Mengajak Renata

"Restu, menurutmu, apa yang dapat kita berikan untuk warga di sekitar hotel ini. Selain, membuka lowongan pekerjaan bagi warga."

"Bagaimana, jika kita membantu ke sekolah atau membuat jalan akses masuk ke desa. Karena, jujur, untuk menuju lokasi kita ini, memerlukan effort lebih. Jalan masih berbatu, lalu beberapa masih berupa tanah lumpur, dan sarana internet yang agak susah di sini."

Malik mengangguk dan berpikir.

"Aku akan bicarakan dan diskusi kembali dengan pihak pusat. Semoga kita mendapat jawaban yang cepat dan dana."

"Baik, Pak."

Restu dan Malik kembali tenggelam dalam pekerjaan masing-masing.

Beberapa hari kemudian, sebuah mobil datang ke area pembangunan, membawa buku-buku. Baik buku sekolah, bacaan, perlengkapan sekolah dan alat tulis untuk diserahkan pada pihak sekolah.

Malik menerima paket tersebut dengan gembira, dan mengabari pihak sekolah, bahwa dia akan datang berkunjung.

Malik merasa lelah, usai menyiapkan dan memeriksa kembali donasi bagi sekolah di desa.

Malik meletakkan pantatnya pada kursi dan menyandarkan punggung pada sandaran kursi.

"Mengapa tiba-tiba aku teringat wanita itu? Siapa namanya? Bodoh sekali aku, sampai lupa tanya! Aku harus cari di mana dia?"

Malik menghela napas panjang, sambil menatap ke arah langit-langit ruangan.

Baru pertamanya kali ini untuk sekian lamanya dia merasa memikirkan seseorang kembali. Sejak kematian calon istrinya, Malik tak punya gairah lagi pada lawan jenis.

Hidupnya terasa hampa, dan selalu dihabiskan dengan pergi ke klub malam dan mabuk, hingga ayah Danu memberinya beasiswa, dan menempatkan di perusahaan milik keluarga Danu di Jerman.

Malik meninggalkan tanah air setelah tunangannya meninggal, dan tak pernah kembali lagi. Hingga Danu meminta tolong bantuannya, setelah mengalami kecelakaan dan kehilangan ingatannya.

Bayangan Renata kembali dalam pikiran Malik, yang kini merutuki dirinya sendiri karena lupa berkenalan.

"Pak, barang barang sudah siap, kapan kita berangkat?"

Sopir telah berdiri di ambang pintu ruang kerja Malik.

"Baik, tunggu sebentar!"

Malik membuang napas kuat, lalu mengusap wajahnya dengan tangan, lalu beranjak dari kursi kerjanya ke luar mengikuti sopir.

Sekitar sepuluh menit perjalanan, Malik tiba di area sekolah, yang telah disambut hangat oleh para guru dan siswa.

Anak-anak berebut bersalaman dengan Malik, terdengar riuh suara anak anak, membuat Malik sedikit bingung, namun berusaha untuk tetap tersenyum dan ramah.

Hingga dia melihat sosok Renata di kejauhan berjalan menghampiri kerumunan anak anak, dan mengalihkan perhatian mereka sambil bersuara lantang.

"Halo anak anak! Coba perhatikan ibu!"

Saat mendengar suara Renata, para siswa menoleh padanya dan memperhatikan.

Malik tersenyum lega, dia tak dapat menyembunyikan rasa senangnya ketika melihat Renata. Tatapan Malik selalu tertuju pada Renata.

Hingga Bu Reni menegur Malik.

"Baik, Pak, mari silahkan! Maaf anak anak seperti itu, mereka jarang sekali mendapat tamu dari kota. Bu Renata, saat ini menjadi primadona anak anak, selain cantik, juga cara mengajarnya menarik bagi anak anak."

"Ibu Renata?"

"Iya, itu yang sedang bersama anak anak." Bu Reni menunjuk pada Renata yang masih dikelilingi anak anak.

Jantung Malik serasa terlonjak kegirangan, mengetahui bahwa wanita cantik yang ditemuinya tempo hari bernama Renata , dan mengajar di sekolah ini. Malik tersenyum lebar tanpa sadar.

Bu Rani akhirnya mengetahui situasi, lalu meminta Renata untuk menemani Malik berkeliling sekolah.

Renata mengenalkan Malik pada setiap kelas, lalu berjalan mengelilingi sekolah. Ketika sampai sebuah kelas yang kosong, Malik melongokkan kepala karena penasaran pada benda seperti kanvas, dan ada yang tertutup kain.

"Ini ruangan apa?" Tanya Malik.

"Ini ruang kosong, untuk tempat menyimpan perlengkapan menari atau acara acara sekolah. Ada apa?"

Renata khawatir Malik akan marah saat mengetahui itu lukisannya.

"Bisa tolong dibuka, aku ingin melihat lihat."

"Tapi, dari sini tidak ada apa apa." Renata menatap Malik.

Malik tersenyum.

"Aku ingin melihat lihat keseluruhan sekolah ini, supaya, jika ada yang kurang, aku dapat segera mengatasinya."

Renata hanya bisa menahan ludah, dan membukakan pintu ruang kelas itu.

Malik berjalan perlahan berkeliling ruangan, hingga tiba pada sudut tempat perlengkapan milik Renata.

"Jang...!"

Terlambat, Malik telah membuka kain penutup lukisan hasil karya Renata.

Lalu dengan takjub dia berdiri menatap karya buatan RenataRenata dengan terbelalak.

"Ini apa?" Malik menoleh pada Renata.

"Ini milikku." Sahut Renata singkat.

"Oh, rupanya, kalian di sini." Bu Reni menyeruak masuk mengejutkan Malik dan Renata.

"Ini milik Bu Renata?" Malik bertanya pada Bu Reni, seolah meminta penjelasan.

"Iya." Bu Reni mengangguk sambil tersenyum.

"Sebenarnya, Bu Renata hanya sekedar membantu mengajar di sekolah ini. Dia kebetulan seniman, yang memiliki ijasah guru dan pernah mengajar juga. Benar, begitu Bu Renata?" Bu Reni menoleh pada Renata.

Renata hanya tersenyum saja. Malik menatap Renata seolah tak percaya.

"Lalu ini semua?"

"Karyaku. Pesanan hotel dari China dan Singapura."

Malik makin terbelalak menatap Renata seolah tak percaya.

"Sudahlah, ayo keliling lagi." Ucap Renata mengalihkan perhatian, sambil berjalan ke arah luar.

Bu Reni mengangguk sambil tersenyum geli. Sekali lagi, Malik menoleh melihat karya Renata.

*

"Jadi, sebenarnya siapa kamu ini? Pasti bukan seseorang yang tersesat di pelosok seperti ini? Apalagi kata Bu Reni, kamu juga baru tinggal di sini sekitar dua bulan."

Malik sengaja menunggu Renata hingga jam pulang.

"Bukan kah, tadi Bu Reni sudah cerita banyak mengenai aku. Jadi, untuk apa lagi?"

Renata menatap Malik sambil tersenyum tipis.

"Mengapa ke sini? Apakah kamu pernah di sini, atau memiliki keluarga di sini?"

"Aku menyukai alam. Terutama saat mengerjakan proyek seperti ini. Aku butuh suasana dan tempat yang mendukung. Aku beruntung menemukan desa ini, biasanya aku mengerjakan lukisan seperti ini agak lama, tapi, ini sudah hampir selesai."

Renata bangga menatap hasil karyanya.

Malik melirik ke arah Renata.

Jantungnya terasa akan melompat saat melihat wajah Renata. Malik tak ingin pandangannya pada Renata terlepas.

"Kamu ada acara hari ini?" Tembak Malik.

Renata menggelengkan kepala.

"Mau menemani aku jalan jalan?"

"Ke mana?"

"Keliling desa ini. Aku belum terlalu menghapal jalan di sini. Contohnya, seperti tempo hari, waktu kita bertemu di warung makan itu. Sebenarnya, aku habis tersesat." Malik nyengir sambil menggaruk kepalanya.

"Memangnya, nggak ada asisten yang menemani keliling desa? Biasanya ada warga buat jadi guide keliling desa."

Tukas Renata.

"Aku lebih suka spontan kalo jalan. Sopir atau asisten selalu aku suruh pulang dulu, atau membawakan barang ke kantor, jadi aku sering lupa jalan."

Malik beralasan.

"Lalu mengapa mengajak aku?"

"Aku lihat, kamu baru di sini, tapi dengan cepat bisa beradaptasi. Itulah aku ingin banyak belajar darimu."

Renata melotot bingung.

"Gini, jangan salah paham dulu. Selama ini, aku tinggal di luar negeri. Aku baru kembali ke tanah air sekitar dua minggu, dan itu sudah termasuk di sini. Jujur, aku masih jetleg, masih belum bisa beradaptasi dengan lingkungan di sini. Apalagi ini benar-benar baru bagiku."

Renata menatap Malik sambil menganggukkan kepalanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!