meminta kamu pulang?" Cecar Renata sambil menatap Restu.

"Aku mau bimbingan terakhir kali untuk pendadaran besok lusa, Kak."

"Serius?"

"Iya, aku ogah kuliah lama, bosen! Mending kerja, dapat duit, liburan, dan menghibur kakakku yang sedang sedih ini."

Goda Restu sambil melirik ke arah Renata.

"Syukurlah, akhirnya kamu sadar, bahwa menamatkan kuliah itu lebih penting dari pada kerjaan."

"Ada Pak Malik, yang sangat bisa diandalkan."

Mendengar nama Malik, Renata terdiam. Entah mengapa ada perasaan aneh saat mendengar nama Malik.

Malik, secara terang terangan mendekati Renata kemarin saat di desa. Renata bisa merasakan hal itu.

Renata menjadi bimbang saat ini, dia merasa galau, merasa tak pantas secepat ini menyukai seseorang usai dirinya menandatangani surat perceraian.

Renata tidak ingin di cap sebagai wanita yang murahan. Terutama saat mantan ibu mertuanya tahu, atau Sarah tahu, mereka pasti akan sangat gembira dan menyebarkan rumor, bahwa Renata lah yang selingkuh dan tidak mau mengurus suaminya yang sakit setelah kecelakaan.

"Kak, dapat salam dari Pak Malik. Kak?"

Restu menepuk lengan kakaknya.

"Heh, apa?"

"Kakak ngelamun? Ih, awas loh, nanti kesambet, baru tahu rasa!"

"Enak aja! Do'ain kakaknya yang buruk!"

"Sudahlah, Kak. Santai saja. Saat ini status kakak sudah menjadi single, jadi nggak masalah jika dekat lagi sama seseorang."

"Heh, maksudnya apa itu. Ah, sudahlah, aku mau makan martabak ini dulu!"

Renata merebut kotak martabak yang aromanya menggoda Renata.

Lalu, membawa ke ruang tengah, dan melahap sambil menonton film.

Ibu yang melihat dia anaknya hanya bisa geleng-geleng kepala sambil tersenyum bahagia melihat Renata sudah tersenyum lagi setelah bercerai, Renata lebih banyak diam dan mengurung diri dalam kamar.

Renata menemani adiknya pendadaran, dan Restu lulus dengan nilai yang memuaskan.

Setelah Restu wisuda, dia memutuskan untuk kembali ke proyeknya di desa yang masih belum selesai. Malik hampir tiap hari menghubungi Restu untuk urusan pekerjaan, dan tak jarang menanyakan Renata. Namun, Renata sama sekali tidak mau berbicara dengan Malik. Renata masih tidak yakin dengan perasaannya pada Malik. Dia tak ingin memberi harapan palsu pada Malik, yang telah sangat baik pada dirinya selama ini.

*

Renata mengambil napas dalam-dalam dan menghembus perlahan, sesampainya di stasiun. Sambil menyeret kopernya, Renata berjalan mengikuti Restu yang ada di depannya.

Di kejauhan, Mang Ucup melambaikan tangan pada Restu dan Renata, sambil berjalan menghampiri mereka.

"Selamat datang kembali, Neng!"

"Iya, Mang. Senang bisa ketemu lagi." Sahut Renata sambil tersenyum.

Mereka segera masuk ke mobil pickup milik Mang Ucup, dan segera meninggalkan stasiun.

"Euis pasti sangat senang, melihat Neng Renata kembali lagi ke kampung. Meskipun mungkin nggak mengajar lagi." Ungkap Mang Ucup.

"Kenapa memangnya?"

"Euis itu banyak sekali perkembangannya setelah diajar sama Neng Renata. Dia jadi rajin belajar."

Renata mengangguk angguk sambil tersenyum.

"Mungkin, saya akan kembali mengajar, Mang. Memang sekarang sudah ada guru baru di sekolah?"

Renata menoleh pada Mang Ucup.

"Ada anak kuliah, magang, sambil belajar langsung menjadi guru, dari kota. Katanya rekomendasi dari Pak Malik. Anak anak sekarang juga semakin semangat belajarnya."

"Wah, syukur lah. Saya senang mendengarnya. Pasti Bu Reni, Bu Lala, dan Bu Ani sangat senang mendapat tenaga bantuan."

"Iya, Pak Kepala Desa juga menyambut dengan senang mereka. Selain membantu mengajar, mereka juga mengadakan penyuluhan pentingnya bisa membaca, menulis, dan berhitung. Karena banyak orang yang sudah berumur buta huruf di kampung."

"Mereka juga akan membantu untuk ujian kejar paket bagi warga yang membutuhkan. Perusahan yang membantu." Sela Restu.

"Oh."

"Itu semua ide dari Pak Malik. Anak magang ada enam, dua laki-laki dan empat perempuan. Baru dua minggu ini." Sambung Restu.

"Benar, kata A Restu. Pokoknya kampung sekarang rame. Tapi, anak anak tuh, paling senang kalo melihat Neng Renata."

"Kenapa memangnya, Mang?" Renata penasaran.

"Anak anak tuh, sudah mengidolakan Neng Renata. Apalagi kalo melihat lukisan Neng bareng anak anak yang di tembok sekolah itu. Itu nggak pernah mereka lupakan."

Renata tertawa kecil. Baru kali ini dia merasakan sangat senang, meskipun melakukan hal kecil, namun, ternyata anak anak muridnya sangat terkesan.

"Apa Neng mau melukis lagi besok?"

"Ya, tapi, nggak sebanyak kemarin Mang. Besok kalo ada bahan yang kurang, saya minta tolong lagi ya."

"Siap, Neng."

Tak terasa mereka telah memasuki kawasan perkampungan, Mang Ucup mengantar Restu dan Renata menuju paviliun.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!