Memulai Kehidupan Baru

Renata menatap ke arah luar melalui jendela kereta api.

"Kita turun di stasiun berikutnya, Kak."

Renata mengangguk sambil memasukkan beberapa gadgetnya yang masih di tatakan ke dalam tas.

Renata dan Restu menenteng koper dan tas ransel mereka masing masing-masing.

"Res, mampir minimarket sebentar, ya. Kakak mau beli minuman dulu."

"Baik, Kak."

Restu menunggu Renata di depan minimarket, sedang Renata masuk ke dalam minimarket memilih beberapa minuman dan camilan untuk mereka.

Sekitar sepuluh menit, akhirnya Renata keluar dari minimarket dengan membawa plastik di tangan kanan dan kirinya.

"Astaga, Kak! Kenapa belanja banyak sekali?"

"Biar nggak repot kalau butuh keperluan sehari-hari kita. Katamu, di sana nggak ada minimarket, agak jauh dari pasar. Ya sudah, aku beli untuk persiapan saja."

"Agak jauh, bukan berarti nggak ada, Kak."

Restu menghembuskan napasnya sambil geleng-geleng kepala.

Renata hanya menatap adiknya sambil tersenyum geli.

"Nanti kita naik apa ke sana?"

Renata tersadar, perjalanan mereka masih jauh.

"Kita tunggu di sini saja, sebentar lagi sampai."

Sahut Restu sambil mengambil minuman kaleng dari plastik minimarket yang dibawa oleh Renata.

Renata menoleh ke kanan dan kiri, seolah mencari moda transportasi yang akan membawa mereka berdua menuju lokasi hotel tempat Restu bekerja.

Tak lama sebuah mobil bak terbuka dengan tumpukan keranjang di bak belakang menghampiri mereka.

"Maaf, A Restu, harus menunggu lama."

Sapa sopir mobil tersebut pada Restu.

"Nggak apa apa, Mang. Sambil istirahat juga ini. Oya, kenalkan ini kakak saya, Renata."

Restu mengenalkan Renata pada pengemudi mobil bak terbuka itu.

"Renata."

Renata mengulurkan tangannya.

"Ucup. Orang-orang sering panggil Mang Ucup." Sahut pengemudi itu dengan logat Sunda.

"Mana barang barangnya?" tanya Mang Ucup.

"Ini, Mang."

Renata menunjuk koper dan tas mereka. Lalu tanpa komando ulang, Mang Ucup dengan sigap mengangkat koper dan tas ke bak belakang, lalu ditutup dengan terpal, supaya tidak basah, jika terkena hujan.

"Ayo, kita kemon, Neng, Aa...!" Instruksi Mang Ucup dengan suara riangnya.

"Mang Ucup ini petani yang menjual sayur ke kota, tiap dua hari sekali. Kebetulan, hari ini Mang Ucup antar hasil panen ke pasar induk, jadi, bisa nebeng."

Renata mengangguk mendengar penjelasan Restu.

"Jika nggak ada Mang Ucup, kita naik apa untuk ke sana?"

"Bisa pakai ojek, atau mobil angkut, Neng. Mobil angkutnya juga model bak terbuka gini. Yang narik juga sopir, yang biasa bawa penjual sayur dari desa yang mau ke kota." terang Mang Ucup.

"Jadi nggak ada transportasi umum, misal bis, gitu?"

"Ya, nggak ada, Neng. Mungkin besok, kalau hotel dan tempat wisata tempat kerja Aa Restu jadi, bisa menyediakan alat transportasi penghubung." Sahut Mang Ucup sambil terus berkonsentrasi mengemudikan mobilnya.

"Ide bagus, Mang. Nanti saya sampaikan pada perusahaan."

Sepanjang perjalanan mereka mengobrol mengenai banyak hal. Renata sangat menikmati perjalanan kali ini.

Pemandangan alam yang indah, suasana tenang, dan udara yang bersih, sangat dirindukan oleh Renata.

Kenangan bersama Danu ketika sedang berlibur menikmati alam seketika kembali dalam ingatan Renata.

Sesampainya di paviliun, Mang Ucup menurunkan koper dan tas milik Restu dan Renata.

"Terima kasih, Mang. Ini buat isi bensin."

Restu menyalami Mang Ucup sambil menyelipkan selembar uang seratus ribu.

Mang Ucup tersenyum lebar, sambil mengucapkan terima kasih pada Restu.

"Kalau lapar atau butuh apa gitu, bisa wa mamang atau langsung ke warung Mak saja, ya."

"Beres, Mang!"

Restu mengacungkan kedua jempolnya pada Mang Ucup.

"Terima kasih, Mang!" Renata tersenyum.

Mereka masuk ke paviliun, dan menaruh koper dan tas dalam kamar Restu.

"Kak Rena tidur di kamarku ini, nanti aku tidur di kamar sana, bareng teman. Kebetulan, satu paviliun ini cowok semua, Kak."

Renata mengangguk pelan.

"Kamu mandi dulu, biar kakak yang bereskan barang kita."

Restu mengangguk setuju.

*

Sinar matahari pagi membelai lembut wajah Renata yang masih tertidur pulas karena kelelahan membereskan dan merapikan barangnya dan Restu.

Perlahan Renata membuka matanya yang masih terasa lengket.

Melihat siluet bayangan seseorang dalam kamar, Renata segera mengumpulkan nyawanya dan bangun.

"Astaga, Restu! Kamu bikin aku kaget saja!" Pekik Renata sambil melempar bantal pada Restu.

Restu terbahak-bahak melihat reaksi dan wajah Renata saat itu.

"Kamu nih! Kakakmu ini kaget tau! Malah cekikikan!" Protes Renata sambil cemberut.

"Aku mau berangkat kerja dulu, Kak. Ini lagi ngambil tas sama laptop. Ada teh dan kopi di dapur, pilih sendiri. Roti yang kemarin juga aku taruh di meja makan."

"Teman-teman kerjamu?"

"Kami sudah sarapan semua. Ini mau berangkat ke sana bareng, ada mobil kantor, soalnya jaraknya lumayan, lokasi hotel yang sedang dibangun itu agak ke bukit itu."

Restu menunjukkan jari ke arah bukit melalui jendela.

"Ya. Kalian pulang jam berapa?"

"Sekitar pukul lima atau enam sore, Kak. Oya, jika kakak mau jalan jalan, jangan lupa kunci pintu, lalu taruh di bawah pot yang ada di teras, ya."

Renata terbengong mendengar ucapan Restu.

"Itu tempat rahasia kami, jika terakhir meninggalkan rumah. Supaya nggak bingung saat ada yang kembali lebih dulu. Untuk kamar, kunci saja, dan bawa saja kuncinya."

Renata mengangguk mengerti.

Setelah Restu pergi, Renata membereskan tempat tidur, lalu segera mandi.

Renata berjalan menyusuri jalanan pedesaan. Renata menghirup udara segar, menatap aneka macam pohon, dan mendengar suara burung burung berkicau pagi itu.

Sambil tersenyum dia terus melangkahkan kakinya tanpa tujuan.

Sayup-sayup terdengar suara air gemercik, seperti aliran air. Renata membelokkan langkah menuju suara itu.

Sebuah sungai berada di belakang sebuah sekolah. Sungai yang bersih. Airnya jernih.

Terlihat beberapa anak berseragam sekolah bermain di sungai sambil bercengkrama.

Renata, yang dulunya seorang guru, seketika penasaran dibuatnya. Jiwa gurunya seketika berkobar ketika melirik jam tangannya, yang menunjukkan pukul 10 pagi, masih jadwal sekolah.

Tiba-tiba serombongan anak anak menuju ke sungai setengah berlari.

BYUR....

Seorang siswa dengan iseng menjeburkan temannya ke sungai.

Tak Terima perlakuan temannya, anak yang diceburkan tadi, meminta tolong untuk memegangi dirinya, ketika hendak naik.

Alih-alih minta tolong, anak itu menarik tangan temannya, hingga tersebut juga.

"Huh, rasain!" Omel anak itu.

Anak anak yang melihat hanya tertawa menyoraki temannya yang telah basah kuyup.

"Heh, apa apaan ini? Ayo kembali ke kelas lagi!"

Seorang wanita dengan bersuara lantang berteriak menuju ke arah anak anak itu.

"Kalian itu, diberi tugas, bukan belajar dan kerjakan, malah main di sungai! Ini apa, Euis dan Gilang? Kalian memang nggak berubah. Cepat bersihkan wc sekolah, lalu kalian menyapu halaman sekolah. Ibu tidak mau mendengar protes dari kalian!"

Anak anak sekolah itu melangkah gontai, sambil saling menggerutu.

Renata tersenyum geli, lalu mengikuti ke halaman sekolah. Renata melayangkan pandangan ke sekeliling sekolah itu, terdengar suara riuh pada salah satu ruangan, diikuti suara tegas guru dari ambang pintu ruang kelas.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!